5. Kebetulan

10 2 0
                                    


ERGA

*

Semenjak bertemu Riska kemarin, malam-malamku jadi kepikiran dia terus. Meskipun aku tahu Riska sudah menjadi milik orang lain. Tapi apakah cinta akan mengerti tentang hal itu? Tentu saja tidak, sebab cinta selalu tidak tahu diri pada siapa dan kapan dia bisa seenaknya hadir.

Rasanya usahaku selama 10 tahun untuk pergi jauh dari kota ini sia-sia. Hanya dengan satu kali bertemu saja mampu mengembalikan perasaan itu pada titik semula.

Dulu aku sempat membenci Riska, karena menurutku saat itu dia tidak mau memperjuangkan cinta kami. Aku benci karena dia pasrah menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya.

Tapi kupikir mungkin sulit juga jika berada di posisinya. Dan lagi saat itu aku juga belum siap untuk melamarnya.

Pagi ini ketika aku bersiap berangkat ke kantor, aku melihatnya sedang memilih sayuran di seberang rumahku, bersama Ibu-ibu tetanggaku yang lain. Termasuk wanita yang rumahnya di seberang rumahku. Wanita yang sepertinya selalu memperhatikan aku dan mencari-cari kesempatan bertemu denganku. Padahal kulihat tatapan suaminya selalu mengintimidasi.

Setelah kunyalakan mesin aku menunggu beberapa saat sambil mengecek ponsel. Kulirik Ibu-ibu di seberang sana masih berbisik-bisik yang ku yakin tengah membicarakan aku terlihat dari matanya yang sesekali melihat ke arahku. Dasar ganjen.

Sementara Riska sepertinya tidak begitu berminat ikut berbisik-bisik. Matanya fokus memilih sayuran meski ku tahu sesekali dia melirikku. Kenapa Riska nampak menggemaskan seperti itu ya?

Setelah memakai kacamata hitamku segera aku melaju dan tepat di depan mereka aku bunyikan klakson. Sengaja kubuka kaca mobil dan kulihat Riska melirik malu-malu. Ya ampun, kenapa rasanya aku seperti kembali menjadi anak SMA yang sedang jatuh cinta?

Melihat dia pagi ini sedang mencuri-curi pandang padaku, membuat getaran-getaran halus di dadaku berubah menjadi letupan-letupan rindu dan selalu ingin melihatnya.

Namun begitu aku ingat sekarang dia tak sendiri lagi, membuat ada yang menyelusup perih seperti mengiris hatiku. Aku terluka sebelum kurasakan perasaan ini terbalaskan.

*

Setiap hari Eris berkunjung ke rumahku, menurut Bi Nami seperti itu. Dan Erika selalu bercerita kalau dia senang berteman dengan Eris.

Sekarang aku pun selalu mencari-cari kesempatan untuk bisa melihat Riska. Dan kebiasaan rutinnya setiap pagi adalah berbelanja sayuran di seberang rumahku. Maka aku berusaha untuk berangkat ke kantor setelah Abang sayur itu datang. Biarlah aku dikira mencari perhatian Ibu-ibu berbedak tebal itu.

Aku selalu suka melihat Riska menunduk dan diam-diam mencuri pandang ke arah mobilku. Itu membuat aku tersenyum tipis dan merasakan ada jutaan kupu kupu terbang di perutku.

Satu yang menjadi pertanyaanku, aku belum pernah melihat suaminya Riska pulang atau pergi bekerja. Apakah dia berangkat lebih pagi dariku dan pulang selalu malam hari? Bagaimana caranya aku bisa mengetahui hal itu ya? Eris, aku harus bertanya pada Eris tentang ayahnya. Tapi bagaimana kalau Eris bercerita kepada ibunya kalau aku menanyakan perihal ayahnya. Ah, sungguh memalukan Erga kalau kamu ketahuan kepo pada kehidupan Riska.

*

Hari Minggu ini seperti janjiku pada Erika, aku akan mengajaknya membeli sepeda. Sebenarnya aku masih khawatir kalau Erika bermain sepeda, namun melihat semangatnya yang luar biasa akhirnya aku tepiskan kekhawatiran ini.

Eris datang tepat ketika aku dan Erika bersiap-siap untuk pergi. Ditangannya membawa kotak berisi beberapa donat yang masih hangat, kata Eris Bundanya sedang membuat donat banyak sekali.

Tetangga Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now