6. Bukan supir travel

7 2 0
                                    


RISKA

*

Jujur saja sebenarnya aku merasa tidak enak mengizinkan Eris pergi bersama Mas Erga. Bagaimana pun mereka orang asing, bukannya aku tidak percaya kepada Mas Erga. Aku percaya dia pasti akan menjaga Eris dengan baik. Tapi aku khawatir Eris dan Mas Erga nantinya akan ada keterkaitan emosional kalau mereka sering bersama. Mengingat saat ini Eris sedang butuh sosok seorang Ayah, karena Mas Wisnu sepertinya sudah tidak mengingat darah dagingnya itu.

Namun aku tidak boleh egois, Eris memang harus bahagia. Dia tidak boleh merasa sendirian, karena aku sadar aku punya keterbatasan dalam segala hal. Aku mungkin bisa menjadi sosok Ibu yang baik dan sempurna bagi Eris. Tapi aku juga tidak bisa jadi sosok ayah seperti yang Eris inginkan.

Ya Tuhan, kenapa Mas Erga datang disaat seperti ini? Bagaimana nanti dengan istrinya kalau dia tahu Eris adalah anak dari mantan kekasih suaminya?

Dari tadi terus kulirik jam yang menempel di dinding tepat di atas lemari pendingin. Sudah hampir tiga jam mereka pergi dan seharusnya sekarang sudah kembali. Tapi Eris tak kunjung datang. Apakah Eris ada di rumah Mas Erga? Bisa saja seperti itu.

Pekerjaanku belum selesai dan aku tidak mungkin berjalan ke rumah sebelah untuk memastikan keberadaan Eris. Aku tersentak ketika tiba-tiba layar ponselku menyala dan menampilkan panggilan dari nomor tidak dikenal. Sebenarnya aku malas kalau mendapat panggilan dari nomor asing. Tapi siapa tahu ada pelanggan yang akan memesan kue, lebih baik aku terima saja panggilannya.

"Hallo .... "

Sepi. Tak ada jawaban dari seberang sana. Apakah orang iseng? Mengganggu saja, tidak tahu apa, kalau aku sedang sibuk di dapur.

"Hallo ... Ini dengan siapa?" Aku coba mengulanginya.

"Iya, Riska. Ini aku, Erga," jawab suara di seberang telepon.

Mas Erga? Ada apa ya? Apakah mereka baik-baik saja?

Syukurlah, Mas Erga cuma mau memberi kabar kalau dia mengajak Eris jalan-jalan. Katanya dia mendapatkan nomorku dari Eris. Aku memang meminta Eris untuk menghapalkan nomorku. Tapi apakah tidak akan jadi masalah jika Mas Erga menyimpan nomorku. Bagaimana kalau istrinya tahu?

Selain itu aku juga tidak enak jadi merepotkan Mas Erga harus mengawasi dua anak dan salah satunya adalah Eris anakku.

"Tidak Ris, malahan aku senang, sekarang aku seperti memiliki dua orang anak. Erika dan Eris, seperti yang pernah kita .... "

"Mas aku masih banyak pekerjaan. Hati-hati ya Mas. Titip Eris."

Ya ampun, Mas. Kenapa berkata seperti itu? Aku jadi deg-degan mendengarnya. Bukan kamu saja yang punya pikiran seperti itu, sejak awal aku mengenal Erika aku sudah teringat dengan impian kita dulu. Tidak mau larut dalam angan-angan, aku segera mengakhiri obrolanku dengan Mas Erga dengan alasan masih harus mengerjakan pekerjaan di dapur.

Padahal setelah itu aku hanya duduk terhenyak menahan debaran di dadaku yang tak kunjung mereda. Iya Mas, seandainya Eris dan Erika itu anak yang dulu kita idamkan. Tentu saat ini kita sedang menikmati suasana pantai bersama dengan anak anak kita itu.

Tak terasa kedua mataku memanas, aku tak bisa menahan butiran air mataku menganak sungai membasahi pipiku. Seiring perih dan sesak nafasku, kenapa dulu tidak aku perjuangkan impian kita?

Tapi memang saat itu aku tidak punya pilihan lain kecuali menuruti keinginan mereka, orang tuaku. Perekonomian keluargaku yang saat itu sedang diuji membuat mereka tak memikirkan perasaanku.

Aku semakin sesak ketika mengingat saat itu Mas Erga terlihat sangat kacau. Syukurlah, mungkin tak lama setelah itu Mas Erga pun menemukan kebahagiaannya. Melihat Erika yang seumuran dengan Eris berarti  Mas Erga menikah tak lama setelah aku melakukan ijab qobul dengan Mas Wisnu.

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: Apr 02, 2022 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

Tetangga Dari Masa LaluOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz