Time moves in one direction, memory in another.
- William Gibson
❁❁❁
Gue pikir kecanggungan gue bersama Devian akan terus berlanjut lama sejak memasuki mobil Kak Reynan. Di mana saat pertama kali masuk, pandangan gue langsung jatuh pada pajangan mini berisikan sebuah foto polaroid. Yang gue yakini bayi mungil dalam foto itu adalah Sandra ketika umurnya belum genap satu tahun. Tanpa sadar foto polaroid itu membuat gue tersenyum dan berkata dalam hati, he must love his daugther very much.
Ternyata enggak ada kecanggungan sama sekali. Walau kadang gue jadi mendadak bingung dan enggak enak karena ekspresinya yang sulit dipahami. Padahal hari ini tuh pertama kalinya gue ngobrol panjang banget sama dia, tapi kesannya kaya gue jadi mengenal dia dari lama.
Gue juga jadi tahu, cara dia senyum dan ketawa. Hari ini gue bisa mendengar suara tawanya, gue juga jadi tahu kebiasaannya saat tersenyum. Kedua matanya menyipit dengan beberapa anak rambut dari poninya yang menutupi kedua mata.
Oh, satu lagi, dia kayanya suka banget deh pakai jaket. Dari jaket yang ada resleting, jaket denim, hoodie, sweater, dan segala outer lainnya.
"Atau lo mau tuker payungnya sama yang kelihatan lebih cowok dikit?" gue mengeluarkan payung berwarna navy dari dalam tote bag gue, "tapi tetep ada Maruko-chan nya, hehehehe." Gue menyengir di depan dia.
Bukannya menjawab, Devian malah tersenyum sesaat. "Semua payung lo ada gantungan Maruko-chan, lo suka banget sama Maruko, ya?"
"Enggak sampai yang setiap hari nonton Maruko sih, cuma gemes lucu aja liatnya. Terus, gue gantung deh di payung biar makin bisa bedain payung gue sama orang lain walau motif sama punya orang lain beda."
"Dulu pas SD, payung gue suka ketuker sama temen sekelas. Akhirnya dipake gantungan, walau bukan Maruko sih," tambah gue.
Dulu jaman SD tuh payung gue sama payung-payung temen sekolah mirip-mirip. Mungkin karena belum terlalu hits, gak kaya sekarang banyak banget model dan motif. Karena takut ketuker, sama Mama digantung gantungan bentuk rumah. Yang sampai sekarang jadi kebiasaan gue setiap beli payung baru, tapi gantungannya bentuk Maruko-chan.
"Mau tuker?" Gue masih menyodorkan payung berwarna navy ke hadapannya. Kebetulan gue lagi bawa payung yang sedikit terlihat lebih maskulin dibanding payung kuning pastel dengan motif bintang yang sekarang udah jadi milik Devian.
Devian menggeleng cepat. "Gak perlu, gue lebih suka yang kuning."
Ucapan Devian membuat gue mengernyitkan dahi. Gak apa sih, cowok kan juga boleh pakai barang-barang yang warna, pola, dan bentuknya lucu-lucu gitu. Cewek aja boleh pakai barang cowok, masa cowok enggak boleh.
Dia tersenyum sekilas. "Kalau bukan karena payung kuning pastel itu, gue enggak mungkin bisa duduk dan ngobrol lama sama lo di sini."
Walau dia cuma senyum dikit-dikit, tapi hari ini gue sering banget lihat dia senyum. Biasanya kan wajah dia jutek konsisten.
"Gue anter lo sekarang, gak apa? Reynan udah suruh gue ke rumah Mas Milan."
"Gue mengangguk-anggukkan kepala. "Ah iya, tadi lo bilang mau nyusul ke sana, ya."
Setelah pesenan es pisang ijo selesai dibungkus, gue dan Devian kembali ke Metta Karuna. Sebelum benar-benar meninggalkan Metta Karuna, gue berpamitan pada Bu Ayu. Gue juga melambaikan tangan beberapa kali ke arah Devian. "Gue balik, ya. Ati-ati di jalan lo."
Dia mengangguk pelan. "Lo juga."
Sampai mobil gue meninggalkan pekarangan Metta Karuna, gue masih bisa melihat pantulan Devian lewat spion, seakan dia harus melihat gue benar-benar meninggalkan Metta Karuna, baru dia beranjak dari posisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playlist: Gemercik
General FictionSebab dari bunyi air hujan yang jatuh melukiskan sebuah kisah yang baru. [Playlist ; Collaboration project 2.0] ©Written by Pitachynt January 4th, 2021