10. Kembaran Laknat

232 41 2
                                    

Usai kejadian semalam, tepat setelah Keenan berteriak seperti itu. Pada akhirnya ia mengijinkan Sean dan Haezal untuk menyalin isi agendanya.

Ya meskipun masih kesal, mau bagaimana pun keduanya tetap kembarannya.

Dan tentu saja ia tidak bisa membiarkan keduanya tidak mendapatkan nilai hanya dengan tidak membuat agenda ramadhan mereka.

Meskipun hanya satu malam lagi yang di kosong kan, tentunya ia mengizinkan juga dengan satu syarat, hanya untuk malam itu saja, di malam berikutnya buku agendanya akan ia bawa kemana-mana.

Dan kini keduanya sedang memohon kembali pada Keenan agar diberikan salinan saja setiap harinya, menyebalkan bukan.

"Lo nggak denger gue bilang apa semalam?" Sengit Keenan terakhir kalinya, dirinya sedang puasa tapi dipancing amarah dengan kembarannya sendiri.

"Ck, ya tapikan. Masa tega sih lo sama kembaran sendiri!" Sean dan Haezal semakin memelas dan itu semakin membuat Keenan jengah melihat nya.

"Nggak ada, semalam lo udah nyalin tanpa izin dari gue dan gue bolehin sampai selesai nyalin, ntar malem nggak ada lagi, titik!" Putusnya lalu keluar dari kamar, dengan buku agenda ramadhan miliknya tentu saja.

Setelah kepergian si sulung kembar, Sean dan Haezal saling tatap dengan wajah kusut dan cemberut kemudian keduanya menghela nafas.

..

"Sean sama Haezal, mana dek?" Tanya Ervin saat melihat Keenan berada di pertengahan anak tangga.

"Di kamar Aarav!" Jawabnya singkat.

Kening putra keempat itu tertaut, singkat sekali jawaban adik kembarnya ini, dan Ervin tahu jika Keenan sedang kesal.

"Kenapa sih?" Tanyanya lembut saat Keenan mendudukkan dirinya di sofa tepat disamping Ervin.

Tangan si pemilik nama belakang yang sama dengan Keenan itu beralih mengelus puncak kepala sang adik sayang.

"Itu tuh adiknya abang!"

"Kenapa?"

"Soal semalam!"

Keenan menghela nafas kemudian menunduk, ia benci sifat manja adiknya itu.

Keenan tidak suka, mereka terlalu manja hanya dengan menulis beberapa paragraf saja kenapa harus menyalin miliknya?

Dan masalah semalam, seluruh anggota keluarga sudah tahu karena Keenan berteriak hingga ke seluruh ruangan dalam rumah itu.

Ervin tersenyum, adiknya akan selalu begini jika ia tidak mau memberikan miliknya pada orang lain.

"Jangan gitu dong sama kembaran sendiri! Abang nggak dukung mereka kalo tetep kekeh mau nyalin isi agenda kamu! Tapi, jangan terlalu keras sama mereka, Rav!"

"Aarav cuman nggak suka bang, mereka kelewat manja. Emang kalo untuk urusan lain, bakalan Aarav kasih. Tapi ini untuk nilai, masalah pelajaran, Aarav nggak mau ikut campur, selama mereka bisa kenapa harus Aarav yang nolong—

—dan bantuin. Bentar lagi kenaikan kelas dan kita udah kelas 9 nantinya, Aarav nggak akan bisa terus bantuin mereka, mereka harus mandiri!"

Kali ini Ervin yang menghela nafas, adiknya benar. Mereka memang manja, manja sekali malah. Urusan pelajaran sendiri harusnya di urus sendiri, Keenan dan Haezal-Sean tidak sekelas, bab pelajaran mereka mungkin berbeda juga.

Ditengah lamunannya, Keenan memanggil Ervin hingga membuatnya tersadar.

"Bang!"

"Eh, iya, kenapa?" Keenan mengerling, abangnya yang satu ini memang senang sekali melamun.

"Yang lain mana?"

"Oh itu, bang Theo, bang Key, sama bang Tony lagi keluar, ter—

Keenan mengernyit heran,

"Barengan?"

"Iya, terus Jarvis keluar sama teman-temannya, Jauzan latihan kayak biasa, Aziel di kamar nggak tahu ngapain!" Keenan mengangguk kemudian hening.

Namun di menit ke lima, suara teriakan memberitahu Haezal dan Sean membuat darahnya kembali mendidih.

"KEENAN! KALO LO NGGAK PINJEMIN AGENDANYA JUGA NGGAK APA-APA, TAPI PINJEM PENA LO YA!!!"

"NGGAK BERMODAL BANGET SIH LO BEDUA, BALIKIN PENA GUA OIIII!!!!

∆∆∆

Halo, assalamualaikum~

Author balik lagi😝

Ayo semangat puasanya🤭

Maaf dikit, lagi buntu ini😥

Votement juseyo~

Lop u all💚💙

See you🤗

Rumah Kita✓Where stories live. Discover now