Bagian 1

55.7K 747 83
                                    

Dari kecil sampai lulus SMP aku masih tidur seranjang dengan bapak dan ibu, baru setelah masuk SMA aku berani tidur sendiri, lebih tepatnya malu karena udah besar.

Setiap hari bapak selalu pergi ke sawah. Aku juga sering ikut bapak ke sawah sekedar menemani saja, karena aku di larang membantu bapak oleh ibu, takut kulit aku gosong katanya. Karena kulitku putih bersih persis dengan ibu.

Umur bapak kira-kira waktu itu sekitar 50 tahun saat aku masih kelas 4 SD. Perawakan bapak tinggi dengan kulit coklat akibat terkena sinar matahari setiap hari disawah. Badan bapak kekar tapi tidak terlalu besar juga, dengan perut yang rata dan agak berbentuk kotak-kotat, mungkin terbentuk karena setiap hari bekerja di sawah. Bapak itu orangnya baik banget, ngga pernah marah, orangnya lembut, penyabar, suka becanda dan penuh kasih sayang ke semua anggota keluarganya.

Kebetulan hari ini hari minggu jadi aku bisa ikut bapak ke sawah. Seperti biasa pagi-pagi sekali bapak dan aku sudah pergi ke sawah. Dijalan aku bernyanyi sambil pegangan tangan dengan bapak karena takut jatuh akibat jalan yang lumayan licin akibat hujan semalam. Bapak hanya tersenyum melihat kecerianku pagi ini.

"Dilirih, ati-ati dalane lunyu jok. (awas, hati-hati jalannya licin jok)" kata bapak.

"nggih pak. (iya pak)".

Baru saja bapak bilang untuk hati-hati aku terpeleset karena saking semangatnya. Karena terkejut aku langsung mencari pegangan untuk tidak jatuh. Kurasakan benda kenyal yang aku pegang dan saat kulirik ternyata aku pegangan sama kontol bapak.

"Bapak wis ngomong, ati-ati jok. Malah langsung kepleset, untung ora tiba bate cekelan kontole bapak. (bapak udah bilang, hati-hati jok. Malah langsung kepleset, untung ngga jatuh karena pegangan kontolnya bapak)".

"Hehe, ngapurane pak. (hehe, maaf pak)".

"Yawis, tapi ya aja cekelan kontole bapake bae, mbok dadi urip. (yaudah, tapi jangan pegangin kontol bapak terus, nanti hidup loh).

Waktu itu aku masih belum mengerti maksud bapak itu apa.

"Loh, emang bisa urip pak? (loh, emang bisa hidup pak?)".

"Wis-wis, orasah dibahas ko tok gendong bae mben cepet butul. (udah-udah, ngga usah dibahas kamu bapak gendong aja biar cepet sampai)".

Aku pun digendong bapak dan lanjut jalan ke sawah. Dari posisi aku digendong, aku bisa lihat punggung dan bahu bapak yang lebar dan kekar. Ku eratkan peganganku ke bapak. Kusenderkan kepalaku di pundak bapak, tercium aroma keringat bapak yang membuatku tenang. Aku suka sekali aroma keringat bapak, menurutku tidak bau tapi sangat menggoda. Entah apa yang aku pikirkan waktu itu, tapi aku suka aroma keringat bapak.

Sampai di sawah aku langsung diturunkan disaung dan bapak langsung mulai mencangkul.
Sebernarnya itu bukan sawah bapak. Itu sawah Pak Misran, bapak hanya bekerja dan mengurus sawahnya.

Bosan hanya duduk disaung akupun bermain di aliran kali kecil tempat untuk mengairi sawah-sawah di desaku.

"Ati-ati, lagi nggoleti apa si jok?. (hati-hati, lagi cari apa si jok?)." tanya bapak.

"Nggih, nggolet kutuk pak mbok olih mengko kena dingu nang joko disogna botol. (Iya, nyari ikan pak siapa tau dapet ntar dipeliara sama joko ditaruh botol)." jawabku.

Aku yang begitu senang karena dapet ikan langsung joget sambil nyanyi ngga jelas.

"Yey, joko olih kutuk siji pak, yey. (yey, joko dapet ikan satu pak, yey)." teriaku ke bapak.

Bapak tidak menjawab, hanya saja melihatku sambil tersenyum.

Ikan yang aku dapat langsung kumasukan ke plastik yang aku bawa dari rumah, tidak lupa aku masukan air juga biar ikanya ngga mati.
Tiba-tiba aku merasa ada yang menggigit jari tanganku saat aku sedang mencari ikan lagi.

"Aahhhh, bapak sakitttttt" teriaku.

Kulihat bapak langsung lari dan menghampiriku.

"Kenangapa si jok njerit-njerit? (Kenapa si jok teriak-teriak?).

Aku tidak menjawab tapi langsung ngeliatin jariku ke bapak sambil menangis.

"Owalah, dicapit yuyu to."

Bapak langsung melepaskan yuyu itu dari jariku dan bapak langsung melemparnya. Aku dibawa ke saung sama bapak.

"Esih lara ora?" (masih sakit ngga?) tanya bapak.

"Esih pak." (masih pak).

Tiba-tiba bapak langsung memasukan jariku ke mulut bapak, lalu dihisap.

"Ben cepet mari." (biar cepet sembuh).

Jariku terasa hangat di dalam mulut bapak dan entah mengapa aku merasa nyaman saat bapak menghisap jariku dimulutnya. Rasanya hangat dan nyaman, sehingga aku bisa melupakan rasa sakit di capit yuyu sialan itu.

Sekitar jam 12 bapak mengajaku pulang untuk makan siang. Sebelum pulang bapak bersih-bersih dulu di kali cilik. Akupun ikut membersihkan kaki ku. Saat sedang membasuh kaki ku tiba-tiba bapak membuka celana kolornya dan mengeluarkan kontolnya. Lalu dari lubang kontolnya keluar air berwarna bening, ternyata bapak lagi kencing. Dari bawah terlihat jelas kontol bapak yang menggelantung, warnanya coklat dan terlihat besar dengan kepala yang besar juga walaupun belum bangun. Terlihat jelas rimbunnya jembut bapak, menambah gagah kontolnya.

"Ndelengi apa jok? deneng ora kedip." (liat apa jok? sampe ngga kedip).

"Manuke bapake gede, akeh wulune maning." (Burungnya bapak besar, banyak bulunya lagi).

Bapak nyengir sambil bilang ;
"Kiye jembut jok udu wulu." (ini jembut jok bukan bulu).

Aku hanya tertawa saja sambil tetep melihat ke arah kontol bapak.
Kulihat bapak menggerakan kontolnya naik turun secara cepat setelah air kencingnya tidak keluar lagi dan bapak lalu mencuci kontolnya dengan air.
Aku semakin tertawa melihat tingkah bapak yang menurutku agak konyol itu.

Setelah selesai bersih-bersih lalu kami pulang. Dan bapak menggendongku lagi takut jatuh, kata bapak.
Digendongan bapak aku nyanyi-nyanyi ngga jelas sambil kepalaku nyender dipundak bapak. Kembali tercium bau keringat bapak, tapi kali ini lebih kuat dan aku sangat menikmatinya selama perjalanan pulang ke rumah.
.
.
.
.
.
.
.
.
Lanjutkah?

Bapak dan Desaku Yang Indah💦Where stories live. Discover now