1# Dasi dan Nasi Kuning

213 106 60
                                    

"Kali ini gue maapin karna mungkin Lo belom tau siapa gue."
                                             -Ganendra Aksara-

                                                         ***
Dengan rambut yang masih semrawut perempuan itu melenggang masuk melewati gerbang SMA Pelita Bangsa. Mengenakan sepatu hitam dan kaus kaki merah muda ia menyelinap melewati Pak Dirman yang sedang piket pagi. Perempuan itu bernama Narra-Gemma Queenarra, setidaknya itu yang tertulis di sebuah name tag yang menempel di bagian kiri seragamnya sekolahnya.

Lolos dari Guru Piket pagi, Narra setengah berlari menuju ruang kelas nya, kelas X-2. Hanum yang sudah tiba lebih dulu tampak heran melihat teman sebangkunya datang dengan rambut tergerai dan dibiarkan acak-acakan.

"Lo ga mandi ya, Nar?" Tanya Hanum.

"Enak aja." Sungut Narra seraya menguncir rambut panjangnya. "Walaupun gue bangun kesiangan, mandi tuh prioritas gue."

"Lagu lama sih Lo.. telat dijadiin kebiasaan. Makanya jangan kebanyakan begadang, apalagi kalo tiada artinya"

"Astaga...bijak sekali sobat gue pagi ini." Ejek Narra. "Dah ah gue mau ke kantin dulu. Belom sempet sarapan."

Narra beranjak dari bangkunya, buru-buru menuju kantin.

"Eh bentar lagi upacara, Nar! Narraaa!"

Mendengar teriakan Hanum, Narra melirik jam ditangan kirinya.

Masih ada waktu 5 menit. Ujarnya dalam hati.

"Bu Nasi kuning satu, sama teh panas. Panaasss bangeett." Ucap Narra begitu memasuki kantin.

"Siap, Neng.." Sahut Bu Rina yang masih berbenah menyiapkan lapaknya.

Narra menurunkan sebuah kursi yang masih tertata rapi di atas meja. Hanya ia sendiri yang ada disana, ini masih terlalu pagi untuk murid-murid lain datang menyambangi kantin.

"Bu, pesen Nasi kuning satu." Suara seorang laki-laki mengagetkan Narra yang sempat-sempatnya melamun sambil menunggu pesanannya datang.

"Buu...Bu Rinaaa.." Panggil lak-laki itu lagi. Suara berisiknya membuat Narra benar- benar terganggu.

"Eh, Mas Ganen.. " Bu Rina yang baru nongol dari dapur menenteng sepiring nasi kuning. "Mau pesen apa?"

"Pas banget!" Laki-laki itu mengambil piring berisi Nasi Kuning pesanan Narra lalu melahapnya sambil duduk di atas meja. Bu Rina yang tampak terkejut tak sempat menahan laki-laki itu menyantap Nasi Kuning.

"Eh, punya gue itu!" Narra tak terima sarapan paginya diserobot laki-laki tengil itu.

Laki-laki itu mendelik ke arahnya, lalu mengalihkan pandangannya ke Bu Rina yang masih belum beranjak dari tempatnya. "Bikinin buat cewek ini juga, Bu. Satu."

"Lo aja yang bikin lagi, ini nasi kuning punya gue!" Nara mengambil alih piring nasi kuning dari tangan laki-laki itu.

Dengan tatapan gusar ia menatap Narra dari ujung kaki hingga ujung rambut. Matanya lalu beralih melihat nametag dibagian kiri baju Narra.

Tatapan sinisnya membuat Narra meneguk salivanya dengan susah payah.

"Lo anak baru?!" Tanya laki-laki itu sinis. Lagi-lagi Narra meneguk salivanya sendiri. "Kali ini gue maapin karna mungkin Lo belom tau siapa gue."

Narra tak bisa berkata-kata. Mata laki-laki itu menatap lurus tepat ke matanya. Narra lalu menundukan pandangannya mencoba melihat nametag laki-laki itu. Tapi ia tak mengenakan nametagnya, bahkan kancing kerah bajunyapun ia biarkan terbuka.

"Gue Ganen. Ganendra Aksara."

Trrriiiinnnggg!!!

Bel tiba-tiba berbunyi menandakan upacara akan segera dimulai.

"Shitt." Umpat Narra. "Nih makan!" Dengan kasarnya Narra mengembalikan piring nasi kuning yang sempat ia ambil alih tadi.  Tanpa basa-basi Narra kemudian bergegas menuju lapangan upacara meninggalkan laki-laki itu.

Hanum yang sudah berdiri dalam barisan mengibas-ngibaskan tangannya memanggil Narra. "Narra..!"

Sambil berlari Narra masuk dalam barisan dan berdiri tepat dibelakang Hanum. Upacara hampir dimulai, sebagian besar murid SMA Pelita Bangsa tampak sudah bediri dalam barisan. Beberapa orang guru tampak sedang bolak-balik mengecek murid-murid yang kurang disiplin mengenakan atribut sekolah.

Pukpuk..
Narra merasakan tepukan pelan di pundaknya. Perlahan dia menengok ke belakang. Seorang guru tampak berdiri tegak disana.

"Dasi kamu mana?" Tanya guru yang menepuk pundaknya tadi.

Narra meraba-raba kerah bajunya. Seingatnya ia sudah mengenakan dasi sejak dari rumah tadi. Kenapa tiba-tiba hilang?

Tadi gue ke kelas. Abis itu ke kantin... Narra mengingat-ingat apa saja yang ia lakukan pagi tadi.

Di kantin gue ngelipet kaos kaki biar ga keliatan warna pinknya. Terusss...

"Di kantin, Pak!" Narra teringat ia mencopot dasi yang terasa mencekik lehernya saat pesan nasi kuning tadi. "Saya ambil dulu."

Tanpa menunggu balasan dari gurunya Narra berlari menuju kantin yang letaknya hampir bersebelahan dengan pintu masuk menuju lapangan upacara. Dia mencari kesana kemari tapi dasi nya tak ada disana.

"Cari apa, Neng?" Bu Rina tampak bingung melihat tingkah Narra.

"Bu, liat dasi saya ga disini?" Tanya Narra.

"Ga liat, Neng.. emang ketinggalan disini?" Bu Rina bertanya balik.

"Iya.." jawab Narra. "Tadi ada siapa aja yang dateng kesini?"

"Cuma Neng aja, sama Mas Ganen tadi.."

"Pasti dia." Umpat Narra.

Dengan perasaan kesal Narra kembali menuju lapangan upacara, guru yang tadi menegurnya sudah menunggu tepat didepan pintu masuk lapangan.

Melihat ekspresi wajah Narra guru itu tidak banyak bicara. "Baris di depan."

Narra menyeret kakinya menuju barisan depan, menghadap ratusan siswa yang berbaris menatapnya. Pertama kali dalam sejarah hidupnya, Narra berdiri di barisan anak-anak 'nackal'-begitu ia menyebut orang-orang yang dihukum karena kurang disiplin saat upacara.

"Hari sial gue.."

                                                         ✍

Author notes,

Hayo....siapa nih yang pernah ngalamin juga dihukum pas upacara?
Ga cuman Narra doank kan yang pernah sesial itu?

Anyway, thanks ya untuk yang sudah baca..

Jangan lupa kasih bintang...😊

Comment and share juga ya!

Satu lagi, follow akunnya.

Sampai jumpa di next chapter.😉

FraternitéWhere stories live. Discover now