🌙 20. Kepada Rasa Curiga🌙

1.5K 400 118
                                    

"Mbak, benar nih, nggak butuh apa-apa? Nggak mau beli obat atau vitamin dulu?" Syabira menggeleng dengan tawaran Ahmad. Laki-laki aneh kedua menurutnya yang ditemui setelah Raga. Tidak begitu akrab, hanya sesekali bertegur sapa, tapi sekarang berlagak sok kenal sok dekat. Syabira tentu akan merapal ucapan terima kasih karena sudah diantar pulang dengan selamat sampai rumah. Tetapi risih juga dengan sikap Ahmad yang tiba-tiba sok kasih perhatian.

"Nggak, Mas. Terima kasih, saya turun dulu." Syabira pamit akan melenggang turun.

"Sama-sama, Mbak. Kalau butuh sesuatu telpon saja ya, Mbak. Ini kartu nama saya, ada nomor kontaknya di situ." Ahmad mengangsurkan kartu nama, Syabira menerima dengan dahi berkerut dalam.

Syabira merapal salam dengan suara sangat pelan. Langkahnya kuyu, tidak semangat sama sekali. Ibu menyambut putrinya dengan kernyitan di dahi.

"Eh, anak ibu udah datang, kok lemes gitu? Nggak salam lagi?" Tanya ibu lalu menghela Syabira ke dalam rumah.

Syabira langsung empaskan tubuh pada sofa ruang tamu. Matanya memejam rapat, merasai pening di kepala. "Udah salam, Bu, tapi ibunya nggak dengar." Syabira menatap langit-langit ruang tamu. Pening di kepala terasa makin berat saat matanya bersinggungan dengan lampu gantung yang menyala terang.

"Masa sih?" Selidik Ibu.

Syabira mengangguk. Otaknya sedang penuh dijejali kelebat tentang sikap Raga yang menurutnya sangat menyebalkan. Bagaimana bisa laki-laki itu mendiaminya? Dicuekin ternyata rasanya sangat tidak enak.

Episode hidup kadang kala memang berjalan tak sesuai rencana manusia. Sudah menjadi hal lumrah, bahwa yang datang lalu menjadi dekat, perlahan merenggang, berakhir asing, kemudian menghilang. Ada yang datang, ada yang pergi. Sudah menjadi ketentuan Rabb-nya. Hukum alam seperti itu. People come and go.

Mengingat sikap Raga belakangan oni Syabira jadi berpikir bahwa benar kata pepatah; Laut tak pernah menjelaskan dirinya dalam, tapi diamnya sanggup menenggelamkan. Begitu pun dengan hati dan cinta. Raga tak pernah mengatakan secara gamblang seberapa dalam perasaannya, bahkan dengan diam-pun lelaki itu sudah bisa menariknya ke dalam pusaran ceruk perasaan terdalam.

SABAR, Syah, kalau jodoh enggak ga akan ke mana! Batin Syabira menyemangati. Namun, beberapa detik berikutnya Syabira menepuk-nepuk pipinya sendiri saat menyadari apa yang dia gumamkan salam hati. Jodoh? Dengan Raga? Syabira sudah gila sepertinya.

"Udah, kamu mandi sana, biar ibu siapin menu buka puasa." Syabira mengangguk, sejurus melangkah ke kamar.

Ibu juga beranjak, tapi baru beberapa meter langkahnya tertahan saat suara salam menggema dari balik pagar. Gegas ibu melongok ke depan, menilik siapa yang datang sore begini.

Di depan Ibu menyambut tamunya dengan senyum semringah, "Iya, Bu, cari siapa?" Tanya Ibu.

"Saya Ningrum, biasa dipanggil Bi Rum. Asisten rumahnya Mas Raga." Tamu tersebut mengenalkan diri. Ibu mangut-mamgut sembari persilakan masuk.

"Masya Allah, mari Bi Rum, silakan masuk."

"Ndak usah, Bu. Saya ke sini cuma mau menyampaikan amanah."

"Amanah apa, Bi Rum?" Kening ibu mengernyit mendengar penuturan Bi Rum.

"Ini, mau balikin rantang kemarin, terima kasih sudah repot-repot mengirimkan masakan untuk Mas Raga. Dapat salam dari Den Ayu, mamanya Mas Raga." Mata ibu berbinar mendengar penuturan Bi Rum. Rapalan terima kasih menggema dari bibir ibu pada perempuan setengah tua tersebut.

"Sama ini, Bu. Titipannya Den Ayu, buat Mbak Syabira." Bi Rum mengangsurkan satu bawaannya lagi, sebuah kantung kresek putih pada ibu.

"Apa lagi ini, Bi Rum? Masya Allah, salam balik ya, sampaikan terima kasih buat mamanya Raga."

"Siap, Bu. Saya pamit ya, misi sudah selesai, sekarang balik rumah, mau nyiapin buka puasa." Bi Rum dengan wajah jenakanya membuat ibu terkekeh saat perempuan yang mirip artis lawak Niniek Arum itu pamit. Ibu melepas Bi Rum sampai ke depan gerbang, tak henti ucapan terima kasih terus membersamai sampai Bi Rum benar-benar menghilang dari pandangan.

Mengenakan piyama bermotif floral serta pasmina berwarna blush polos, Syabira yang baru keluar kamar terlihat lebih segar dan lebih bersemangat, "Siapa Bu, tadi yang datang?" Tanyanya saat duduk di sebelah ibu.

Ibu antusias menyerahkan pemberian Bi Rum pada Syabira, "Ini buat kamu," ucapnya dengan senyum teduh. Syabira dibuat bingung.

"Apa ini, Bu?"  Syabira menatap bingung benda pemberian Ibu.

"Buka aja, Ra. Tadi yang datang asisten rumahnya Raga--"

"Serius Bu?" Syabira memotong kalimat ibu.

"Iya. Itu, tadi balikin rantang yang kemarin, diisi penuh semua, Ra. Masakannya enak-enak pula. Terus itu bungkusan katanya khusus buat kamu, dari mamanya Raga."

Syabira terbeliak, "Ibu jangan bohong lho," desisnya agak tak percaya. Pasalnya waktu itu saat bertemu dengan mamanya Raga, dia langsung diberondong dengan kalimat tak mengenakkan. Masih tercetak lekat dalam isi kepala Syabira akan tatapan kurang bersahabat mamanya Raga.

Ibu yang saat ini sedang memindahkan es campur dari meja dapur ke meja ruang tengah - di depan televisi, tangannya mendarat - menoel hidung bangir putrinya, "Apa untungnya ibu bohong sih, Nak?"

"Hmm, iya sih, Sya percaya ibu nggak mungkin bohong. Tapi kalau ini mamanya Raga yang ngirim, baru deh, Syabira enggak percaya!"

Ibu geleng-geleng mendengar penuturan putrinya. "Jangan suudzon, Nak. Kenapa bisa nggak percaya gitu?"

"Habisnya, Bu. Waktu itu omongannya mama Raga enggak enak di hati. Nyelekit banget. Syabira kalau ingat, rasanya pengin---"

"Sya, sabar, Nak. Lagi puasa masa kesal sama orang. Apalagi sama orangtuanya laki-laki yang ...." Ibu menggantung kalimat. Syabira mendelik penasaran.

"Apa, Bu?" Cecar Syabira super penasaran.

Ibu agak salah tingkah. "Ah, nggak. Itu laki-laki seperti Raga yang baik dan sopan, ditambah insya Allah sholeh."

Syabira menatap ibu, menyelidik, dia yakin, kalau bukan itu yang tadi ingin ibu ucapkan. Dia jadi makin penasaran. Kalimat ibu seperti mengandung teka-teki. Kepada Rasa curiga, Syabira benar-benar dicekam rasa penasaran super besar.

🌻🌻🌻





Jazakallahu Khair Katsir. ❤️

Calangeyo 💞

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 14 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HILAL CINTA (TAMAT- Terbit Ebook)Where stories live. Discover now