—o0o—“Cemburu, tujuh huruf, satu kata berjuta lara.”—Bucinnya Lee Minho 2k21.
—o0o—
***
Sore sudah beranjak, berganti dengan malam kelam tanpa bintang. Setelah hampir sekitar satu jam menempuh perjalanan, akhirnya Jaeryn sampai di depan gerbang rumah dalam keadaan seragam setengah mengering. Juga hujan yang sudah mereda beberapa saat lalu menimbulkan genangan air di halaman rumah.
Jaeryn meletakan payung bening yang sudah ia lipat itu di tempat penyimpanan barang. “Ada tamu yah?” Gadis itu bertanya kepada dirinya sendiri saat melihat tiga pasang sepatu—salah satunya adalah sepatu milik Jaehyun, papanya—tergeletak di lantai luar rumah.
Mungkin ada teman kerja Papa yang sedang berkunjung. Pikirnya.
Baru genap selangkah, kaki milik Jaeryn berhenti mengayun begitu sadar jika sepatu tersebut nampak bukan sepatu Formal sejenis pantofel.
Menggidikan bahu acuh, ya sudahlah untuk apa ambil pusing soal sepatu. Tidak penting sekali. Mau itu sepatu formal ataupun bukan, apa masalahnya?
“Pah, aku pulang.” Jaeryn berjalan menuju ruang utama. Tangan kanannya menggaruk-garuk pangkal hidung yang memerah juga terasa gatal. Tanpa melihat kondisi, dengan santainya Jaeryn mengupil lalu mengelap-elapkannya ke baju seragam.
“Jung Jaeryn.” Siempunya nama terlonjak begitu namanya di panggil dengan nada sedikit tinggi. Beberapa saat, Jaeryn terdiam di tempat. Menatap cengo kearah dua pemuda yang melongo kala melihat aksi joroknya secara bergantian.
“Lo berdua ngapain disini?” Jaeryn menunjuk kedua pemuda itu bergantian, tentu saja ia kaget. Bukan karena aksi mengupil sembarangannya—peduli setan dengan hal itu—melainkan karena kehadiran Sungchan dan Jeno yang entah sejak kapan sudah berada di rumahnya. Bersama Papa-nya pula.
“Lo gak lupa 'kan sama janji kita?” Jeno balik bertanya. Jaeryn berpikir sejenak, lalu menepuk keningnya sendiri. Sial, kenapa ia bisa lupa jika malam ini memiliki janji bersama Jeno.
Tapi Sungchan? kenapa si Jeon juga ada disini? seingatnya, ia tidak memiliki janji apa-apa dengan cowok jangkung itu.
Seolah bisa membaca pikiran lewat tatapan mata, Sungchan berujar. “Gue mau ngajak lo jalan.”
“Gak bisa gitu, yah! Jaeryn udah punya janji sama gue duluan,” sanggah Jeno tidak terima. Apa-apaan si Jeon ini, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja menyerobot untuk mengajak Jaeryn jalan. Mana sok akrab lagi dengan calon Papa mertuanya—ralat Papa Jaeryn maksudnya. Menyebalkan. Jeno merasa jadi lalat yang terabaikan di tengah hamparan bunga.
Tunggu dulu, memangnya Sungchan itu bunga? Bunga Bangke sih iya.
“Terserah gue dong. Kenapa lo yang sewot?” kata Sungchan yang langsung mendapatkan balasan dari Jeno. “Ya terserah gue juga. Apa? masalah buat lo?”
Jaehyun melepaskan kacamata beningnya, memijat-mijat pangkal hidung bangirnya jengah. Menghela nafas, bingung harus melakukan hal apalagi supaya bisa membuat dua pemuda itu diam dan berhenti beradu argumentasi. Semenjak kehadiran Sungchan dan Jeno, rumahnya berubah menjadi stadion sepak bola. Berisik sekali.

YOU ARE READING
BUCINNYA LEE MINHO [LINO] ON GOING
FanfictionSebelum membaca haraf Follow terlebih dahulu🥰 jangan lupa vote jejaknya juga🌹 "Lo tahu gak bedanya Lo sama Super Junior itu apa?" tanya Jaeryn tersenyum lebar. "Gak tahu, dan gak tertarik buat tahu." Lino menjawab ketus. "Oke, gue kasih jawabannya...