Bab 12

968 52 0
                                    

Keduanya masih diliputi ketegangan.

Jarak mereka tidak sampai lima centi dan secara naluriah Sabrina melangkah mundur. Tadi Riyadh mengikutinya dengan air muka dingin menuntut penjelasan.

"Maaf."

Suara itu menyela ketegangan.  Mereka berpaling ke suster berhijab pendek dengan celana panjang dan seragam putih, juga kerudung sewarna dengan pakaiannya itu memegang clipboard dengan selembar kertas informasi pasien yang mesti dia isi juga pulpen yang terjapit di sana. Ada sebuah alat pengukur suhu badan di tangannya yang lain dan sebuah ID card yang terjepit di kantung atas seragamnya. "Saya mau mengecek kondisi pasien." Senyum ramah itu mengembang. Sabrina merenggut lengannya dari cengkraman Riyadh. "Maafkan kami, Sus." Dengan lekuk bibir canggung. "Silahkan kamu mau periksa."

Suster itu masuk di ekori oleh Riyadh dan Sabrina.  Suster itu mendekat ke Ukasya yang lemah dan rapuh. Suster itu menaruh termometer itu di nakas mengecek infus sambil memeluk papan klip. Gadis muda berusia sekitar dua empat/dua lima tahunan itu mengukur suhu badan Ukasya dengan menempelkan ujung termometer itu ke leher anak itu. Dia lalu menulis angka yang tertera di termometer tersebut. "Bagaimana keadaan Adek? Apa perutnya masih terasa sakit."

"Iya," jawab Ukasya lesu.

"Kepalamu masih pusing?"

Ukasya hanya mengangguk. Sang suster mencatat apa yang dia dengar barusan. Suster menoleh pada Riyadh. "Apa dia sudah pup, Tuan?"

"Sudah."

"Berapa kali?"

"Satu kali."

"Dia sudah pipis?"

"Semalam dia pipis satu kali."

Gadis itu memasukkan informasi itu ke lembar tersebut. Suster itu menaruh papan itu di nakas dan mengambilkan segelas air putih hangat dari dispenser untuk Ukasya. "Minum air hangat dulu ya, setelah itu minum obat anti mualnya." Dua botol obat itu ada di atas nakas. Ukasya menggeleng. "Tidak mau, maunya sama Tante Bina," tolaknya pelan. Pandangannya tertuju ke Bina yang ada di belakang suster itu bersama ayahnya. Sabrina segera menghampiri tepi ranjang dan berkata pada sang suster yang ID card tertera nama Sella Anggraini. "Sus, biar saya saja."

"Oh, baiklah kalau begitu." Sella mengangsurkan gelas itu ke Sabrina dan mengintruksikan. "Nanti setelah minum air hangat." Suster  Sella mengangkat botol sirup untuk anti mual. "Tolong berikan ini ... " Dia aturan pakai dan dosisnya. Lalu Suster Sella menunjuk ke arah parasetamol dan aturan pakai dan takarannya. Sabrina mengiyakan dan Suster itu pergi dengan membawa kembali pengukur suhu tubuh dan papan klipnya. 

Sabrina menurunkan gelas itu ke nakas, mengambil remote yang tersampir di siderail yang sudah di turunkan dan menekan panel satu. Punggung Ukasya perlahan naik dan ketika sudah pas bagi Sabrina ibu jarinya melepas panel. "Nyaman di posisi seperti ini?"

"Huuh."

Wanita itu menyangkutkan remote itu di siderail. Duduk kemudian mengambil  gelas berisi air hangat itu dan menyorongkannya ke mulut kecil Ukasya. "Baca bismillahirrahmanirrahim dulu sebelum minum ya, Nak."

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Ukasya mengikuti instruksi lembut itu. Dia meneguk perlahan-lahan air hangat itu. Sabrina menjeda dan memisahkan gelas itu dari bibir anaknya. Lalu membantu si kecil untuk minum. Sstelah beberapa kali teguk, Sabrina bertanya, "Sudah?"

"Sudah."

Riyadh yang  berdiri memantau mereka. Hanya mengawasi dalam tatapan yang tak terbaca. Dia sangat iri. Selama beberapa hari terakhir anak itu sulit sekali untuk minum. Dia harus mengeluarkan kekesalannya dengan nada mengeram rendah baru anaknya mau minum itupun dengan harus di selingi tangisan terlebih dahulu. Dan itu tidak setiap menyuruh dia akan mau, kalau Ukasya sedang tidak ingin minum dan dia sudah menggaungkan kejengkelannya anak itu akan menangis sekuat yang dia mampu, dan kalau sudah begitu hanya bisa meminta maaf sambil menggendong nya.

Kembalinya Sang Mantan(End)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt