Bab 23

754 38 0
                                    

Sabrina memotong bolu coklat perlahan. Lelehan coklat di bagian tengah menodai bagian tengah pisau dengan coklat yang mencair. Bolu panggang yang sudah diberi lelehan coklat hitam di atasnya dan sebuah strawberry juga daun mint sebagai garnish di bagian tengah kue berbentuk kotak itu.

Aroma manis menyentuh Indra penciuman kedua bocah yang terlihat kagum juga ingin menyantap kue itu. Terutama Bumi yang sejak tadi menunggu bolu lezat itu masuk  ke mulutnya sejak keluar dari oven. Tampang anak itu saat ini terlihat seperti akan meneteskan liur.   Dan Reni yang selalu senang meledek anak itu mencibir, “Awas tuh, Non. Nanti liur Bumi jatoh ke bolu. Kan jorok.”

Sabrina menahan rasa geli.

Bumi mencebik, “Tante syirik aja sih. Wajar dong aku kayak gitu, Tante Bina kan buat salah satu kue kesukaan aku. Tante iri tuh sama aku. Soalnya Tante Reni  enggak pernah dibuatin  kue sama  Tante Bina.”

Reni yang berdiri di meja granit dapur.  Sementara anak-anak duduk di kursi tinggi. Sabrina berdiri di depan bocah lelaki itu. Bi Yenni yang  membelakangi mereka sedang mencuci perabotan yang bekas di pakai Sabrina untuk membuat kue tadi di westafel cuci piring. Reni dengan pongah membela diri. “Tante bisa buat kue sendiri, jadi enggak perlu tuh ngerpotin Non Bina.”

Bum

i mengerucut kan bibir sebal. Dia tidak pernah ngerepotin siapapun. Tante  Sabrina membuat atas kemauannya sendiri dan walau sering dia minta Tante Sabrina untuk membuatkan sesuatu untuknya, tapi Tapi Tante  Sabrina tidak pernah keberatan. "Aku enggak ngerepotin Tente Bina. Tante Bina yang nawarin aku sama adek 'kalian mau tidak Tante buatin kue?', aku sama adek sih mau-mau ajah. Ya kan, Dek?" Dia mengganti tatapannya ke arah Ukasya yang mengamati kue yang sedang di taruh ke piring kecil. Bumi sedang mencari dukungan. Tapi yang dimintai dukungan itu menyergit bingung, sebab sedari tadi Ukasya hanya terpaku  pada kue tidak memerhatikan apa yang Bumi dan Reni bicarakan. "Iya apa, Kak?"


"Tadi Tante Bina kan yang nawarin kita kue?"


Ukasya dengan mimik lugunya mengerjap-ngerjap polos lalu membenarkan. "Iya, tadi Mama yang nawarin kita untuk membuat kue bolu buat kita." Bumi mendongak pada Reni yang agak sebal dengan seringai puas penuh  kemenangan khas anak-anak."Tuh, Tan. Aku enggak bohong kan."


"Wah sepertinya enak."


Seruan dari arah belakang memutus percakapan dua orang beda usia itu. Dhefin yang masih mengenakan dasi namun sudah di longgarkan dan kameja panjang yang sudah di gulung itu menjeda niat Bumi untuk jeda sebentar dan memanjat tubuh tinggi Dhefin yang mengundang gelak tawa pria yang suka sekali menjahili orang lain itu.


Bi Yenni yang sudah selesai mencuci dan menaruh perabotan itu di tempatnya berdecak. "Bumi. Den Dhefin baru pulang kerja pasti capek, Turun." Perintah ibunya galak. Dhefin yang menahan kedua paha Bumi di pelukan itu tertawa. "Tidak apa-apa, Bi. Bumi ini salah satu alasanku senang pulang ke rumah. Rasa letihku hilang kalau lihat dia."


 Bumi yang serasa diberi angin segar berkata, "Tuh, Bu. Dengarin. Om Dhefin senang. Jadi ibu enggak usah larang-larang aku."

Bi Yenni agak mengeluh dalam hati kenapa dia dianugerahi anak yang pintar sekali menjawab kalau sedang di arahkan. Wanita memakai daster pendek itu  melirik Reni yang tampak agak  malu-malu di depan adik non Bina ini. "Ren, kayaknya pesonamu kalah dari kelakuan ajaib Bumi."

Kembalinya Sang Mantan(End)Where stories live. Discover now