Bab 54

687 37 0
                                    

Pukul 19.00 FM.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Bina?"

Tante Rika mendobrak Keheningan yang mengukung mereka sejak lima belas menit yang lalu. Dia merangkul bahu keponakannya  dengan sayang. Tante Rika mungkin akan menjadi pribadi yang pemaksa dan berlidah tajam jika emosinya sedang terpancing. Tapi, dia bisa menjadi sosok yang sangat perhatian kalau orang-orang yang disayanginya dengan diterpa kepedihan.

Tadi sore Dhefin menghubungi Tante Rika dan menceritakan tentang apa yang terjadi tadi sore di ruang bermain khusus yang lengkapi dengan boneka raksasa Catbus dan Soot Sprites tersebut. Kilat dingin ketika itu melintas setelah mendengar keseluruhan cerita Dhefin dan menutup sambungan setelah mengatakan pada Dhefin kalau dia dan Yudha akan menyusulnya ke hotel.

Sabrina dan Dhefin kembali lebih dulu. Sedang Lavina dan yang lainnya masih menunggu Bumi yang masih ingin bermain. 

Setelah menerima telepon dari Dhefin,  Tante Rika segera kembali ke meja yang ditempati oleh suami dan dua teman baru mereka --orangtua Awan-- yang menjalin keakraban sejak mereka bertemu di landasan pacu sebelum mereka berangkat ke Jepang.

Awan memperkenalkan orang tuanya pada mereka dan sejak saat itu komunikasi mulai terjalin diantara mereka, dan mereka pun menjadi akrab sebab kamar mereka juga berdekatan. Tante Rika lalu pamit pulang lebih dulu sebab ada urusan mendesak yang harus dia selesaikan bersama suaminya, tapi tanpa dia duga ayah dan ibu Awan juga ikut berdiri berujar kalau mereka juga ingin segera kembali ke hotel.

Setelah itu dia menghubungi Lavina --gadis yang ternyata mempunyai perusahaan yang tetap bekerja menjadi asisten rumah tangga di rumah keponakannya. Awalnya dia terkejut ketika dia mengantar keponakannya pulang dari rumah sakit, melihat wanita cantik yang ada di rumah Sabrina ternyata adalah. Dhefin menceritakan semuanya padanya juga pada suaminya kalau ternyata Lavina itu bukan hanya memiliki penampilan yang memukau, tapi juga pemilik sebuah perusahaan di Bandung.

Dia sempat berniat menjodohkan Lavina dengan keponakannya --Dhefin, tapi hasrat itu pupus setelah tahu kalau Lavina sudah mempunyai orang lain di hatinya. Orion seorang pengusaha sukses yang sedang senantiasa selalu menempel pada Lavina di setiap kesempatan. Meski dia tahu kalau mereka --Orion dan Lavina-- tidak mempunyai hubungan apa-apa. Tapi dari mata Lavina dia tahu kalau dia mencintai mantan kekasihnya itu. Jadi Tante Rika tidak mau mendesak Lavina atau berupaya untuk menjadikan bagian dari keluarganya secara resmi, sebab dia sudah menebak ke mana hati wanita itu berlabuh.

Dia kembali ke hotel bersama-sama suami dan teman-teman yang belum lama dikenalnya itu dengan taksi online yang dia pesan sebelumnya.

"Kami sudah tahu kejadian tadi sore -yang membuat kalian menjadi pusat perhatian." Om Yudha angkat bicara. "Dhefin berasumsi kalau kalian bertengkar dan Riyadh pasti menyakitimu karena Dhefin kau terlihat  habis menangis  setelah kembali dari toilet."

Sabrina sudah menduga itu. Dhefin pasti menceritakan semuanya pada Tante dan Omnya. Wanita itu terdiam sedih.

"Dhefin berasumsi kalau kalian bertengkar dan Riyadh pasti menyakitimu karena Dhefin melihat seperti habis menangis tadi sore setelah kembali dari toilet," sambung Omnya. "Apa dia menyakitimu?"

Sabrina menggeleng dengan mata terpaku pada meja. Lalu dia mengedarkan pandangannya ke Tante Rika, Om Yudha dan Dhefin yang sama menanti jawaban dengan air muka yang berbeda. Dhefin serius menunggu penjelasannya dan Om Yudha bak air tenang namun balik ketenangannya itu mampu menenggelamkan siapapun yang mencoba bermain dengannya. Dia berhasil menekan Riyadh agar mau menyetujui gagasan untuk menikahinya (walau pernikahan itu batal). Sabrina mengambil nafas pelan bersiap mengulang kisah masa lalu yang menyayat perasaan dan menyebabkan dia menyalahkan dirinya sendiri. "Om dan Tante pasti masih ingat insiden yang nyaris menewaskanku delapan belas tahun yang lalu."

Tante Rika yang menyahut, "Kami tidak akan pernah melupakan kejadian itu. Kejadian di mana kau terus-terusan menangis dan meminta pindah sekolah tanpa pernah memberi tahu kami apa alasannya." Dia masih ingat betul bagaimana keponakannya yang  tegar itu tak henti-hentinya menangis setelah dia menjemput dari rumah sakit setelah terhindar dari tabrakan maut yang menewaskan satu orang remaja. Dia ingin menemui keluarga korban tapi Sabrina melarangnya. Jadi dia pulang untuk menenangkan di rumah.

Ketiga orang itu menerka kalau konflik yang terjadi antara Sabrina dan ayah anaknya itu pasti berkaitan dengan tragedi belasan tahun lalu tersebut.

"Apa lelaki itu ada kaitannya dengan insiden yang menewaskan satu orang itu?"

Pertanyaan adiknya membuatnya memusatkan pandangannya pada paman anaknya itu. "Iya ... " katanya dengan suara dalam hampir menangis. "Karena dia adalah adik dari remaja tewas karena  menyelamatkanku."

Ketiganya tersentak kaget.

Sabrina menambahkan."Dia tahu kalau aku gadis yang sama yang sudah ditolong kakaknya delapan belas tahun yang lalu. Aku berusaha menyembunyikan fakta itu darinya selama ini. Tapi ternyata dia tahu dan aku tidak tahu dari mana dia mengetahui semua kebenaran itu, Riyadh sangat murka karena ternyata aku adalah Sabrina Hwang, gadis yang sama dengan gadis yang menjadi penyebab kematian kakaknya belasan tahun  lalu itu. Riyadh bukan hanya membatalkan pernikahan kami, dia juga melarang ku untuk menemui Ukasya lagi." Matanya memerah mengingat tangisan bocah kecilnya tadi sore. Setelah ini dia mungkin tidak akan melihatnya lagi atau memperoleh kabar diam diam dari Tanti seperti dulu.

Dulu Riyadh tidak tahu kalau Awan adalah suami dari sahabatnya. Sehingga secara diam-diam Tanti bisa memberikan kabar tentang tumbuh kembang dan keadaan Ukasya dari foto yang dia terima dari Tanti selama lima tahun belakangan. Tapi sekarang ... Batinnya tercekat sedih. "Dia menyalahkanku atas kematian kakaknya dan dia membenciku ... Dia pantas marah ... Sebab aku yang menyebabkan kakaknya meninggal, aku yang membuatnya hidup sebatang kara. Sehingga dia menjalani hidup yang berat dan penuh rajangan luka, Itu semua salahku ... " Bisikan berbalut kesedihan juga rasa bersalah itu mengantarkannya ke pelukan wanita yang sudah seperti ibu baginya tersebut. Tante Rika memeluknya  seolah kalau Tantenya jika Tantenya tidak melakukan itu dia akan terjerembab dalam lembah kepedihan lebih dalam lagi. Tangisnya pecah saat tangan itu menepuk-nepuk punggungnya pelan sambil menggumamkan kalimat penghibur kalau itu bukan salahmu.

Dhefin menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa tanpa melepas pandangan ke Sabrina dengan tatapan sedih.

Sedangkan pria berusia senja yang menjadi pemimpin di keluarga Al Khatiri itu mendesah.

"Itu hanya kecelakaan, Bina." Tante Rika menyanggah dengan pelan namun tegas. Sabrina menegakkan tubuhnya dan menyusutkan air matanya dengan tangan. "Riyadh seharusnya tidak menyalahkanmu atas insiden itu, mendiang kakaknya sendiri yang berinisiatif untuk menolongmu hingga dia kehilangan kehilangan nyawanya karena menolongmu saat itu," sambung Tante Rika.

"Tantemu benar." Om Yudha mendukung persepsi istrinya. Wajah teduh itu menunjukan rasa prihatin dan kasih sayang yang tulus pada Sabrina. Dia berusaha mengikis rasa bersalah yang membelit keponakannya. "Siapapun tidak pernah menduga akan terjadi insiden yang mengenaskan itu. Jadi kau tidak semestinya terus berkubang dalam penyesalan seperti ini. Aku yakin kau juga tidak mau ini terjadi." Sabrina mendengarkan nasehat omnya dengan seksama dan mengiyakannya dalam hati. "Jadi Om harap kau berhenti menyalahkan diri sendiri dan berdamailah dengan masa lalu," kata Om Yudha menyarankan.

Dhefin ikut dalam percakapan, "Om dan Tante benar, Kak. Kau tidak seharusnya terus menyalahkan diri sendiri. Kejadian itu sudah lama terjadi  dan biarkan itu menjadi bagian dari masa lalu."

Sabrina berkata dengan lembut dan serak, "Tidak bisa semudah itu, Dek. Kalau kau ada di tempatku dan orang yang kau cintai itu terluka karenamu, apa kau akan bisa memaafkan dirimu sendiri saat orang yang menjadi bagian yang menjadi bagian yang penting bagi hidupnya, yang selalu menopang hidupmu terenggut dari sisinya." Dhefin membisu. Dia mungkin akan mengutuk dirinya sendiri selama hidupnya dan Penyesalan mungkin akan terus menghantuinya hingga dia tidak akan sanggup menemui wanita yang dia cintai itu.

Sabrina tahu kalau adiknya mungkin akan merasakan hal yang sama dengan apa yang dia rasakan selama 18 tahun ini. "Maaf saja tidak cukup, Dhefin. Karena luka yang  kau tikam ke hatinya tidak akan benar-benar sembuh meski itu telah belasan tahun berlalu."







Kembalinya Sang Mantan(End)Where stories live. Discover now