Bab 39

599 29 2
                                    

Tanti menyuruh  Dhefin keluar setelah menyuruh Ukasya untuk menjaga ibunya sebentar.

Sabrina sedang tertidur sehabis dia menyuntikan cairan obat ke dalam infusnya. Obat itu mengandung obat tidur Hingga membuat Sabrina mengantuk setelah sepuluh menit dia menyuntikanya.

Dia agak kesal karena Riyadh mengekori mereka keluar dan pria itu menutup pintu setelah melihat sejenak Sabrina dan Ukasya yang duduk dengan kaki menggantung di tepi ranjang. "Kenapa kau ikut keluar?" sembur Tanti kesal pada Riyadh dengan merendahkan intonasi bicaranya karena ini rumah sakit yang harus di jaga ketenangannya agar tidak menggangu pasien-pasien lain.

Riyadh tersenyum meremehkan dan sinis. "Aku harus tahu keadaannya."

"Memang ada apa hakmu?" tentangnya menyudutkan. "Hingga aku harus mengikuti sertakanmu. Yang boleh tahu tahu tentang kondisi pasien itu hanya keluarga pasien. Dan kau di sini tidak memiliki hubungan apapun, kecuali anakmu yang sangat lengket dengan Bina dan memanggilnya dengan sebutan 'Mama'."

Wajah Riyadh mendingin. Kalau saja tidak ada Dhefin dia pasti sudah menyerang wanita itu habis-habisan dengan mengatakan bahwa dia adalah mantan suaminya yang tentu pasti masih berhak untuk mengetahui kondisi mantan istrinya. "Aku akan tetap ikut kalian suka atau tidak suka."

"Aku sebagai dokter yang bertanggung jawab atas Sabrina, melarangmu untuk ikut," kata Tanti lugas dengan menekan giginya. "Kau lebih baik masuk dan jaga Sabrina sampai kami kembali."

"Tidak ada  bisa mendikteku," teguh Riyadh datar. "Sekalipun kau ada dokter bahkan pemilik rumah sakit ini, aku akan membuatmu bicara tentang keadaannya."

Dhefin yang tidak mau situasi semakin ruyam menyela, "Tidak apa-apa, dok." Dia tahu tidak mungkin kalau meminta pria berkemauan keras  ini untuk menuruti keinginan sababat kakaknya ini. Dia juga harus bersikap formal pada Tanti karena wanita itu tengah bertugas sekarang. "Biar dia ikut. Aku tidak mau kita menunda pembicaraan penting kita hanya karena masalah sepele."

Tanti melotot kesal ke Riyadh yang menyeringai sinis.

Kalau saja Dhefin tahu siapa Riyadh sesungguhnya, dia yakin adik sahabatnya itu tidak akan pernah mengizinkannya untuk tahu bagaimana kondisi Sabrina sebenarnya.

Tanti yang diselimuti kekesalan melangkah ke ruangannya di ikuti oleh dua orang pria yang memilki arti penting untuk Sabrina. Mereka masuk ke ruangannya dan menempelkan hasil Rontgen itu ke X Ray Film Viewer, menjelaskan tentang kondisi Sabrina. Dia menunjuk pada rahim Sabrina dan penjelasan juga langkah yang mesti mereka ambil membuat kedua pria merespons dengan cara yang berbeda. Riyadh hanya menerapkan muka tak berekspresi tapi dia jelas mengepalkan tangannya yang ada di bawah meja. Dhefin terkejut dan miris juga sedih dengan keadaan kakaknya. "Apa tidak ada jalan lain?" tanyanya sendu dan cemas. "Aku tidak mungkin menyetujui operasi pengangkatan rahim. Dia belum menikah dan dia pasti akan hancur dan sangat terluka kalau dia harus menghadapi kenyataan kalau dia tidak akan pernah memiliki anak," ungkapnya dengan tatapan terluka. Dia sangat sedih mengetahui kalau dia yang harus menandatangani surat persetujuan operasi yang akan menjadikan kakaknya mandul dan kehilangan kebanggaannya sebagai seorang wanita. Dia diharapkan pada dilema yang sangat pelik. "Aku tidak ingin memupuskan harapan untuk menjadi seorang ibu dan aku khawatir kalau sampai operasi ini dilakukan dan dia tidak memiliki rahim, aku takut tidak ada yang mau memperistrinya." Walau Riyadh menyukai kakaknya, dia ragu kalau dia akan menerima kekurangan kakaknya ini. Sebagai seorang lelaki pasti dia ingin memiliki anak lebih dari satu dan juga pasti ingin kalau istri barunya kelak bisa melahirkan anak yang lain dari rahimnya. Tapi kalau kak Bina mandul, dia sanksi kalau mas Riyadh akan tetap menyukai kakaknya yang tidak bisa menjadi wanita yang sempurna.

Tanti merapatkan bibirnya. Dhefin benar. Mungkin Sabrina akan sulit menemui pria yang mau menerima segala kekurangan Sabrina nanti. Tapi paling tidak sekarang dia sudah menjadi seorang ibu dan ada Ukasya yang akan menghiburnya. Sekarang yang harus diprioritaskan adalah keselamatan Sabrina. Tanti berujar, "Aku tahu ini berat bagimu, tapi kita harus melakukannya. Karena kalau kita menunda opperasi ini lebih lama lagi, endometrium itu akan mengganas dan berisiko terserang  kanker ovarium atau mungkin  kanker endometrium. Itu akan lebih membahayakan kondisi Bina dan satu-satunya langkah tepat untuk mencegah itu semua adalah dengan dengan  melakukan histerektomi (pengangkatan rahim). Kau tidak mau bukan kakakmu mengalami rasa sakit yang berkepanjangan hanya karena kau terus mengkhawatirkan mengenai jodoh Bina. Aku yakin Bina pasti akan menemukan jodoh yang terbaik." Dia melihat sejenak Riyadh sinis. Dan kemudian menyindirnya ketika memandang Dhefin kembali. "Seseorang yang memberlakukan dengan baik dan setia padanya. Pasti ada stok lelaki baik untuk wanita sebaik kakakmu. Meski kakakmu tidak bisa memberinya keturunan. Lagipula kakakmu masih bisa mengadopsi anak kalua dia ingin mempunyai anak nanti. Sekarang yang perlu kau pikirkan adalah kesembuhan kakakmu."

Dhefin terhenyak. Dia jelas ingin kakaknya sembuh dan kembali merajut kehidupannya lagi seperti sedia kala meski itu harus menghancurkan impiannya untuk menjadi seorang ibu. Tapi sekarang yang dia pikirkan adalah reaksi kakaknya saat dia bangun nanti. Kakaknya pasti akan terpukul mengetahui kalau dia harus segera kehilangan harapannya untuk memiliki anak nanti. Dhefin berkata lesu, "Kita harus menyampaikan kabar ini pada Kak Bina terlebih dahulu. Kalau dia tidak ingin menjalani operasi." Dia berucap pasrah. "Aku tidak bisa melarangnya."

"Dia harus mau," putus Riyadh Final. Dia dicengkram rasa sakit yang tak kasat mata. Batinnya terluka ketika mengetahui apa yang dialami oleh wanita yang dia kasihi itu. Ibu dari anaknya yang sempat menyandang status sebagai istrinya selama setahun ketika itu.

Tanti jelas marah. "Kau tidak bisa memaksakan kehendakmu padanya. Kau bukan siapa-siapa Bina dan orang luar sepertimu tidak berhak ikut campur."

"Dia pasti senang kalau aku ikut campur."

"Jangan sok tahu!"

"Dia mencintaiku."

Pernyataan Riyadh membuat Tanti terperangah. "Apa katamu?" Bagaimana pecundang ini tahu soal perasaan Sabrina. Temannya itu pasti tidak akan punya muka lagi kalau berhadapan dengan Riyadh nanti.

Riyadh meneruskan dengan mata mencela. "Aku jelas tahu kalau dia memiliki perasaan khusus padaku kau tidak bisa menyangkalnya.”  Riyadh bangkit dan meninggalkan ruangannya. Sedangkan Dhefin sendiri terperagah karena ternyata kakaknya bukan sekedar menyukainya tapi sudah pada tahap memiliki perasaan yang lebih dalam ; mencintai. Dhefin mengerakan kepalanya ke Tanti. "Bisa kau jelaskan, Maksud dari ucapannya barusan, Kak." Dia harus tahu lebih jelas mengenai perasaan kakaknya.

Tenggorokan Tanti tiba-tiba kering. Apa yang mesti dia katakan pada Dhefin? Sabrina pasti tidak akan suka kalau dia mengungkapkan semau percakapan mereka kala itu pada Dhefin. Dia memaki Riyadh dalam hati. Dia berharap semoga  Sabrina tidak akan pernah berjodoh dengannya.

Kembalinya Sang Mantan(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang