2. Pendar Redup

545 170 11
                                    

"Saya mau kamu." katanya.

Aku diam dulu. Aku tau, jelas aku tau. Secara geer juga aku akan bilang selama ini kelihatan kalau Bayu mau padaku. Aku ingat dulu waktu SMP, Bayu suka menggodaku (bercanda) dan A Winan juga ikut-ikutan selalu godain aku kalau Bayu ke rumah. Karena kelakuan A Winan dan Bayu yang ekstra aku sempat berpikir itu nyata, maka kutolak terang-terangan juga dengan bilang,

"A Bayu ketuaan buat aku."

Waktu itu A Winan ketawa, Bayu juga. Dia gak tersinggung, dia bilang dia mau menunggu aku ikut tua saja. Kalau iya mungkin betul, selama ini mungkin dia menunggu.

"Saya gak tau apa yang kamu rasain ke saya-"

"Aku belum bisa sayang sama diriku sendiri-"

"Kalo gitu biar saya bantu." dia bilang.

Aku diam lagi. Bayu menatap lurus dari tempatnya berdiri. Kami berdiri bersampingan. Aku bingung harus jawab apa.

"Urusan mencintai diri sendiri itu 'kan urusan pribadi. Maksudnya, itu sesuatu yang harus dilakukan diri sendiri."

Bayu diam dulu, lalu, "Oh iya, ya."

Aku malah bingung dan takut salah bicara.

"Iya, kamu betul." lanjutnya. "Kalau kamu udah sayang sama diri sendiri kasih tau saya, ya."

"Buat apa?" kutanya.

"Nanti saya mau nanya. Mau gak kalau ditambah menyayangi saya."

Entah kenapa saat itu, aku sadar bahwa yang seperti Bayu cuma ada satu.










Waktu kubilang yang seperti Bayu cuma ada satu, hal itu berlaku juga untuk orang yang pernah denganku di sebelum itu. Tapi, sudah, itu maksudnya bukan buat perbandingan. Aku pernah berpikir bahwa setelah mencintai seseorang di hari lalu dan kehilangannya pasti aku susah lagi untuk punya perasaan yang sama ke orang lain. Namun katanya enggak, gak tau juga, belum pernah coba.

Bicara soal Bayu, di mataku dia punya warna dan caranya yang aku selalu bisa terima-terima saja sebab aku tau itu Bayu. Sederhananya, aku merasa aman dengannya meski kurasa aku gak punya perasaan apa-apa. Entah karena dia teman kakakku atau dia terasa seperti kakak buatku, atau tidak dua-duanya dari itu.

Bayu itu laki-laki baik. Diluar sebab gak mungkin A Winan bisa berteman dengan orang yang brengsek atau menyebalkan mengingat bagaimana apiknya A Winan mengatur standarnya dalam pertemanan. Aku pikir itu wajar, semua orang harus punya standar.










Setelah aku lulus sekolah dan kuliah diakhir tahun kedua, katanya Bayu pulang dari Jepang, berhenti kerja katanya. Setelahnya Bayu suka datang ke rumah, pergi dengan A Winan yang ujung-ujungnya ngajakin aku, atau iseng kirim aku pesan, dan aku menerima semua itu dengan enggak merasa terganggu. Cuma aku memang gak merasakan hal yang sama aja, yang selama ini bikin beberapa waktu lalu keberapa kalinya lagi dia mengaku;

"Saya mau kamu."

Tadinya kalau aku pergi dengan Bayu, pasti ada A Winan atau karena aku diajakin A Winan. Berbeda dengan akhir-akhir ini.











Setelah hari waktu itu kami pergi berdua, dia ajak aku pergi lagi berdua. Tapi saat itu aku sedang gak mau kemana-mana dan kujawab saja dia apa adanya. Aku malah jadi heran setelah itu. Sebab Bayu gak bertanya apapun lagi dan cuma bilang:

Bayu: Oke kalo begitu

Juga setelah hari itu, Bayu jadi jarang menghubungiku.



























ini alurnya maju mundur hahaha
jangan pusink yaa :(

Menjadi BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang