[18] "Sharp Turns'2"

31 9 0
                                    

Jangan lupa vomment 🌟💬

happy reading! ❣️

🌺🌺🌺

Gumpalan awan hitam mulai menunjukkan keberadaannya, ditambah hujan langsung turun deras tanpa aba-aba. Orang yang berlalu lalang berjalan di trotoar pun terpontang-panting mencari tempat meneduh. Beberapa pengendara roda dua juga ikut menepi untuk mengenakan jas hujan.

Anya duduk di bangku halte, masih setia menanti kedatangan Arkan sejak dua puluh menit terakhir. Katanya, cowok itu akan kembali ke sini, bahkan sampai turun hujan pun masih belum juga menampakkan batang hidungnya.

Tidak, Anya tidak menyesal sama sekali karena sudah menyuruh Arkan mengantar Freya lebih dulu. Hanya saja dirinya takut. Takut jika cowok itu tidak menepati janji untuk menjemputnya di halte.

Anya tidak mempermasalahkan jika memang harus pulang menaiki kendaraan umum. Ia tak mau kecewa dengan ucapan Arkan. Sepele apapun ucapan cowok itu, ia tetap tidak suka dengan cowok ingkar janji.

Udara semakin bertambah dingin, Anya pun memeluk tubuhnya sendiri berharap bisa menghangatkan. Tak ada hasil, ia akhirnya menggosokkan kedua telapak tangannya sembari matanya berkeliaran ke jalan raya, masih berharap jika Arkan akan kembali menjemputnya.

Seketika ponselnya berdering singkat dan segera ia ambil ponsel tersebut dari saku seragam. Keningnya berkerut saat pesan masuk berasal dari Freya.

Freya
Sorry, ya, Nya.

Kayaknya Arkan belum bisa ke situ, deh. Masih hujan deras. Lo bisa balik sendiri, kan?

Anya tak merespons pesan tersebut, hanya menghela napas panjang dan mengantongi ponselnya kembali ke saku seragam.

🌺🌺🌺

Arkan mengacak rambutnya frustrasi. Dirinya terjebak di dalam rumah besar milik keluarga Freya. Sehabis mengantar cewek itu balik sesuai permintaan sang kekasih, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Hal yang menjadi alasan ia bertahan di rumah Freya sampai saat ini.

Orang tua Freya memaksa agar Arkan meneduh lebih dulu sebagai ucapan terima kasih-karena telah berbaik hati mengantarkan putrinya itu pulang dengan selamat.

Dengan amat sangat terpaksa, Arkan pun mengiakan. Cowok itu merasa tak enak hati untuk menolak tawaran wanita paruh baya yang bernotabene sebagai mama Freya.

"Lo kenapa sih, Ar?" tanya Freya seraya mengernyitkan dahinya.

"Gue kepikiran Anya."

Freya menghela napas panjang, sekuat mungkin menyembunyikan raut muka tak sukanya. Lagi dan lagi, selalu saja Anya. Apa tidak ada ruang untuknya di hati cowok itu? Padahal ia sudah menunjukkan rasa sukanya dengan kentara. Tapi kenapa Arkan tak peka juga? Menyebalkan.

"Udahlah, gak usah khawatir berlebihan gitu. Dia pasti baik-baik aja, kok." Freya mengulas senyum manis, berusaha menenangkan Arkan dari kegelisahannya.

Arkan membuang muka, cowok itu tak bisa bertatapan lebih lama dengan Freya. Entah mengapa, ada gelenyar aneh yang hinggap di hatinya.

"Bisa lo chat Anya?" tanya Arkan. "Tolong bilangin, gue bakal ke sana buat jemput dia. Handphone gue lowbat."

Freya mengangkat sebelah alisnya, lalu mengangguk cepat. Tangannya mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di meja. Perlahan, satu sudut bibirnya tertarik ke atas saat mengetikkan suatu pesan untuk Anya.

A

nya

Sorry, ya, Nya.

Kayaknya Arkan belum bisa ke situ, deh. Masih hujan deras. Lo bisa balik sendiri, kan?

Berhasil, pesan tersebut berhasil terkirim. Isi pesan yang sangat bertolak belakang sesuai perintah Arkan tadi. Lagi, Freya tersenyum miring saat membayangkan bagaimana wajah kecewa Anya.

Centang dua warna biru, tanpa balasan. Pasti Anya akan menangis berlebihan seperti kebanyakan cewek-cewek di luaran sana. Biar saja, biar cewek itu merasakan bagaimana rasanya diabaikan oleh orang tersayang.

"Oke, udah." Freya meletakkan kembali ponselnya ke atas meja.

"Gue harus pergi sekarang."

Freya menahan lengan Arkan saat cowok itu hendak berdiri. "Masih hujan deras, Ar. Gue ngebolehin lo pergi kalau hujannya udah reda."

"Tapi pasti Anya udah nungguin gue," jawab Arkan, ekspresi khawatirnya tak dapat disembunyikan.

"Gue udah chat Anya, jadi stay di sini sampe hujan reda."

Arkan kembali duduk berusaha untuk tenang. Keduanya diam tak ada lagi yang membuka suara, higga akhirnya salah satu dari mereka mengalah.

"Ar," panggil Freya.

Arkan menoleh, menaikkan sebelah alisnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Gue suka lo ...." Freya menatap dalam manik mata Arkan, seakan fokusnya hanya di satu titik itu. "Kalau lagi main gitar." Cewek itu langsung terbahak, merasa lucu dengan ekspresi cengo Arkan.

"Jayus lo," cetusnya.

"Damage-nya gak nahan," puji Freya terang-terangan.

"Kebanyakan scroll tiktok nih."

Mereka berdua terus melanjutkan obrolan. Diam-diam Freya tersenyum kegirangan. Untuk saat ini, tak apa jika Anya lebih unggul darinya. Tapi nanti, lihat saja apa yang akan terjadi. Bukankah rasa nyaman akan datang dengan sendirinya? Walau berawal dari obrolan singkat yang sering berkelanjutan.

"Gue balik sekarang aja." Arkan berdiri dari duduknya. Freya pun ikut mengantar keluar, tak lagi memaksa karena hujan sudah mulai reda.

"Thanks, Ar."

Setelah kepergian Arkan. Freya kembali masuk ke rumah lalu berjingkrak-jingkrak. Dengan cepat ia mengambil ponsel untuk menghubungi dua orang sekaligus. Hingga sambungan telepon terhubung dengan Kenzi dan Gladis.

"Guys, berhasil!" seru Freya girang.

🌺🌺🌺

Salam 💜,
Ikke.

Bekasi, 08Mei21.

Humoris or Romantis?Where stories live. Discover now