(5) "Stuck or Continue?

2.6K 125 61
                                    

Jangan lupa vomment🌟💬

HAPPY READING!❣️

🌹🌹🌹

Ringgo membanting tubuhnya ke atas kasur, merenung seraya menatap langit-langit kamar. Hanya detik jam yang mengisi kesunyian malam ini.

Pikirannya menerawang kembali pada saat kejadian beberapa menit yang lalu. Di mana dirinya dipertemukan oleh seorang yang mampu meledakkan isi hatinya. Membuyarkan semuanya.

Entah pertemuan itu menjadi sebuah keberuntungan atau malah sebaliknya. Pasalnya, cewek bernama Anya yang baru Ringgo kenal hari ini, ternyata sudah memiliki kekasih. Pupus sudah harapan untuk mengenalnya lebih dekat.

Ringgo memilih untuk memainkan ponselnya. Berniat untuk mengirim pesan pada Anya, tapi ia urungkan. Hingga akhirnya ada satu panggilan masuk berdering seraya menampilkan nama kontak "Rangga Lucknut."

"Gimana tadi?"

Tanpa basa-basi atau ucapan salam, Rangga langsung menodongnya dengan pertanyaan.

"Lo gila? Ngenalin gue sama cewek yang udah punya doi."

Di seberang sana, Rangga terkekeh tanpa dosa. "Mana gue tau kalau Anya punya doi."

"Lo kan satu sekolah, Ga. Ya lo cari informasi dulu kek sebelum comblangin sama gue," gerutu Ringgo.

"Ya gak ada waktu. Lo juga galaunya dadakan banget kek tahu bulat. Ya gue jadi kepikiran kalau Anya bakal cocok sama lo."

"Cocok sih cocok. Tapi bukan cewek orang juga kali, Ga!" celetuk Ringgo lagi.

"Yaudah lah, Bang. Kalau gitu lo tinggal cari yang baru. Gitu aja kok ribet."

Manusia kampret satu itu memang mulutnya minta diberi bon cabe satu kilo. Tidak bisakah menyaring ucapannya terlebih dahulu? Walau baru satu kali bertemu, hati Ringgo seakan mengatakan bahwa Anya adalah cewek yang tepat.

Tapi, dengan gampangnya Rangga melontarkan kalimat laknat itu. Mengartikan perasaannya yang cuma dianggap sepele.

"Hati gue yang ribet," curhat Ringgo.

"Jangan bilang lo naksir beneran, ya?" tuding Rangga dari seberang sana.

Ringgo mendengus sebal mendengar pertanyaan disertai nada menyebalkan—yang dengan mulus masuk ke telinganya. "Enggak!"

"Yaudah kalau enggak naksir, cari aja yang baru. Tapi kalau lo emang naksir sama Anya, ya kejar, bego!" tukas Rangga membuat Ringgo melotot galak, walau sebenarnya tidak akan terlihat oleh Adiknya itu.

"Ini yang jadi Abang siapa sih sebenernya? Mulut lo minta gue santet online ya?" amuk Ringgo.

"Salah gue di mana?"

Ringgo mendecak, memang tidak ada yang salah. Tapi, Adiknya itu berani mengumpatnya.

"Gini deh ... Btw, kalau gue tadi gak salah denger, nama doi Anya itu Arkan, 'kan?"

Ringgo hanya balas dengan gumaman singkat. Sangat malas merespons hal yang tidak penting sama sekali.

"Anggep aja lo sama Arkan itu peserta lomba balap karung."

"Gak ada yang bagusan dikit dari lomba balap karung, apa?" sela Ringgo, sudah dipastikan Rangga akan memasang wajah murung.

"Perumpamaan aja, udah lo gak usah banyak protes."

Ringgo bergumam malas, menunggu ucapan selanjutnya dari Rangga yang seakan siap memberi petuah.

"Jadi anggap aja, lo sama Arkan itu peserta lomba balap karung, sedangkan Anya garis finish. Mungkin Arkan udah ada di pertengahan jalan. Tapi lo bisa kejar keterlambatan itu. Bukan berarti malah stuck di garis start, tanpa adanya tindakan. Itu sama aja lo membiarkan peluang kemenangan buat Arkan." Terdengar Rangga menarik napas panjang, lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Kalau lo ada niatan untuk menang, ya usaha! Mana tau kan lo, kalau misal nanti dipertengahan jalan Arkan keserimpet karung. Dan ya, peluang kemenangan ada di tangan lo."

"Belibet lo!" tukas Ringgo. "Simple-nya, lo mau nyuruh gue untuk rebut Anya dari Arkan, gitu?"

"That's right, my cursed brother."

Ringgo bergeming, memikirkan perkataan Rangga yang ada benarnya juga.

"Semangat untuk merebut pacar orang!" lanjutnya dengan seruan riang.

"Itu bentuk dukungan atau ajaran sesat sih?" tanya Ringgo heran.

"Pikir aja sama lo sendiri. Udahlah gue mau tidur, bye, Mblo!"

Tut. Panggilan diputuskan secara sepihak, membuat Ringgo mendengus kesal.

Pikirannya semakin berkecamuk. Apa pilihan yang tepat? Stuck lalu perlahan kabur, atau maju terus pantang mundur?

Setelah memantapkan pilihan, jari Ringgo bergerak lincah hingga memencet panggilan telepon pada sebuah kontak yang bukan lagi diisi nomor berderet, melainkan nama perempuan yang mungkin perlahan akan menetap di hatinya.

"Hai, Nya! Gue ganggu gak?" sapa Ringgo disertai pertanyaan basa-basi.

"Hm ... enggak, ada apa?"

"Hujan-du," jawab Ringgo.

"Maksudnya?" tanya Anya tak paham.

"Rain-du," jelas Ringgo, dengan senyuman geli yang menghiasi wajahnya. Merasa gombalan itu sangat basi.

Di seberang sana Anya sudah tertawa ringan. "Receh banget, ya."

Ringgo sangat tahu, Anya mengangkat telepon darinya sebagai bentuk ucapan terima kasih karena dirinya yang sempat menjadi tukang ojeg dadakan.

Keduanya saling terdiam, Anya bingung ingin mengatakan apa. Sedangkan Ringgo sibuk memikirkan topik. Memang dirinya bodoh. Kenapa tidak mempersiapkan topik pembicaraan terlebih dahulu sebelum menelepon. Akhirnya jadi begini, kan.

"Ada lagi hal yang penting, Kak?"

Pertanyaan Anya mengartikan bahwa telepon dari Ringgo tak penting. Tapi tak apa. Kadang, Ringgo bukan manusia yang gampang baper, kok. Tergantung sikon saja.

Ringgo bergumam panjang. "Gak ada sih. Btw, lo udah save nomor gue?"

"Udah."

"Gak terpaksa?"

"Kenapa harus terpaksa?" Anya balik bertanya.

"Bisa aja karena masih anggep gue orang asing."

"Kakak tuh friendly banget, jadi gak ada salahnya buat berteman, 'kan?"

Ringgo tersenyum. Miris.

"Hm, oke. Yaudah kalau gitu, sorry kalau gue ganggu. Bye, Nya!"

"Its okay. Bye!"

Setelah sambung telepon terputus, cowok itu melempar asal ponselnya. Kemudian mengubah posisi tubuhnya menjadi telungkup. Berharap segera menerobos alam mimpi yang indah.

🌹🌹🌹

Salam💜,
Ikke.

•••
Bekasi, 17Apr21.

Humoris or Romantis?Where stories live. Discover now