Chapter 11 - Kalajengking Raksasa

591 191 5
                                    

Aku panik setengah mati. Menurut Ega, seharusnya bahaya yang dihadapi oleh kelompok Hugo sudah datang, tapi tidak ada isyarat darurat dari mereka. Kemungkinan besar situasinya terlalu gawat hingga mereka tidak sempat menembakkan mercon, atau mereka belum menghadapinya.

Semoga belum.

Aku menembakkan sejumlah mercon asap merah dan asap biru dengan kurun waktu membentuk pola kode morse. Akan tetapi, tidak ada jaminan Hugo dan yang lain akan paham isyarat asap itu. Aku dan Helen harus pergi menemui mereka.

"Eve, sebaiknya kita membawa senjata." Helen membawa dua buah pisau yang ia ambil dari dapur. Aku mengambil salah satunya dan memasukkannya ke dalam tas berisi mercon.

"Kamu yakin ikut?" tanyaku khawatir. "Mungkin kita akan lari sejauh dua tiga kilometer tanpa henti."

"Aku akan merasa bersalah jika tidak ikut. Lagipula, kekuatan fisik kita semua sudah meningkat. Mungkin aku bisa menyamai staminamu."

Aku mengangguk lalu menoleh pada Ega. "Jika ada teman-teman kami yang datang ke sini, tolong beritahu mereka apa yang terjadi, ya?"

Ega mengangguk pelan.

Aku dan Helen langsung bergegas berlari ke arah hutan dan pergi ke daerah selatan pulau, tempat rawa-rawa. Ini masih musim semi, daerah hutan pulau ini tidak terlalu berbahaya kecuali di musim panas. Kami dapat berlari tanpa khawatir akan mengganggu hewan-hewan.

Aku berhenti di tengah jalan. Sambil meringis menahan sakit di pinggangku, aku memikirkan sesuatu.

Helen ikut berhenti. "Ada apa, Eve? Apa pinggangmu sakit?"

"Pukul pipiku," pintaku tanpa menjawab pertanyaannya.

"Eh? Kenapa?"

"Sudahlah, pukul saja."

Helen berjalan menghampiriku. Dia mengangkat tangan, lalu memukul pipiku keras. Aku mengaduh dan memegangi pipiku.

"Itu sakit sekali, Len."

Helen tertawa kikuk. "M-maaf. Aku memukulnya terlalu keras."

Aku terkekeh. "Tidak masalah. Thanks."

Oke. Sepertinya aku tidak sedang menghayal. Mungkin kejadian ini benar adanya, bukan imajinasiku.

"Ayo, kita harus bergegas."

¤¤¤

Hugo's PoV

Kalajengking raksasa seukuran mobil muncul di hadapan kami. Tanpa ba bi bu lagi kami segera berlari menjauhinya. Ekornya yang panjang dan tajam sangat menyeramkan daripada film horor manapun.

Yang lebih mengejutkan dan menyeramkan lagi, perangkat teka-teki itu ada di ekornya. Menempel di sana.

"Bagaimana kalau kita tembakkan mercon ke arahnya!?" seru Carl sambil berlari.

"Dasar bodoh!" sahut Clara. "Mercon asap seperti itu mana mungkin bisa melukainya!"

"Beraninya kau menyebut kakakmu sendiri bodoh!?" Carl tidak terima.

"Kau memang lebih bodoh dariku! Nilai ujian matematikamu cuma 98! Aku 99!"

"Itu karena aku salah tulis satu angka!"

"Hei! Bisakah kalian diam!?" bentakku. Akhirnya dua bersaudara itu terdiam. "Simpan pertengkaran kalian nanti!"

Kalajengking itu berusaha menyerang kami semua dengan ekornya. Mau tidak mau kami harus berlari sejauh mungkin.

Terdengar suara orang jatuh dan mengaduh. Aku langsung menoleh ke belakang saat mendengarnya. Liana terjatuh dan kakinya berdarah. Uly ikut berhenti untuk membantu Liana berdiri, tapi itu membuat mereka menjadi sasaran empuk kalajengking.

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang