Waktu terus berjalan, memaksaku untuk segera kembali ke permukiman. Sialnya, aku harus menuruni kembali tangga spiral yang baru saja kunaiki beberapa waktu yang lalu.
Aku terjatuh begitu sampai di lantai dasar. Kakiku kelelahan, pegal dan sakit. Aku pun memukul kakiku dan memaksa berdiri.
Di luar sedang hujan salju, membuatku langsung menggigil begitu keluar. Aku berjalan menembus hujan salju yang deras menuju samping menara, letak sekoci yang tadi disebutkan Ayah. Setelah membuang tumpukan salju di atas sekoci, aku pun menurunkannya ke permukaan air dan mencoba menaikinya dengan pelan, tidak rapuh. Kurasa aku bisa menggunakannya.
Aku mendayung menyeberangi tembok melalui ujungnya yang berada di tengah-tengah lautan. Tidak butuh waktu lama agar aku sampai ke seberang, walaupun aku sempat gemetar ketakutan melihat lautan. Aku takut tenggelam lagi.
Aku sudah sampai di sisi lain tembok, pegunungan yang ada di sebelah. Tidak ada lagi hujan salju di sini. Aku pun mengambil rute kembali melalui jalan yang sama dengan yang kulalui saat masih menelusuri pintu masuk ke Wilayah Tak Terjamah.
Saat aku baru saja keluar dari daerah hutan, sebuah parang dilempar dari samping, hampir mengenai kepalaku. Aku sempat menghindar dan langsung mengarahkan belatiku ke arah munculnya parang itu. Siaga.
"Siapa itu!?" teriakku.
Selama beberapa saat aku diam dengan posisi siaga. Orang yang melempar parang itu belum muncul juga.
Tiba-tiba dari arah lain, seorang pria berlari ke arahku. Di kedua tangannya ada gumpalan api yang ia lemparkan padaku, namun api itu langsung padam begitu menyentuh kulitku.
"Apa yang kau lakukan!?" seruku.
Lalu dari arah munculnya parang, seorang pria muncul dan berlari ke arahku. Dia dan orang berkekuatan api tadi menyerangku bersamaan. Beruntungnya, aku bisa menghindar.
Karena mereka manusia, aku tidak bisa sembarangan menebaskan belatiku pada mereka. Pertama-tama, aku harus mencari tahu kenapa mereka menyerangku.
"A-apa aku ada salah sama kalian?"
Kini aku panik. Aku sama sekali tidak pernah melawan manusia di pulau ini. Aku harus berhati-hati agar aku tidak menyentuh mereka dan sebaliknya. Aku harus berlari menghindar.
Kemudian seseorang dengan kecepatan yang luar biasa menerjangku. Gara-gara itu, aku tidak sengaja menyentuhnya. Dia langsung terkapar tidak bergerak dan kepalaku berdenyut lagi diserang rasa sakit. Punggungku pun terasa remuk setelah terpelanting dan menghantam batang pohon.
Aku jadi sedikit membenci pulau ini. Padahal, sebelum aku terjebak ke sini, aku tidak pernah menyerap energi kehidupan siapapun kecuali Ibu dan kucing peliharaanku. Namun sekarang aku sudah membunuh dua manusia di sini, satu di antaranya adalah teman sekelasku sendiri.
Aku memaksa berdiri lalu berlari kabur sebelum pria berkekuatan api dan pria yang melempar parang berhasil menangkapku.
Namun, langkahku terhenti saat aku mencoba lari ke gedung.
"Apa-apaan ...."
Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat di hadapanku sekarang. Puluhan penduduk dari pria, wanita, sampai anak-anak menghadapiku. Mereka membawa berbagai senjata tajam dan menggunakan kekuatan mereka.
Apa salahku pada mereka? Apa yang telah kulakukan pada mereka? Kalau begini, bagaimana caranya aku mencari orang bernama Hypn?
Kenapa mereka semua terlihat ingin membunuhku!?
"H-hei, aku sangat minta maaf! Aku minta maaf atas segala yang kuperbuat!" Aku menjatuhkan belati yang kupegang lalu mengangkat kedua tanganku. "Kumohon, ayo bicarakan ini dengan kepala dingin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Isolated
AdventureKaryawisata yang seharusnya menyenangkan menjadi malapetaka yang mengakibatkan 20 pelajar SMA di bawah umur menghilang tanpa jejak. Eve mendapati dirinya terbangun di sebuah pulau setelah tertidur selama 80 hari. Pulau aneh yang dihuni oleh manusia...