hitam putih

163 25 5
                                    

"Apakah kau baru minum?"

Tidak lagi ada sapaan. Hal ini telah berjalan terlalu lama, lebih lama dari yang keduanya perkirakan. Cukup lama sampai-sampai, tiap kali satu pihak menelepon, yang lain akan langsung menjawab tepat ke intinya.

"Tidak," jawab Taehyung. "I'm sober right now. Tes saja kalau tidak percaya."

Mereka telah berpacaran selama bertahun-tahun. Tidak terlalu banyak tahun, memang, namun cukup lama bagi Yoongi untuk mengenal cara bicara Taehyung yang tengah mabuk dan Taehyung yang dalam keadaan sadar. Ia sudah tahu.

"Tidak perlu," sahut Yoongi pendek. Ia menatap layar laptop-nya, yang menunjukkan lagunya yang setengah jadi, sebelum menekan tombol save dan menutup laptop. "Kencan butamu gagal lagi?"

"Nadamu terdengar mengejek sekali," rengek Taehyung. "Atau mungkin hal itu hanya ilusiku saja. Intonasi sangat mudah disalahartikan melalui telepon."

"Atau mungkin aku benar-benar mengejekmu. Kita berdua tak akan pernah benar-benar tahu."

Taehyung terkekeh kecil. "Aku mendengar suara telapak kaki. Hyung membuat kopi lagi?"

Yoongi membuang sisa kopinya sejak tadi pagi—atau siang? Ia tak ingat—ke wastafel. "Sudah dingin," jawabnya, seakan hal tersebut merupakan alasan yang dapat diterima untuk menjustifikasi kebiasaan buruknya untuk meminum terlalu banyak kopi.

"Kamu tak berubah sedikit pun," bisik Taehyung.

"Old habits die hard, I guess. Tetapi tetap saja, tetap lebih banyak hal yang telah berubah."

"Kau dan aku, misalnya."

"Ya, kau dan aku."

Yoongi mengisi ketel dengan air dan memutar knop kompor, menyeduh air untuk membuat kopi hitam andalannya. Taehyung masih ada di seberang panggilan, meski mereka berdua tak lagi berbicara. Yoongi sendiri juga belum memutuskan sambungan telepon, malah menyetel telepon dalam loudspeaker. Ia dapat mendengar suara nafas Taehyung dan suara-suara ketikan keyboard.

"Bagaimana pembuatan portofoliomu? Lancar?"

"Begitulah."

"Oh."

"Ya, oh."

Hening sekali lagi, sebelum terdengar suara air mendidih yang membuat Yoongi berlari cepat untuk mematikan kompor. Ia menakar asal bubuk kopi dalam gelas hitam favoritnya, menuang air panas secukupnya, lalu mencampurnya dengan air biasa agar tak terlalu panas.

Taehyung kembali memanggil Yoongi saat pria itu tengah menyesap kopinya. "Hyung?"

"Ya, Taehyung?"

"Apakah gelas kesukaanku masih disana?"

Yoongi menoleh ke arah rak-rak gelas. Benar saja, gelas favorit Taehyung—sebuah gelas berwarna putih gading yang pada permukaannya tertempel sebuah stiker Van Gogh yang didapatkan Taehyung dari pembukaan sebuah museum bertahun-tahun yang lalu—duduk manis di ujung kiri rak, tengah mengumpulkan debu karena telah lama tak digunakan. Gelas itu mereka beli pada "masa-masa pendekatan" mereka. Taehyung yang memintanya, dengan embel-embel "Gelas couple tak ada bedanya dengan promo beli satu gratis satu, kenapa tidak membelinya saja untuk menghemat uang?" Lagipula, gelas itu polos-polos saja, tidak ada indikasi sama sekali bahwa dua gelas berbeda warna itu dapat menandakan relasi romantis antara dua insan. Bertahun-tahun kemudian, beberapa bulan setelah mereka mulai pacaran, barulah Yoongi menyadari bahwa ada ukiran setengah hati kecil di ujung gelas itu, ukiran yang hanya akan menjadi hati yang sempurna bila gelas diletakkan berdekatan dengan pasangannya. Saat ia menunjukkannya pada Taehyung, pria itu hanya tertawa, manis sekali.

"Hyung?"

Yoongi membuang pandangannya dari gelas tersebut. "Maaf, aku masih disini," ujarnya. Ia masih memikirkan gelas itu, masih memikirkan senyuman Taehyung dari bertahun-tahun lalu. "Apakah kau menginginkannya?"

Taehyung terdiam, tampaknya tengah berpikir. Atau mungkin, ia sedang menyesali keputusannya untuk menanyakan kabar gelas itu. "Tidak," jawabnya. "Aku hanya... merindukannya. Sedikit. Tolong dijaga baik-baik gelasnya, ya, hyung?"

Yoongi tidak sempat menjawab Taehyung. Dari seberang sana, terdengar pintu bel berbunyi. Taehyung tinggal sendiri semenjak Yoongi pindah dari apartemen yang mereka tinggali berdua. Sebuah suara yang tak ia kenal memanggil nama Taehyung, dengan nada sama yang ia gunakan bertahun-tahun yang lalu. Nada seseorang yang kasmaran. Ia memutus sambungan.

Langkahnya membawanya ke rak-rak gelas. Ia meraih gelas putih itu—lebih mudah baginya untuk memanggil gelas itu "gelas putih" daripada "gelas favorit Taehyung"—mengusap permukaannya, dan menatapnya lamat-lamat. Berdebu, namun terlihat jelas bahwa benda itu amat dicintai oleh pemilik lamanya. Yoongi mencuci gelas itu beberapa menit kemudian.

Ia tidak menangis di wastafel. Sungguh tidak.

Tidak sama sekali.

Yoongi mengelap wajahnya yang basah lalu menghela nafas. Saat kembali, kopi yang ia letakkan di atas meja makan sudah dingin. Laki-laki itu menatap kopinya tak selera dan membuang isinya sekali lagi ke wastafel. Sebuah gelas hitam memandang kepergiannya dari wastafel, sementara pasangannya berdiri jauh darinya di rak-rak pengering.

CIRCLES 、taegiWhere stories live. Discover now