\36\ Titik awal

14.6K 888 20
                                    

Selamat membaca!💊

"ARVIN!" pekik Elina terkejut ketika melihat pria itu yang tiba-tiba jatuh pingsan tepat dihadapannya.

Elina mengedarkan pandangannya mencari orang-orang yang sekiranya dapat membantunya untuk memapah tubuh Arvin masuk kedalam klinik.

"Arvin, bangun Arv... TOLONG" teriak Elina.

Fera yang sedang berada didalam klinikpun segera berlari menghampiri Elina karena takut terjadi sesuatu padanya.

"Ada apa bu?" Tanya Fera dengan nafas tersenggal sehabis berlari.

"Arvin pingsan Fera, tolong bantu saya memapahnya masuk kedalam klinik" pinta Elina sembari menepuk-nepuk pipi Arvin mencoba untuk membangunkannya.

"Yaampun, kok bisa gini sih... tadikan dia baik-baik aja"

"Mungkin ini efek kelamaan berdiri dibawah teriknya matahari"

"Ayo bantu sa-"

"B-bu dokter" suara lirihan itu membuat perkataan yang akan dilontarkan Elina terhenti. Ia menoleh kearah Arvin yang syukurnya kini sudah siuman.

"Syukurlah kamu sudah sadar Arv... ayo masuk kedalam, biar saya dan Fera yang akan membantu. Masih kuat berjalankan?" Tanya Elina.

Arvin mengangguk dan dengan cepat Elina beserta Fera mulai memapahnya menuju klinik. Elina meminta Fera untuk membaringkan Arvin diranjang yang biasa pasiennya tempati.

"Terimakasih Fera" ujar Elina tulus.

"Sama-sama bu, kalau begitu saya keluar dulu mau cari makan" pamit Fera yang diangguki oleh Elina.

"Jangan duduk dulu, saya akan membawa kompresan sebentar" titah Elina karena sempat merasakan tubuh Arvin panas.

"Saya nggak demam bu, pasti ini karena kelamaan berdiri disana-"

"Siapa suruh kamu malah berdiri disana? Sudah tahu cuaca sedang panas begini" ujar Elina galak yang malah membuat Arvin terkekeh.

"Siapa suruh nggak keluar-keluar, sudah tahu saya diiluar" balas Arvin meniru ucapan Elina.

"Ada apa lagi sih? Semuanya kan sudah jelas. Tidak ada yang perlu dibicarain lag-"

"Saya belum merasa puas sebelum bu dokter memaafkan saya dengan tulus" jawabnya kekeuh saat Elina mendudukkan dirinya disisi ranjang.

"Saya sudah tulus memaafkan kamu Arvin-"

"Kalau saya sudah dimaafkan, bu dokter pasti nggak akan menghindar dari saya. Mana pesan dan telepon dari sayapun bu dokter tidak pernah membalasnya sama sekali" potong Arvin.

"Saya sibuk" balas Elina cepat sembari mulai mengompres kening Arvin.

"Bohong, bu dokter diklinikkan hanya siang saja. Jadi malamnya bu dokter free"

Elina terdiam, bingung ingin menjawab apa. Pasalnya apa yang dikatakan oleh Arvin itu memang benar adanya.

Saat tengah melamun, tangannya kini digenggam oleh Arvin yang membuatnya terkejut.

"Saya tahu, bu dokter mencoba menghindar karena titahan dari kakek sayakan?" Tebak Arvin.

"K-kamu... tahu?" Tanya Elina kaget.

"Saya sudah tahu semuanya bu dokter. Kenapa? Kenapa bu dokter malah melakukan apa yang kakek saya perintahkan? Apakah memang bu dokter mau menghukum saya dengan cara seperti ini?"

"Sudahlah, itu semua sudah masalalu. Lagipun saya sudah memaafkanmu jadi untuk apa memberimu hukuman?"

"Saya minta maaf-"

Eh, bu Dokter (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang