Impose: 32

1.1K 162 17
                                    

SENANGNYA BISA UPDATE CERITA INI✨

TIGHTROPE NYUSUL BESOK YA GAN◉‿◉

VOTE DAN KOMEN YA! KISARAN JUGA BOLEH🔥

SELAMAT MEMBACA;

CHAPTER 32: SEPEDA, LANGIT DAN RINDU.

“Rinduku tak tahu arah pulang.”

Cassie.

Sekarang Cassie tahu alasan mereka melakukan ini padanya. Terlebih untuk Grace. Sesungguhnya cewek itu tidak terlalu salah, Grace hanya sedang terjebak dalam kesalahpahaman.

Tapi Cassie masih tidak menyangka Grace melakukan semua ini. Sifatnya kejam. Cewek itu tidak peduli seandainya Cassie melapor pada kepala sekolah atas tindakan beberapa saat lalu. Itu sudah termasuk dalam kasus kekerasan dengan mengatasnamakan pembullyan. Tidak ada yang tahu apa yang di rencanakan Grace setelah ini.

Harusnya Grace mau mendengarkannya dulu. Grace seperti Serly, keduanya bertindak tanpa mau mendengarkan nasehat orang lain. Jika dipikir-pikir wajah mereka juga mirip, hampir.

Cassie menghela nafas lirih. Dia melipat seragam panjang yang menutupi pergelangan tangannya. Ervan membeli seragam yang jauh beda dengan ukuran tubuh Cassie seharusnya, di tambah lagi dengan ukuran lengan panjang. Karena Cassie biasanya memakai yang pendek. Tapi Cassie berterima kasih pada cowok itu. Entah apa jadinya Cassie jika Ervan tidak datang mungkin dia sudah meninggal karena tenggelam.

Jam istirahat kedua ini Cassie pergi ke lapangan basket untuk istirahat. Cassie tidak ingin pergi ke kantin karena di sana pasti banyak orang yang pasti akan mengejeknya lagi. Ervan pergi ke kantin untuk membelikannya makan tentu bukan Cassie yang minta.

“Gue gak akan pernah mau kalau Bono gak nyuruh gue. Tapi setelah dipikir-pikir gak ada salahnya gue jadi baik, terlebih ke elo. Gue juga banyak punya salah sama lo. Ini sih, gue cuma mau jujur aja, dan semoga lo gak tersinggung gara-gara kalimat pertama gue, ok? Karena ke depannya gue bakal tulus tanpa ada kata Bono yang terselip.”

Seperti itu.

Cassie tidak marah. Cassie bersyukur karena Ervan mau melanjutkan kalimatnya saat itu hingga kekecewaan yang tadinya menguap kini sirna begitu saja.

Cassie melirik bola basket di bawah ring. Lapangan ini sepi, tidak ada satupun orang kecuali dirinya. Cassie menghampiri dan mengambil bola, kembali membuat jarak dengan ring.

Dulu itu Cassie suka bermain basket tanpa sepengetahuan keluarganya. Kalau Ayahnya tahu, Ayahnya pasti tidak akan mengizinkan seperti dia melarang Cassie melukis.

Pantulan bola dan semen sangat pelan. Setengah semangat Cassie mendribel bola itu menggunakan satu tangan. Cassie lalu berlari dan sedikit loncat untuk memasukkan bola ke dalam ring. Hasilnya,

Masuk!

Cassie memandang datar itu. Cassie melakukan berulangkali kegiatan tadi berupa mengusir kebosanannya karena Ervan tidak kunjung datang.

“Cassie,”

Cassie menoleh cepat. Sempat tertegun mendapati Erland jalan ke dalam lapangan. Erland memasukkan kedua tangannya di saku celana, menatap Cassie tanpa ekspresi wajah. Datar-datar saja.

Tidak ada jawaban dari Cassie. Cewek berambut hitam panjang itu melempar bola kasar, dia lupa bahwa Erland adalah ketua klub basket.

“Lo gak pa-pa ‘kan?” Pertanyaan Erland menghentikan langkah kaki Cassie.

Last FightWhere stories live. Discover now