30. Sosok itu

155 27 5
                                    

Bastah berjingkat sebab teriakan Nike yang nyaring itu. Ia mematung sesaat ketika sebuah pisau amat tajam berada di sebelahnya, tertancap pada pohon. Pandangannya menajam melihat seorang berjubah hitam bergerak sembari mengacungkan sebilah pedang. Wajahnya tidak nampak sebab tertutupi tudung, hanya bau anyir yang menyelimuti kedatangannya. Posisi mereka hanya berjarak tiga puluh meter.

Bergerak berdasarkan insting, Bastah langsung menyuruh Nike mendekat kepadanya, melalui lirikan mata. Sorot mata Bastah masih tajam, ia tetap berfokus pada sosok yang sedang menghampirinya dengan langkah pelan.

"Periksa apa ada senjata dipakaian mayat-mayat ini!" Bisik Bastah saat Nike tepat berada di sampingnya. "Cepat lakukan! Aku tidak mau mati konyol!" Desisnya saat masih mendapati Nike yang termangu.

Beberapa waktu berlalu dan masih belum ada uluran senjata dari Nike. Lantas ia melirik sekilas kepada sang teman.

"Hai anak muda." Orang itu, dengan suara seraknya menyapa Bastah. "Tidak ku sangka ada yang mendatangi tempat ini lagi setelah banyak yang tewas, padahal kawasan ini sangat berbahaya sebab pernah menjadi medan pertempuran," sambungnya.

Bastah kembali mengalihkan pandangannya. Kini, ia mendapati orang itu tidak hanya mengacungkan pedang. Tapi juga memakai sebuah sarung tangan. Bukan sarung tangan biasa, tapi memiliki besi tajam disetiap sisinya.

"Jangan bilang dia juga petarung jarak dekat," ucap Nike dengan nada bergetar. Wajahnya masih pucat, setengah takut setengah kelaparan.

"Kau mendapatkan senjatanya?" Bastah mengecilkan suaranya saat menanyakan itu.

"Belum." Napas Nike terdengar berderu tidak teratur. "Aku masih mencarinya, sebentar saja!" Pintanya.

Bastah menggigit bibir bawahnya, ia cukup takut jika tidak memegang senjata. Dia bukan seorang petarung. Apalagi yang bisa menaklukan lawan dalam sekali tebasan. Dia hanya petani biasa, hanya bisa melubangi tanah, menanam bibit, menyiram tanaman, dan memanen tanaman. Dia juga hanya seorang pemuda yang biasa membantu Ibunya, memotong sayuran, menyembelih hewan ternak, menjemur pakaian, dan memandikan kuda-kuda mereka. Dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk bertarung, pernah sekali, saat itu dia masih berumur sepuluh tahun. Sama seperti anak biasanya, masa itu adalah masa dimana Bastah masih sangat nakal.

Dia, anak kecil berumur sepuluh tahun itu, menangkap seekor anak ayam dan berakhir bertarung dengan induknya. Walau pada akhirnya dia juga berlindung dibalik pelukan Ibunya karena terkena cakaran ayam.

Kalau bertarung dengan manusia, Bastah tidak pernah melakukannya.

"Kalian tidak tampak seperti seorang yang ahli dalam pertarungan, apa kalian hanya warga biasa?" Suara sosok itu kembali mendominasi malam yang sunyi.

Dengan mengandalkan sisa keberanian, Bastah lantas berkata. "Jangan coba mendekat!" Nada bicaranya setengah berteriak. Langkah kakinya bergerak mundur, tangannya terangkat.

"Ayolah, anak muda, aku tidak berbahaya. Kenapa kalian takut kepadaku?" Sosok itu terus melangkahkan kakinya, mengikis jarak. Saat ini, jarak antara Bastah dan sosok itu tidak lebih dari sepuluh meter. Langkahnya memang pelan, tapi terdengar menggema.

"Apa aku tampak semenyeramkan itu?" Tanya sosok itu dengan santainya. "Santai saja, kalian bukan lawan yang kuinginkan. Kalian jauh dari standar orang yang ingin ku lawan." Tawa sarkas sosok itu sangat keras. Membuat burung-burung mengepakkan sayapnya, bergerombolan meninggalkan tempat tinggal mereka.

SCHOOL SECRET | RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang