π pernyataan π

64 1 0
                                    

Menatap Adi dengan segala kejengkelan akibat terlalu malu dengan apa yang pria itu tunjukkan kepada para siswa siswi berbaju putih biru di lantai tiga.

Kini Angkasa kembali membawa sepuluh kaus. Ketika ia memberikan kaus-kaus itu kepada Adi, pria itu langsung meluncur menawarkan kaus-kaus tersebut kepada adik-adik tingkat mereka.

"Hai, dek, beli kaus kakak, dong. Harganya sepuluh ribu, nih, murah kan? Bahan nya juga bagus, gak tembus"

"Aku mau kak!"

"Aku juga kak!"

"Aku mau yang ini, kak!"

Adi merasa puas, sepuluh kaus itu akan terjual habis sebelum bel istirahat berbunyi. Kini, yang sedang menjalankan jam istirahat adalah para siswa yang duduk di bangku SMP. Setelah mereka masuk, akan berganti jam istirahat untuk siswa SMA. Dengan kata lain, Angkasa dan Adi sengaja bolos mata pelajaran kelas hanya untuk menjual kaus-kaus nya.

Adi tersenyum penuh arti kemenangan, tangannya terus mengibas uang yang ia genggam, lalu ia julurkan hingga tepat di depan wajah milik Angkasa.

Angkasa menepis tangan milik Adi, pria itu tertawa lalu mengalihkan uang itu kepada Angkasa. "Muka ganteng gue emang pembawa rezeki, Sa. Jadi lo jangan suka keheranan gitu muka nya, padahal lo lebih ganteng"

Sekilas Angkasa menatap Adi, pria itu tidak peduli dengan omong kosong yang ia dengar dari mulut teman nya.

Bel istirahat berbunyi, segeralah mereka turun menuju lantai dasar untuk pergi menuju kantin sekolah.

Mereka datang pertama, kantin masih sepi lantaran anak-anak pasti banyak menghabiskan waktu menuruni tangga bersama ramainya orang-orang yang saling balap membalap untuk lebih cepat turun sampai di bawah.

Angkasa dan Adi sudah lebih dulu menyantap makan siang mereka. Kini, kantin mulai di penuhi para siswa pengguna seragam pramuka yang sama seperti mereka.

"Bu, mie ayam gak pake ayam, ya. Kuah nya seperti biasa, pakai sayur juga, ya, bu"

"Saya juga bu, samain kayak Mentari"

"Saya pakai ceker, ya, bu"

Kedua manik mata hitam milik Angkasa seakan sedang menjelajah luas ruang tanpa ujung yang di singgahi banyak planet di luar sana. Kini, yang menjadi daya tarik tanpa kedip itu adalah Mentari, si gadis penuh dengan bisu.

Angkasa ingin gadis itu sedikit banyak bicara, ia ingin merasakan bagaimana rasanya dekat dengan nya.

Kembali ia teringat dengan Daksaㅡpasti pria itu tidak akan pernah bosan bisa terus dekat dan banyak canda di tepi kota.

Kayana, gadis itu menoleh hingga saling tatap dengan Angkasa. Pria itu langsung membuang muka, lalu bertindak seakan tidak terjadi apa-apa.

"Di, perpus, yuk"

"Di sini aja, ada Mentari, tuh"

Angkasa berdecih, lalu pria itu pergi melangkahkan kakinya untuk keluar dari area kantin. Biarlah Adi tidak mengekorinya, lagipula Angkasa merasa muak jika hatinya terus berdebar ketika ia terlanjur melihat dan menatap Mentari.

Sampai di perpustakaan, pria itu menumpuk tiga buku di atas meja belajar. Terakhir, satu buku di biarkan terbuka dan berdiri di depan. Wajahnya ia jatuhkan, lalu matanya ia biarkan menutup dengan perlahan.

Angkasa juga ingin mendapatkan apa yang ia inginkan. Sekali saja.

Kebetulan tentang seseorang, Angkasa harus menolak keinginan hatinya. Dia memang sering merasa ibaㅡkarena ia takut Daksa akan meninggalkan nya.

Toko Buku Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang