π urutan satu, dua π

60 1 0
                                    

"Selamat ya" Angkasa menjulurkan tangannya, tidak lupa juga dengan senyuman yang ia beri gratis tanpa syarat.

"Selamat untuk?"

"Udah jadian, sama bang Daksa"

"Serius, Ri?! Selamat ya" Agam, yang turut hadir karena ada Angkasa di sana.

Kedatangan Agam membuat Angkasa tidak mood merasakan kebahagiaan yang harus ia rasakan dalam turut ikut berbahagia atas kebersamaan Mentari dan Daksa.

Angkasa menatap jengkel kepada Agam, tapi pria itu malah tersenyum manis tanpa dosa.

Andai ia bisa memukul Agam sekarang juga, mungkin sudah ia lakukan. Lagi-lagi, Mentari yang tidak tau apa-apa sudah menyelamatkan Agam dari tinjuan tangan nya.

Kamu selamat, Agam.

"Makasih" Balas Mentari, akhirnya ia julurkan tangannya untuk membalas juluran tangan milik Angkasa. "Kamu kapan?" Gurau Mentari.

Andai Mentari lebih peka akan keadaan, bahwasanya siapa yang ingin pria itu miliki. Andai semuanya masih menutup diri atas semua cerita yang ada, mungkin Angkasa masih mempertahankan sebuah hati yang sangat ia miliki.

Untuk saat ini, semuanya lepas dari ekspektasi yang sempat di rasa menjanjikan. Angkasa yakin, bahwa pernyataan ada banyak cewe di dunia ini, jangan cuma memilih satu orang yang gak pasti bisa di miliki ㅡ merupakan pernyataan dari sebuah kalimat yang mutlak bagi dirinya di posisi seperti sekarang ini.

"Kapan-kapan" Angkasa balas bergurau. Ia tertawa, bersama Mentari, tapi ia tidak suka Agam ikut tertawa karena gurauan nya. Dia adalah seseorang yang tidak pernah Angkasa undang untuk berdiri bersama, apalagi tertawa bersama.

"Amin" Balas Mentari, ikut melanjutkan tawa bersama Angkasa.

Mungkin, hari ini, di sekolah. Rasanya lebih tenang dari hari-hari sebelum nya. Memang wajah pria itu penuh memar, sih, tapi semua orang tau seberapa nakalnya Angkasa bersama kawan-kawan nya.

Perokok, paling berisik ketika berkumpul di kantin, hobinya berkelahi, apalagi dia adalah salah satu dari sekian siswa yang paling sering berkelana di ruangan milik Bu Deviㅡguru bimbingan konseling di sekolah SMA Bintang Negara.

"Angkasa, sebentar lagi masuk, lebih baik kamu kembali ke kelas. Dan, kamu harus rajin belajar untuk kenaikan kelas. Jangan banyak menaruh poin di buku merah, kasihan bunda selalu datang karena di panggil bu Devi" Ungkap Mentari, lalu dirinya masuk ke dalam kelas tanpa ucapan pamitㅡatau setidaknyaㅡsampai nanti.

Agam ikut pergi, ia tau seberapa tidak sukanya Angkasa ketika tau dirinya ikut bergabung bersama mereka.

Kini, Angkasa ikut pergi, tapi ke arah yang berbeda. Langkah kakinya seakan siap untuk tidak menapak lagi, ada banyak angin yang datang dari langit untuk membantunya terbang ke luar semesta.

Angkasa, si pemilik semesta nya sendiri.

Benar-benar Angkasa lakukan apa yang Mentari ucapkan. Ketika wali kelas datang membagikan nomor ujian serta memerintahkan untuk segera membersihkan kelas, ia melakukan semua itu dengan hati berbunga.

Setelah pulang sekolah, ia bersama dengan honda gelatik nya melaju pelan menikmati pemandangan sekitar jalanan.

Hati nya benar-benar sudah bermekaran, tak lupa juga senyum nya yang terus mengembang dari ia pulang sekolah sampai di rumah.

Membersihkan diri lalu berganti baju rumahan, pria itu siap membuka dua buku yang berbeda pengetahuan. Yang pertama bahasa Indonesia, lalu yang kedua fisika.

Mentari bilang, ia harus rajin belajar untuk ujian kenaikan kelas nya. Mengingat berapa jumlah yang telah ia tabung di atas kertas bertinta merah, di dalam sebuah buku merah yang hanya memiliki satu tuan itu membuatnya yakin, bahwa dirinya tidak akan pernah naik kelas jika nilainya pun ikut bermasalah.

Toko Buku Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang