Bersama ibu lebih baik

66 31 81
                                    

Sekarang aku merasakan apa yang anak broken home rasakan. Sakit yang tidak bisa di jelaskan dengan kata - kata.

...

Brak!

"Cepat tanda tangani surat ini sekarang juga!"

Sekali lagi, aku dan adikku-Rico, mendengar gebrakan meja dan teriakan ayah yang sangat nyaring meneriaki ibuku.

Aku tidak tahu kenapa keluargaku menjadi seperti sekarang ini. Aku semakin mengeratkan pelukanku pada Rico. Menahan Isak tangis yang ingin keluar begitu saja. Rasanya sangat sakit melihat keluargaku seperti ini. Menyedihkan.

Teriakan dan juga gebrakan meja sahut menyahut di dalam ruangan itu. Aku semakin terisak di dalam kamar. Bahkan tamparan yang ayah berikan pada ibuku saja bisa aku dengar dari sini.

Aku belum pernah melihat ayah bermain fisik pada ibu. Apa karena wanita yang ayah bawa sekarang menjadi alasan kekerasan fisik itu? apa ayah ingin menduakan ibu? lantas aku dan Rico bagaimana? tidak kah ayah memikir kan masa depan kita? harus kah begini?.

Aku tahu, wanita yang ayah bawa sekarang jauh lebih cantik dari ibu. Wajahnya, pakainya jauh di atas ibu. Satu pertanyaan ku, apakah dia bisa menyayangi kita seperti ibu menyanyangi kita? apakah dia bisa melayani ayah seperti ibu yang sangat sabar? seperti ibu yang selalu mendahulukan kebutuhan ayah? apakah bisa ayah?.

Walau pun ibu tidak pandai ber make up, tapi ibu selalu tahu apa yang kita inginkan dan butuhkan. Apa yang ayah rasakan sekarang ketika dekat dengan ibu? apakah rasa cinta ayah kepada ibu sudah berkurang?.

Sea Rezita namanya, model di perusahaan ayah. Kalian tahu bukan kalo model bodynya goals. Mungkin ayah terpesona akan itu.

"Aku sudah menandatanganinya."

Samara-samar aku mendengar suara ibu yang serak khas seperti orang yang sedang menahan tangis, parau.

"Ya baguslah, kenapa tidak dari tadi! Membuang - buang waktuku saja."

Itu ucapan ayah yang sangat terdengar jelas karena suaranya yang lebih tinggi dari suara ibu yang sebelumnya.

Aku semakin mempererat pelukan ku pada tubuh Rico. Aku membawanya kedalam pelukanku. Membuka pintu kamar dan melihat tiga orang di depan sana.

Rico baru berumur tujuh tahun. Aku mengkhawatirkan masa kanak - kanak Rico setelah ini. Tanpa kasih sayang orang tua yang lengkap. Tidak ada antar jemput saat sekolah. Padahal tahun ini dia akan ibu masukan kesekolah Dasar tapi takdir berkata lain.

Pandanganku tak luput dari dua orang yang sedang menuju ke arahku dengan lengan kiri ayah yang diapit oleh kedua lengan milik Sea.

"Kalian mau ikut dengan ayah?"

Dengarkanlah, nada suaranya saja seperti ingin mengajak berantem. Tidak ada lembut - lembutnya sama sekali. Menyebalkan.

Aku tidak tahu cara ayah berpikir itu bagaimana. Aku melirik kearah pintu kamar ibu yang dibuka. Menampilkan sebuah tas yang tidak terlalu besar.

Sakit rasanya melihat ibuku menangis begitu dalam. Lantas aku mengalihkan arah pandang ku kearah ayah.

"Tidak ayah, kami akan ikut bersama ibu."

"Baguslah tidak merepotkan."

Ingin marah, tapi tidak bisa. Bukan kah memendam kesedihan dan amarah bisa membuat kita stress? aku mengkhawatirkan keadaan ibuku saat ini.

"Kurasa bersama ibu lebih baik."

"Terserah kamu saja, ini uang untukmu." ayah memberikan amplop berwarna coklat sedikit agak tebal di hadapanku.

When It RainsWhere stories live. Discover now