Perhatian Kecil

36 23 189
                                    

Sikap yang berlebihan dan perhatian yang tidak secara langsung kamu berikan membuat harapan kecil tumbuh di dalam hati.

...

"Sifa omaygod kenapa Lo gak bilang kalo Miro sama Mero itu anaknya pemilik yayasan ini heh." heboh Rici kakinya dia hentak - hentakan dengan wajah terkejut.

"Emang kenapa?" Sifa menutup novel yang sedang dia baca memfokuskan dirinya mendengarkan apa yang akan Rici omongkan selanjutnya.

"Masa hari pertama sekolah Miro mau ngeluarin siswi yang bilang bahwa gue open bo kan gak banget. Gue tau dari situ bahwa dia bilang kalo bokapnya yang punya ini sekolahan."

"Emang bener, Lo open bo 'kan?" sahut seseorang dari arah belakang. Rici dan Sifa sontak menengok ke arah belakang dimana disana sudah ada Dela dan Pita tanpa Leta. Ntah mungkin belum Dateng atau bagimana.

"Orang miskin 'kan yang di cari duit. Yang gampang - gampang aja contohnya cuma modal tubuh." kekeh Pita menatap rendah Rici.

"Gue banyak tuh kenalan cowok." sahut Dela menyeringai iblis.

Rici berdiri menampilkan senyuman manis yang dia punya.

"Gimana yah, walaupun bokap sama nyokap gue cerai tapi mulut gue masih bisa di didik dengan benar. Jadi gak sia - sia juga gue di sekolahin selama ini karena dalam pelajaran juga gak ada yang namanya 'cara belajar merendahkan atau memfitnah tanpa adanya bukti ke orang lain'."

Dengan santainya Rici berbicara seperti itu tidak tahu saja jika Sifa sudah menelpon Miro yang sekarang sedang mendengarkannya di sebrang sana.

Pita mengepalkan tanganya dia tersulut emosi atau memang tersinggung.

"Lo kalo punya mulut tuh di jaga ya!" Pita menunjuk - nunjuk Rici yang sedang tertawa renyah.

"Harusnya gue yang bilang gitu sama Lo Pit. Lo kaya, Lo punya orang tua lengkap, harusnya mulut lo yang lebih sopan dari pada si miskin ini."

Sifa berdehem mendapat tatapan tajam dari Dela. "Gak usah ikut - ikutan Lo." Ketus Dela. Sifa memutar bola matanya malas.

"Ada juga elo yang miskin itu di bawah yang kaya bukanya nyolot - nyolot gak jelas." teriak Pita.

"Omongan yang kaya gini nih yang gak bakal bisa maju. Dimana - mana yang berprestasi di atas bukan yang kaya di atas, yang miskin dibawah, bukan gitu konsepnya sayang." dengus Rici.

Baru tahu bahwa sikap asli Pita dan Dela seperti ini. Pita ini seorang model tidak terkenal juga sih dan Dela ntah sejak kapan bisa gila hormat seperti ini. Kalo Leta sih fine - fine aja dia mah masih polos ya cuma sedikit terpengaruhi oleh mereka berdua bahkan Rici saja pernah terkena bumbu - bumbu seperti ini.

"Songong Lo ya sekarang!"

"Siapa Lo? Presiden? Bahkan gue juga berani sama presiden kalo dianya salah. Yang salah 'kan harus di tegur masa gitu aja gak ta-"

Brak.

"Miro." gumam Pita.

Sambungan langsung di putus oleh Sifa ketika Miro berjalan ke arah mejanya ah lebih tepatnya ke arah Rici. Ntah ini sekedar reputasi asisten atau memang ada masalah hati.

"Lo balik kapan Al?" tanya Pita menggandeng sebelah tangan kiri Miro.

"Pita." panggil Miro dengan suara rendah membiarkan Pita menggandeng tanganya untuk saat ini. Seperti biasa tatapanya datar dimana pun dia berada kecuali ketika bersama family dan Sifa.

"Jangan bikin masalah di sekolah bokap gue." ujar Miro melepaskan begitu saja gandengan dari Pita.

Ketika di Amerika, Miro bertemu dengan Pita waktu itu  Miro di paksa ikut oleh Bardolf untuk menemui klien yang bukan lain adalah ayah Pita. Mereka dekat ah bukan dekat tapi hanya pita saja yang merasa dekat sedangkan Miro tidak.

"Gue gak bikin masalah Al cuma bikin perhitungan aja sama si miskin."

"Gue bakal bilang sama bokap gue buat putusin kontrak kerja sama bokap Lo sama bokap gue biar Lo juga jatuh miskin, kalo Lo gangguin si miskin ini lagi."

"What." pekik Pita menggeleng - gelengkan kepalanya tak percaya apa yang Miro bicarakan padanya.

"Dia mau bela gue apa mau nyindir gue sih Sif pake bilang si miskin lagi." dumel Rici yang di balas naik turun kedua bahu Sifa.

"Bang Miro perhatian sama Lo. Gue harus iklas kalo perhatian Bang Miro di bagi dua sama Lo, dengan terpaksa." gumam Sifa yang masih bisa di dengar oleh Rici yang menatapnya bingung.

"Seriosly Lo mau bilang ke bokap Lo gitu Al?" dengan raut khawatirnya Pita menatap Miro tak menyangka.

"Lo mau belain kasta rendahan hm" Dela menimpali obrolan Pita dan Miro. Niatnya ingin lebih menyakiti hati Rici tapi Dela tau Rici tak akan pernah mendengar kan omongan - omongan yang menurutnya tak bermutu itu.

"Di dunia ini gak ada orang yang di anggap rendah kecuali mengatai orang lain rendah hanya untuk bisa di hormati." tegas Rici.

"Sekali lagi kalian ngomong gue laporin ke guru BK dengan kasus pembullyan."

Pita dan Dela menatap Rici tajam seakan - akan mengatakan 'Awas aja, nanti gue bales' tidak lain tidak bukan seperti itu.

"Lo mau ngebela gue atau ngehina gue si Miro." kesal Rici ketika Pita dan Dela meninggalkan kelas. Ingin rasanya Rici mencabik - cabik mulut mereka termasuk Miro yang tidak ada filternya.

"Kedengerannya apa?" Miro menaikan satu alisnya. Menarik kursi yang ada di samping meja Rici untuk dia duduki di samping Rici.

Rici mendengus mendaratkan bokongnya di kursi melirik Miro sekilas yang masih saja menatapnya. Cukup lama Miro hanya menatap wajah Rici dari samping tanpa niat bicara apa pun.

"Jangan lupa tugas Lo" kata Miro sebelum beranjak keluar kelas Rici.

"Btw Lo kerja apa?" tanya Sifa.

"Asisten pribadi Miro."

Sifa menatap Rici bingung tapi ah ya sudahlah jarang - jarang juga Miro dekat dengan perempuan selain Sifa dan keluarga bahkan dengan saudara perempuanya pun Miro masih cuek dan datar.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

Sifa mengetuk - ngetik tutup pulpen di atas meja memikirkan apa yang harus dia gali lagi tentang Rici.

"Tugasnya apa aja."

"Salah satunya bangunin Miro. Dia itu bener - bener kebo banget gue suruh bangun nggak bangun - bangun."

"Bisanya bangun pake cara apa?"

"Gue gelitikin pingganya. Katanya Miro bakal bangun kalo di gelitikin yaudah gue ikutin aja saranya eh ternyata top cer banget, ampuh dia langsung bangun." kekeh Rici.

"Muka bantalnya ganteng 'kan?" pancing Sifa. Rici mengangguk masih dengan kekehanya ketika mengingat kembali wajah tampan Miro sebelum mengatakan 'iya' pada Sifa yang sedang tersenyum penuh arti.

Seperti terhipnotis, Rici tidak sadar berkata 'iya' pada Sifa atas pertanyaan yang berbobot itu.

"Mau cara yang lebih ampuh gak?" tanya Sifa membuat Rici penasaran.

"Soalnya mommy kalo bangunin bang Miro pake cara itu langsung ampuh pake banget."

"Apa?"

"Cium."

...

When It RainsHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin