Miro, Mero, dan Sifa

22 16 19
                                    

Seperti air yang mendidih. Ntah rasa apa ini, tapi aku seperti menginginkan dirimu disisi ku.

...

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dua menit yang lalu. Rici sedang menunggu Sifa mengambil sesuatu di dalam lokernya.

"Ngapain?" tanya Sifa datar.

"Nungguin lo, lama banget sih lagi ngapain?" Rici berusaha mengintip di dalam loker milik Sifa dengan gesit Sifa menutupi dengan tubuh tingginya.

"Tadi sombong sekarang pelit." cibir Rici mengerucutkan bibirnya kedepan.

"Eh tungguin." Sifa meninggalkan Rici begitu saja. Selama di perjalanan menuju are parkiran, Rici selalu saja berceloteh yang dianggap angin lalu oleh Sifa.

"Lo naik apa?" tanya Sifa.

"Naik motor." jawab Rici.

"Terus ngapain ngikutin gue?" Rici melihat sekelilingnya.

"Astaga gue harus puter balik dong ngambil motor. Jam berapa sekarang Sif?"

"Jam satu." kata Sifa setelah melihat arloji di pergelangan tanganya.

"Huh. Untung masih jam satu. Gue tinggal ya mau nyari pekerjaan bababay Sifa sombong."

"Rici." panggil Sifa ketika Rici baru lima langkah dari dirinya.

"Gue ada pekerjaan. Ikutin mobil gue." kata Sifa seraya dirinya memasuki mobil biru muda yang sudah dibukakan oleh supir.

"Eh Sifa tungguin gue ngambil motor dulu, Sifa...." heboh Rici.

...

Rici dan Sifa berada di depan gerbang pagar mewah yang berkilau. Seperti tidak asing Rici sedikit berjalan beberapa langkah kesamping dah yah disana terlihat rumah Rici yang sederhana.

"Sifa itu rumah gue, Lo mau main ke sana?" seru Rici seraya jari telunjuknya menunjuk rumah di samping pagar mewah Yang berkilau ini.

Sifa mengerutkan keningnya lalu berjalan ke arah Rici. "Itu rumah Lo?" tanya balik Sifa yang di jawab anggukan kepala oleh Rici dengan senyum manis terpatri di kedua pipinya.

"Gimana? Mau main?"

"Nggak." jawab Sifa kembali dengan wajah datarnya. "Rici ikutin gue!" Sifa berjalan lebih dulu kedalam halaman rumah mewah itu. Rumah yang bernuansa cream dan vanila itu benar - benar sangat manis di mata Rici.

"Sifa ini rumah siapa?"

"Bang Mero!" teriak Sifa mengabaikan pertanyaan Rici barusan. Sifa langsung berhambur kepelukan Mero bahkan sampai Mero menggendong Sifa ala koala.

"Astaga ternyata cewe datar itu punya pacar juga." gumam Rici menggeleng - gelengkan kepalanya tapi kakinya tetap berjalan ke arah Sifa yang sedang mendusel - duselkan wajahnya di ceruk leher Mero - Mero itu.

"Honey gak boleh lari - lari gitu." Mero mengecup kening Sifa setelah mengucapkan kalimat itu.

"Sifa kangen bang habisnya Abang gak pernah ke rumah Sifa seminggu ini."

"Abang habis jemput bang Miro, dia mau pindah sekolah sama Abang."

"Abang sama bang Miro pindah aja ke sekolah Sifa biar Sifa gak dijulikin Ice Girl lagi. Sifa males tau gak ada temen yang tulus dari hati."

"Satu pun gak ada?" tanya Mero lalu Sifa menggelengkan kepalanya di ceruk leher Mero.

Sifa menegakan kepalanya meminta diturunkan. "Oh iya bang Sifa bawa temen namanya Rici." Rici menanggapinya dengan senyum canggung. Mero hanya menatapnya sekilas sebelum sebelah tangan kirinya merengkuh pinggang Sifa possesive.

"Katanya gak punya temen hm." Sifa terkekeh.

Cup.

Sifa main nyosor - nyosor aja nyium cowo udah kaya bebek berenang bunyinya koek - koek. _batin Rici.

"Ini baru mau di seleksi bang."

"Terus kenapa di bawa kesini honey." tangan Mero mengusap halus permukaan pipi Sifa.

"Mama sama papanya habis cerai bang terus dia juga habis ngerasain di bully sama mantan sahabatnya. Terus mantan sahabatnya nyuruh Sifa buat duduk sama dia."

"Sifa kalo Lo emang ngerasa keberatan duduk sama gue it's oke besok gue bakal duduk di belakang. Juga kalo Lo gak mau nyariin gue pekerjaan gue bisa pulang sekarang buat nyari peker--"

"Nah gitu bang, gimana?" Sifa mengabaikan Rici yang bermuka masam karena kesal menjadi kambing conge oleh dua remaja yang sedang kasmara ini.

"Apanya honey"

Sifa menengok ke arah Rici dan mengedipkan sebelah matanya. "Bang Mero 'kan punya kebun buah nah gimana kalo temen Sifa bantu - bantu juga tapi setelah pulang sekolah sampe jam lima aja gimana?" Mero menatap Sifa penuh arti. Sebuah smirk muncul di bibir ablenya itu.

"Ih Abang gak usah ngode jadinya gimana? Kasian tau." Sifa mengerucutkan bibirnya membuat Mero gemas ingin melahap ranum merah menggoda alami itu.

Kasian hati gue Sif, jomblo. Gak usah kasmara di depan mblo ngapa Sif. _ gerut Rici di dalam hati.

"Dimana - mana bayaranya dulu honey." Sifa mengulum bibirnya sebelum mengecup sekilas bibir Mero.

"Udah, jadi gimana bang?"

"Tanya sama bang Miro sana." titah Mero lidahnya membasahi kedua bibirnya setelah itu mengulum bibir ablenya sendiri karena masih ada rasa manis setelah kecupan singkat yang di berikan Sifa tadi.

"Mommy sama daddy kemana?"

"Kamu 'kan tau honey mommy sama daddy gak pernah lama di rumah paling lama juga dua minggu." dengus Mero.

"Kalian berdua kalo mau pacaran gak usah ngajak - ngajak gue dengan embel - embel pekerjaan oke. Gue juga cape kalo terus berdiri jadi nyamuk gini mana gak ada yang megangin gue lagi." Rici menendang batu kerikil dengan cukup keras.

Tak.

"Astaga." pekik Rici ketika tendanganya mulus sekali mengenai seorang lelaki bertubuh tinggi di dekat pinta utama tepat mengenai jidatnya.

"Bang Miro." pekik Sifa langsung melepas rengkuhan Mero dan berlari menuju Miro.

"Bang Miro gak papa?" Miro tersenyum hangat tanganya mengusap jidat yang sedikit menonjol.

"Bukan luka yang serius Sifa, liat tuh Mero mukanya nahan cemburu." Miro menunjuk Mero dengan dagunya.

"Sayang sini." Sifa memanggil Merk dengan sebutan sayang supaya tidak marah atas perilaku Sifa barusan.

"Rici sini." Rici yang dipanggil merisingis menahan malu akan kecelakaan kecil tadi.

"Ini Rici bang temen Sifa yang buat jidat abang benjol." kekeh Sifa yang kembali direngkuh pinggang rampingnya oleh Mero.

Miro menatap datar nan dingin pada Rici menelisik dari atas sampai bawah. Tatapan Miro beralih menatap Sifa yang sedang di rengkuh oleh Mero dengan possesive nya.

"Ngapain bawa orang lain Sifa?" tanya Miro aura khas Miro yang dingin tak tersentuh itu keluar begitu saja sama seperti aura Mero ketika marah dengan Sifa.

Mero yang tahu jika Sifa takut menghela nafasnya pelan.

"Dia nyari pekerjaan bang."

"Gue gak buka lowongan." ketus Miro menatap tajam Rici yang saat ini tengah bingung dan takut menjadi satu.

"Dia temen Sifa bang katanya mau di seleksi dulu. Kasian gak punya temen nanti gue juga mau daftarin Lo ke sekolah Sifa sekalian gue pindah juga." Miro menghela nafasnya kasar.

"Anak - anak Sven juga mau kumpul kaya dulu katanya." lanjut Mero menyugar rambutnya kebelakang.

"Jadi di terima 'kan bang?" cicit Sifa.

...

When It RainsWhere stories live. Discover now