20 | Where Are We Going?

723 251 59
                                    

"Kau seperti bukan Tadashi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau seperti bukan Tadashi." Robert terkekeh dari seberang telepon. "Siapa kau? Dan apa yang kau lakukan pada Tadashi?"

"Hey, hey. It's me!" Tadashi balas terkekeh. Pemuda berambut sewarna langit malam itu berbaring di ranjang dengan AirPods di kedua telinganya. Ia menggunakan kedua tangan sebagai bantal, atensinya tertuju pada langit-langit kamar. Terkadang, ia memainkan dream catcher pemberian sang kakek yang digantung di bedhead.

Hari sudah larut, penghuni Kota New York sudah berhenti beraktivitas dan kembali ke kediaman masing-masing, beristirahat dan menjernihkan pikiran untuk kembali bekerja atau belajar esok hari, begitu pula dengan Tadashi dan Robert yang kini berada di kamar masing-masing dan mengobrol lewat telepon.

"Aku serius. Kau ... terdengar sangat bersemangat! Berbeda sekali dengan Tadashi yang kutemui kemarin di sekolah," ucap Robert, "padahal kau bilang sedang berpuasa."

"Aku bertemu Evelyn di Central Park sore ini." Tadashi mulai bercerita. "Kami mengobrol banyak hal. Ia menyarankanku untuk mengambil Jurusan Seni, tetapi kau tahu sendiri aku tidak mau menjadikan hobiku sebagai profesi."

"Yeah, lalu?"

"Aku menceritakan alasannya. Namun, perkataan Evelyn menyadarkanku akan satu hal. Merasa bosan ketika melakukan hal yang kita cintai akan lebih baik jika dibandingkan dengan terus-terusan melakukan hal yang tidak kita cintai."

"Ya, perkataan Evelyn ada benarnya."

"Rupanya selama ini aku sudah menemukan hal yang kusukai dan dapat dijadikan profesi. Mungkin sebelumnya aku masih ragu soal ini. Namun, itu akan lebih baik jika dibandingkan dengan berkuliah di jurusan yang tidak kita minati sama sekali, 'kan?"

"Kau benar." Robert mengangguk sambil melipat kedua tangan di dada.

"Dan aku tidak percaya kau membicarakanku di belakang! Bersama Evelyn? Kau bilang aku sudah menyukainya sejak freshman year? Lalu, kau memberitahunya apa rasa es krim favoritku?" sungut Tadashi.

"Hei, hei, aku tidak punya pilihan lain! Ia bertanya dan aku tidak mungkin memberinya jawaban bohong, 'kan?" Robert terkekeh. "Lagi pula ... hubunganmu dengannya sudah membaik. Kau seharusnya berterima kasih padaku!"

Tadashi mendengkus pelan. "Yeah, thanks to you."

"Well, I'm so proud of you, Buddy. Selama ini kau selalu terombang-ambing, tidak bisa menentukan apa yang harus kau lakukan dalam hidupmu. Seringkali kau juga terjebak dengan standar kesuksesan orang lain. Maksudku, ya, Evelyn bisa saja sukses karena berkuliah di jurusan Hukum. Tapi kau? Tidak ada yang bisa menjamin kau akan sukses juga di jurusan Hukum. Mungkin berkuliah di jurusan Seni adalah pilihan yang tepat untukmu?"

Tadashi mendesah pelan. "I know, I know. Aku hanya takut akan membenci hobi menggambarku, seperti Dad membenci kegiatan menyusun puzzle bersamaku. Itu sebabnya aku ingin mencari hal lain yang bisa dijadikan profesi."

Dream Walker [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang