49 | The Red Eyes [Part 4]

369 112 42
                                    

"Sekarang, bisakah kau berhenti menyeringai? Kau membuatku terlihat seperti super villain atau psikopat," keluh Tadashi pada Takeshi di atas permukaan air

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekarang, bisakah kau berhenti menyeringai? Kau membuatku terlihat seperti super villain atau psikopat," keluh Tadashi pada Takeshi di atas permukaan air.

"Whatever," balas Takeshi cuek. Kini, Tadashi melihat sepasang mata merah pemuda itu meredup. Raut wajahnya kembali serius ketika senyumannya hilang.

"Oke, sekarang bagaimana caraku menemukan Grandpa?" tanya Tadashi.

"Sekarang, indramu sudah lebih tajam. Kau yang lebih tahu kakekmu seperti apa. Aromanya, auranya, seperti apa gelombang sihirnya, segalanya. Tutuplah matamu dan temukan Dakota!" terang Takeshi.

"Can I do that?" tanya Tadashi lagi.

"Kakekmu bisa merasakan sihir milik orang lain dari kejauhan. Kalau begitu, yah, kau juga pasti bisa." Takeshi menyeringai lagi sambil mengedikkan bahu. Tadashi merasa kembarannya itu sedang bersarkasme.

Tadashi mendongak sambil mendesah pelan. Pemuda itu menyisir sekitar. Sejauh mata memandang, hanya ada kegelapan dan genangan air. Sumber cahaya yang dapat ia lihat hanyalah bulan purnama di atas kepalanya. Berjalan tanpa arah pun tidak akan ada gunanya. Kemudian pemuda itu memejamkan mata, berusaha mengingat seperti apa aura sang kakek, tetapi hasilnya nihil. Tadashi mencoba kembali. Kali ini, ia berusaha mendeteksi energi sihir apa pun di sekitarnya.

"I can't do this!" Lagi-lagi, Tadashi tidak menemukan apa pun. Ia membuka mata dan kembali menunduk untuk berbicara dengan Takeshi. "Kekuatanku tidak sebesar itu. Aku tidak tahu di mana Grandpa berada."

"Tidak, tidak, bukan karena kekuatanmu. Memang tidak ada siapa pun di sini." Takeshi di permukaan air berkacak pinggang sambil mengusap dagu. "Keluarlah dari mimpimu dan pergilah ke mimpi Dakota!"

"Aku sudah mencobanya, tetapi seperti ada tembok besar yang menghalangiku."

"Kalau begitu, kakekmu sedang tidak bermimpi," jawab Takeshi.

Mulai merasa sedikit gusar, Tadashi menjatuhkan bokongnya di atas kursi malas. Ia mengacak-acak rambut hitamnya, lalu mengusap wajah. Setelah itu, ia merunduk untuk melihat bayangan Takeshi di antara kedua kakinya yang berpijak di dalam air.

"Apa-apaan wajahmu itu? Kau mau menyerah begitu saja?" ejek Takeshi.

"Diam!" Tadashi kesal. Ia menginjak bayangannya sendiri. Riak dan gelombang membuat wajahnya–yang sebenarnya adalah Takeshi–terdistorsi di permukaan air.

"Hey, chill out!" Takeshi terkekeh. "Kau bilang kakekmu tertidur, tetapi kau tidak bisa masuk ke alam mimpinya. Mungkin kakekmu dibawa ke dalam mimpi orang lain? Kau harus mencari tahu siapa yang membawanya!"

"Akando, obviously."

"Kau ingat seperti apa dia? Sosoknya? Auranya? Gelombang sihirnya?"

"Aku tidak terlalu mengingatnya." Tadashi menggaruk tengkuknya. "Kami bertemu berbulan-bulan lalu, ketika ia berusaha mencuri kemampuan dream walking-ku."

Dream Walker [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang