CHAPTER 18

28 16 15
                                    

“Nggak usah senyum-senyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Nggak usah senyum-senyum.”

Mendapati Kristina sedang senyum-senyum genit membuat Arya mencibir disertai putaran mata jengah. Alih-alih menyingkirkan senyumnya, si gadis malah melebarkannya hingga netranya nyaris tenggelam.

“Gue bilang nggak usah senyum-senyum.”

“Aku seneeeeng banget bisa ngehabisin waktu berdua bareng Kak Arya,” kata Kristina, nada bicaranya mengusik Arya. “Ya, walaupun kita berduaan dalam situasi yang nggak tepat, tapi aku tetep seneng. Em, Kak Arya sendiri gimana?”

Kristina memasukkan alat pel ke dalam ember, lalu memerasnya sedikit agar lantai yang dibersihkan tidak terlampau basah nantinya. Sementara itu, Arya menyibukkan diri dengan menyingkirkan daun-daun kering yang jatuh ke kolam renang menggunakan leaf skimmer seolah tidak berminat merespons.

“Ih, Kak Arya kok diem aja, sih. Aku ngomong sendiri, kan, jadinya.” Masih tidak ada respons dari lawan bicara, Kristina menghampiri seraya mengentakkan kaki sebal. “Kak Arya!”

Mata Arya kembali berputar jengah saat menangkap Kristina mengembungkan kedua pipi sembari berkedip berkali-kali.

“Ih, Kak Arya belum jawab pertanyaan aku,” rajuk Kristina. Arya hanya menaikkan sebelah alis karena tidak tahu apa yang gadis centil itu tanyakan. “Kak Arya seneng juga nggak berduaan sama aku?”

Mulutnya sudah setengah mangap ingin menjawab, tetapi tidak jadi karena gadis itu memotong. “Hop!” Telapak tangan Kristina dilebarkan dan diarahkan ke Arya. “Kak Arya nggak usah jawab. Aku udah tahu kok Kak Arya mau jawab apa—”

Arya membuang muka, kembali menyibukkan diri dengan aktivitasnya. Yang dia inginkan sekarang adalah bisa terlepas dari gadis seperti Kristina karena kepalanya mendadak pusing. Mungkin, hal ini terjadi karena Arya belum minum obat, dan hari ini adalah jadwal di mana dia harus mengambil obat di rumah sakit.

“Kak Arya pasti ngerasain hal yang sama sekarang. Maksud aku, Kak Arya pasti seneng karena bisa berduaan sama cewek cantik, baik hati, dan nggak sombong kayak aku.” Kristina mengoceh sembari menggosok pinggir kolam dengan alat pelnya. “Iya, kan? Iyalah. Masa enggak.”

Arya mendesis pelan, sedikit kesal. Awalnya, kepalanya sedikit pusing, tetapi kondisinya semakin tidak keruan karena ocehan Kristina. Dengan sedikit geram, pemuda itu melontarkan kalimat sebagai respons, “Bisa diem, nggak?!”

Arya benar-benar mencurahkan emosi pada Kristina dengan menaikkan nada bicaranya. Kristina menyimpulkan kalau Arya terbawa emosi karena hukuman yang dijalani bermula dari dirinya. Andai Kristina tidak menghampiri Arya, mungkin hukuman ini tidak akan pernah terjadi. Wajahnya mendadak murung. Kristina sadar akan kesalahannya.

“Kak Arya marah, ya, sama aku? Iya, deh, iya, aku ngaku kalau aku salah. Aku ngaku kalau gara-gara aku, Kak Arya jadi dihukum kayak gini,” kata Kristina, disusul kalimat lain yang terdengar tulus, “Maafin aku, ya, Kak.”

Arya tidak menyahut, dia sibuk membersihkan kolam renang. Kepala pening membuatnya ingin pulang dan segera beristirahat. Arya tidak ingin penyakitnya kembali kambuh, yang lantas membuatnya terbaring di brankar rumah sakit berhari-hari.

“Kak Arya nggak mau maafin aku, ya?” Kembali bertanya karena Arya tidak acuh. Gadis itu mengatupkan tangan di depan dada, terbukti bahwa maafnya setulus itu. “Please, maafin aku, Kak. Jangan buat aku ngerasa nggak enakan kayak ini.”

“Udah gue maafin,” sahut Arya dingin.

Kristina menggeleng. “Kak Arya nggak bener-bener maafin aku, kan?” Arya yang bergeming membuat Kristina meyakini tebakannya. “Tuh, kan, Kak Arya diam aja,” tudingnya. “Artinya, Kak Arya belum maafin aku. Tuh, kan, bener, Kak Arya belum maafin aku!”

Arya menarik napas panjang. Tidak ada setitik niat mengindahkan Kristina yang semakin cerewet alih-alih kicep. Pemuda itu memijat pelipis yang berdenyut. Tanpa disadari, rasa pening itu memucatkan wajahnya. Tambahannya, Kristina yang sadar akan memucatnya wajah Arya pun cemas mendadak.

“Kak Arya kenapa?” tanyanya. “Kak Arya sakit?”

Arya menggeleng.

“Serius, Kak Arya nggak apa-apa?” Kristina memperhatikan wajah Arya dengan saksama. “Wajah Kak Arya kelihatan pucat, loh. Em...” Gadis itu menempelkan telunjuk di dagu, berpikir. “... Kak Arya istirahat aja.”

“Biar aku yang ngelanjutin tugas Kakak,” pintanya sembari merebut leaf skimmer yang Arya pegang. Namun, Arya menggeleng sebagai bentuk penolakan. “Nggak apa-apa, Kak, biar aku aja yang bersihin. Aku bisa, kok.”

“Nggak usah, Na. Biar gue aja.”

“Nggak apa-apa, Kak. Aku bisa, kok.”

“Gue bilang nggak usah, ya, nggak usah, Na,” tolak Arya lagi.

Kristina berusaha menarik alat pembersih kolam renang dari Arya sehingga mengundang adegan tarik-menarik karena tidak ada yang mengalah.

“Siniin, Kak,” kata Kristina.

“Lepasin, Na,” sahut Arya dengan ekspresi dingin, tetapi tidak digubris. “Gue bisa sendiri.”

Tidak jauh dari sana, Reksa yang kebetulan lewat mengarahkan atensi ke arah mantan kekasihnya. Tatapannya sarat akan ketidaksukaan. Lantas, pemuda itu mempercepat langkah untuk menghampiri Linda yang sedari tadi memanggil.

“Kenapa?” tanya Linda begitu menangkap Reksa bolak-balik menengok ke belakang. “Kamu ngelihatin apa, sih, Sayang?”

“Eng-enggak—bukan apa-apa,” kilah Reksa, lantas mencari topik lain. “Oh iya, tadi kamu bilang mau ke mana?”

Linda berdeham, lalu tersenyum sembari menggandeng lengan sang kekasih. “Ah iya, hari ini ada film bagus di bioskop. Kita nonton, yuk,” ajaknya, kontan dihadiahi anggukkan. “Tapi sebelum itu, kita ke rumah sakit dulu, ya. Aku pengin tahu gimana hasil check up Abang.”

“Oke.”

Kembali ke Kristina dan Arya yang masih terjerat aksi berebut. Masih tidak ada yang mengalah. Arya tetap mempertahankan leaf skimmer-nya, sedangkan Kristina berusaha merebut.

Siapa sangka, adegan tarik-menarik yang berlangsung di pinggir kolam membuat Arya terpeleset dan basah kuyup. Semua itu terjadi begitu saja. Syok melihat Arya basah kuyup, Kristina menutup mulut sepersekian detik sebelum mengulurkan tangan untuk membantu Arya naik ke tepi.

Namun, Arya sama sekali tidak mengindahkan tangannya. Tampak sangat gamblang bahwa dia terbawa emosi karena Kristina membuat Arya ketiban sial bertubi-tubi. Arya dihukum karena Kristina. Arya telat minum obat karena Kristina. Dan baju basah kuyup pun karena Kristina.

Ah, sial!

Pemuda itu mendekati Kristina, yang lantas membuat si gadis refleks mundur. “Lo lihat, apa yang lo lakuin? Gara-gara lo, gue jadi basah kuyup!” murkanya.

“Maaf, Kak. A-aku nggak sengaja.”

Arya menggeleng dengan seringai mendominasi. Dia terbakar emosi. “Lo pengin bersihin kolam renang? Oke. Nih, lo bersihin kolamnya. Gue mau pulang,” katanya sembari mengempaskan leaf skimmer ke lantai, lantas enyah dari sana.

Mengingat bagaimana Arya menaikkan nada bicara serta apa yang dilakukannya barusan, Kristina jadi sadar bahwa pemuda itu benar-benar marah padanya.

BERSAMBUNG

KRISTINA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang