CHAPTER 24

20 9 24
                                    

“ARRRGGHH!”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“ARRRGGHH!”

Arya mengerang seraya mengacak frustrasi rambut rapinya. Puluhan sumpah serapah diucap untuk menyalahkan diri sendiri. Bahkan, dia juga tidak segan-segan menendang dinding rumah kosong yang terletak di belakang gedung jurusan Bahasa sebagai pelampiasan.

Arya tidak akan memaafkan diri sendiri jika terjadi apa-apa pada Kristina. Semua yang terjadi hari ini masih terekam jelas di benaknya.

Dia tidak lupa ketika Kristina tidak acuh terhadapnya. Juga tidak lupa bagaimana reaksi Kristina ketika banyak orang mengolok-oloknya. Kristina berusaha melawan, tetapi pembuli terus melontarkan hinaan sehingga gadis itu tidak kuasa mendengarnya.

“ARRRGGHH!”

Arya kembali mengerang dan menendang dinding berkali-kali. Tidak pernah Arya duga kalau dia dibenci dengan kondisi berdosa karena kelumpuhan Kristina bermula dari dirinya. Pemuda itu tertawa kecil, mengutuk diri. Selanjutnya, dia meninju dinding hingga darah segar keluar dari buku-buku jarinya.

Perih? Tentu saja, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibanding kepedihan yang Kristina alami.

“Ar, udah!” seru Amara, mencoba menenangkan Arya yang frustrasi. “Jangan nyakitin diri sendiri kayak gini! Iya. Gue ngerti gimana posisi lo sekarang, tapi nggak seharusnya lo kayak gini. Lo harus tenangin diri lo.”

Arya tertawa miris. “Ck. Gimana gue bisa tenang, Mar. Kristina kecelakaan sampai lumpuh gara-gara gue. Sekarang dia dibuli. Gue nggak bisa maafin diri gue sendiri, Mar. Gue bener-bener—ARRRGGHH!” Pemuda itu kembali melayangkan tinjunya.

“Cukup, Ar! Cukup!” pekik Amara. “Semua udah terjadi. Gue ngerti kalau Kristina kecelakaan gara-gara nolongin lo, tapi dengan cara lo kayak gini—apa semuanya bisa balik?” Amara menggeleng. “Enggak.”

Arya menyugar rambut kacaunya ke belakang, sedangkan Amara mendaratkan elusan lembut di pundak Arya untuk menenangkan. Kekacauannya perlahan membaik. Netra Arya menelusuri sekitar. Sekolah menyepi karena ini telah menunjukkan jam pulang.

Dari jarak sekian meter, seorang gadis termenung di atas kursi roda menggerakkan hati Arya untuk menghampiri. Namun, Amara langsung menarik pergelangan tangan Arya sehingga pemuda itu menoleh.

“Kenapa?”

Arya segera membalas anggukkan.

“Jangan sekarang, Ar.”

“Gue harus ke sana, Mara.”

“Arya!” Amara memanggil dengan penekanan. “Dengerin gue, dia bakalan ngusir lo kalau lo ke sana sekarang. Gue tahu niat lo nemuin dia itu baik, tapi kalau lo nyamperin dia sekarang—yang ada dia makin tertekan. Please, kasih Kristina waktu buat tenangin diri.”

Pemuda itu bergeming. Mempertimbangkan. “Gu—”


“Abang!”

Arya hendak berujar, tetapi kehadiran sang adik mengurungkannya. Lantas, pemuda itu menatap Linda karena tidak ingin jika adiknya tahu kalau dia dan Amara baru saja membicarakan Kristina.

KRISTINA [END]Where stories live. Discover now