CHAPTER 47

12 1 1
                                    

“Hai, Kak Arya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hai, Kak Arya. Eh, kok, Kak, sih. Oke aku ulang lagi, ya. Hai, Sayang. Kalau Kak Arya udah lihat video ini pasti sekarang Kak Arya lagi di makam aku. Bener, kan?

Arya menutup mulut disertai air mata yang kembali tumpah begitu memutar video yang menampilkan wajah Kristina.

Udah. Nggak usah pake acara nangis-nangis. Kak Arya jelek tahu kalau lagi nangis gitu.

Senyum dong. Aku ikutan sedih loh kalau Kak Arya sedih.” Di video itu wajah Kristina berubah sedih. Mau tidak mau Arya menurut dan tersenyum saat menonton videonya. “Cakep banget deh kalau senyum gitu.

Ngomong-ngomong hari ini aku lagi makan pizza.” Kristina menunjukkan sepotong pizza. “Kayaknya ini bakal jadi pizza terakhir yang aku makan. Ih, dibilangin nggak usah nangis bandel banget, sih. Aku tuh nggak suka lihat Kak Arya nangis. Tolong hapus dulu air matanya.”

Arya refleks menghapus air matanya.

Lagian ngapain coba Kak Arya pake nangis-nangis segala.” Di video itu Kristina berucap tanpa beban seraya menguyah pizza. “Toh, aku nggak ke mana-mana juga. Kan, hati aku tetap hidup dan ada di tubuh Kak Arya.”

Lagi-lagi Arya tidak bisa membendung air matanya. Pemuda itu beralih menatap makam Kristina, lalu kembali menatap layar gawai yang dipegangnya.

Aku mau cerita aja deh. Cerita apa, ya?” Kristina memutar bola matanya. “Cerita tentang Kak Arya aja deh. Arya Syahrizal Haqiqi. Cowok pendiam, cuek, cool, di SMA Singgasana yang ternyata adalah Ical, sahabat Kristina di masa kecil yang gendut dan baik hati.

Yunita bilang Kak Arya itu sombong. Orang yang diajak bicara cuma diem, ngangguk, dan ngedipin mata. Tapi menurut Kristina Kak Arya itu baik. Yunita hanya nggak pernah tahu aja sisi baik Kak Arya yang sebenarnya. Kalau semua orang tahu sisi baik Kak Arya mereka pasti udah jatuh cinta sama Kak Arya. Jadi, saingan aku banyak deh ntar.”

Aku nggak nyangka kalau di balik itu ternyata Kak Arya punya masalah di diri Kak Arya sendiri. Ada sesuatu di tubuh Kak Arya yang rusak, dan itu ngebuat Kak Arya beda dari Ical yang aku kenal dulu. Sampai-sampai aku sendiri nggak mengenali Ical.

Tapi nggak apa-apa. Kita emang ditakdirkan bertemu kembali melalui jalan ini. Oh iya, hari ini aku mau jujur....” Di video itu ekspresi Kristina tampak sedih. “Aku sakit, Kak. Dokter bilang penyakit ini bisa disembuhkan dengan cara operasi. Tapi aku nggak mau.

Air mata Arya lagi-lagi mengalir dengan derasnya. Mengapa Kristina bisa membuat keputusan yang bisa membahayakan dirinya? Apa memang dari awal Kristina sudah punya pemikiran mendonorkan hatinya buat Arya?

Eh, tapi keputusan itu nggak ada kaitannya sama donor hati buat Kak Arya. Sumpah, waktu itu aku belum kepikiran soal itu.” Kristina mengangkat dua jari setinggi pipi. “Aku ngelakuin itu karena aku ingin kita melangkah bersama, mencari obat dari penyakit masing-masing.”

Saat itu aku mikir, Kak Arya aja mau nemenin aku terapi pas aku lumpuh. Masa aku mau ninggalin Kak Arya ngadepin penyakit itu sendirian.” Kristina berujar. Kali ini air matanya terjatuh, tetapi dia buru-buru menyekanya. “Sampai pada akhirnya, aku menyadari... sebenarnya dari awal kita berdua udah tahu obat dari penyakit itu.”

Kak Arya bisa sembuh setelah melakukan transplantasi hati sedangkan aku bisa sembuh setelah melakukan operasi. Dan hari ini, aku udah buat keputusan... aku mau dioperasi sebagai pendonor hari buat Kak Arya agar kita bisa sembuh sama-sama,” ujar Kristina. “Agar kita sama-sama nggak ngerasain sakit itu lagi.”

Pernyataan Kristina benar. Setelah operasi Kristina memang tidak merasakan sakit lagi, sama seperti yang Arya rasakan saat ini. Bedanya, jiwa Arya masih menyatu dengan raganya, tetapi tidak untuk Kristina. Arya masih ada di dunia, sedangkan Kristina pergi menghadap Sang Pencipta.

Bentar-bentar. Seret. Wait, aku minum dulu.” Arya refleks terkekeh. Kali ini Arya melihat Kristina meneguk segelas air putih. “Aaaaaahhh... lega. Udah makan pizza habis tiga potong belum minum gimana nggak seret coba? BTW sampai mana tadi ngomongnya?

Kak Arya nggak perlu ngerasa gimana-gimana,” kata Kristina setelah jeda lima detik. “Aku donorin hati buat Kak Arya karena aku juga pengin jadi obat buat penyakit Kak Arya, sama seperti Kak Arya yang udah jadi obat ketika aku lumpuh dulu.”

Makasih udah jadi teman, sahabat, pacar, dan titik dari ceritaku. Makasih buat semuanya,” kata Kristina. “Oh iya, novel yang tulis belum selesai. Dan aku ingin Kak Arya selesaiin novel itu. Aku juga udah janji sama Mika dan temen-temenya bakal kasih hadiah kalau novel itu udah selesai.”

Arya kemudian menekan layar ponsel hingga menampilkan informasi video yang sebentar lagi akan berakhir.

Kristina menarik napas panjang. “Sebelum video ini berakhir, aku cuma mau pesan buat Kak Arya... please, jangan sendiri sampai akhir. Kak Arya harus tetap lanjutin hidup, bersama pasangan Kak Arya di masa depan. I love you.”

“I love you too.”

Arya membalas tanpa suara. Gawai di genggamannya kini jatuh ke tanah. Pemuda itu lantas menyandarkan kepala pada nisan Kristina. Menangis. Menumpahkan rasa sedihnya akan kepergian Kristina yang tidak pernah bisa diduga oleh siapapun.

Hari ini, tepat di hari ulang tahunnya. Arya merasa Kristina sudah menepati janjinya. Dia memberikan Arya hadiah ulang tahun yang tidak akan pernah bisa Arya lupakan.

***
TAMAT

KRISTINA [END]Where stories live. Discover now