Chapter 7 - Jendela Baru

55 15 0
                                    

"Sarah, kembalikan cincin yang kau ambil di hutan! Aku membutuhkannya sekarang juga!"

Aku sedang berusaha memproses pikiran yang sempat berantakan di otak.

satu...

tiga...

lima...

tujuh...

dua

"JADI KAKEK BORHAN YANG MENCURI CINCIN KESAYANGAN AKU!"

Seolah bom atom menimpa kakek itu, aku melanjutkan, "Itu cincin pemberian mendiang nenekku! Aku sudah cari kemana-mana tapi ternyata...," Aku mulai emosi, "Bagaimana bisa kau mengambilnya? Kau menyusup dalam acara perlombaan sekolah aku, lalu kau mencuri perhiasan aku? Katakan dimana gelang, kalung, atau anting aku juga? Ah, dan bagaimana mungkin, itu terjadi bertahun-tahun lalu dan saat itu kita tidak saling kenal?"

Tidak ada jawaban selain berupa hembusan angin. Ekspresi si kakek datar-datar saja, seolah tidak menanggapi semua ucapan dariku.

Dan maaf atas ketidak-sopanan diriku dalam berucap.

"HEH... KAKEK JAWAB AKU!" teriak aku penuh emosi.

"Aku hanya mengambil cincin. Tidak dengan barang yang lain," balas Borhan dengan wajah datar.

"Tapi cincin itu disimpan dalam kotak warna perunggu. Ada gelang, kalung, dan anting aku disana!"

"Aku tidak melihat gelang, kalung, dan anting yang kau maksud." Bola matanya menipis ke arah diriku. "Bahkan itu bukan aku yang ambil."

"Apa?! Terus bagaimana kau bisa mendapat cincin itu? HAH?" Aku semakin murka.

"Sudah jangan buang-buang waktu. Cepat ambil cincin itu!"

"TIDAK MAU! Kakek tak tahu diri! Aku lapor pada polisi sekarang juga."

"Lapor saja, kantornya sedang tutup malam ini. Bahkan para polisi tidak ada yang jaga. Oh, mereka pasti tak akan peduli sama omongan cerewet darimu."

"Mustahil! Tak ada polisi yang tidak berjaga dua puluh empat jam," sangkalku.

Kakek itu melambaikan tangannya padaku. "Dahlah, aku akan menyeretmu setelah ini." Lalu dia pergi dariku, begitu saja.

Aku mulai panik. Dia pasti akan berbuat macam-macam. Maka dari itu aku segera berteriak meminta pertolongan.

"MALING... ADA MALING DI RUMAHKU!"

Ayolah, mengapa orang sekitar tidak ada yang menjawab?

"MALING... MALING... TOLONG AKU!"

Argh! Tetanggaku tidak peka! Mereka kenapa sih?

"MA... LING...! MALI—"

Brak! Pintu kamar mendadak terbuka. Aku terkejut setengah mati, bergegas mengambil sesuatu yang ada di atas kasurku untuk dilempar ke arah orang di hadapanku.

"Sekarang ikut aku!" Kakek Borhan dengan tanpa malu memasuki kamar dan langsung menarik tanganku tanpa sempat menyelesaikan tindakanku.

Gedebruk! Aku menjerit kesakitan usai terjatuh dari kasur. Aku tidak bisa melepas tangan kakek sialan itu.

"Eh tunggu! kakiku terluka nih. Sakit tau!"

"Eleh tidak ada yang luka. Ayo cepat keluar!" Kakek itu tidak peduli dan kembali menarik tanganku.

Sampai pintu depan aku terus saja ditarik, tak peduli dengan keadaan aku sendiri.

"BERHENTI! Aku mau pakai sandal dulu!"

Meet The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang