Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

t i g a

29.8K 2.5K 87
                                    

Eugene terbangun dengan rasa lemas yang anehnya terasa hampir di seluruh bagian tubuhnya. Rambutnya juga terasa lepek di setiap helainya, membuat Eugene tidak nyaman. Mungkin hal itu yang membuatnya terbangun di tengah-tengah tidur nyenyak. Eugene seakan lupa jika telah melewatkan malam panas dengan Airlangga. Dirinya langsung memundurkan tubuh ke belakang, mencoba bersandar pada kepala ranjang. Setelah menemukan posisi duduk yang nyaman, Eugene menyisir kasar rambutnya dengan jari tangan. Tidak lupa juga membenarkan posisi selimut yang sedikit turun karena pergerakannya tadi.

Beberapa detik duduk dengan mata terpejam serta tangan yang sibuk memijat lembut bahu dan lengan kirinya, ia secara tiba-tiba membuka matanya lebar karena teringat pada Airlangga. Eugene langsung menggerakkan kepalanya ke sisi kiri dan mendapati Airlangga tengah duduk menyangga tubuh, sama sepertinya, di kepala ranjang.

Bukan mimpi! Kedua kata itu langsung menyerang pikiran Eugene, membuatnya mau tidak mau langsung tersadar. Eugene menemukan Airlangga sudah berpakaian rapi, berbanding terbalik dengan Eugene yang hanya diselimuti selimut tebal, lembut, dan hangat. Bahkan, di atas pangkuan pria itu sudah ada laptop yang terbuka dan menyala. Pria itu sedang bekerja? Astaga, apa tidak ada hari tenang dalam hidupnya?

"Sudah bangun?" tanya Airlangga. Pria itu menatapnya dari balik kacamata baca. Gerakan tangannya yang lugas di atas keyboard juga sudah terhenti.

"Seperti yang Anda lihat," jawab Eugene singkat, kemudian beralih mengamati sekeliling kamar dalam diam, hendak melihat lebih jelas bagaimana rupa kamar Airlangga. Terlalu rapi serta minimalis dibandingkan dengan pria yang biasanya ia kenal.

Setelah puas mengamati sekeliling kamar Airlangga, Eugene melihat jauh ke arah jendela yang hanya ditutupi tirai putih tipis. Dapat terlihat jelas langit di luar sana masih gelap, menandakan pagi belum kunjung datang. Ketika embusan angin dingin dari pendingin ruangan menyentuh kulitnya, Eugene kembali tersadar jika dirinya belum mengenakan pakaian di balik selimut tebal ini. Sangat tidak sopan untuk tidak berpakaian, apalagi ada pria dewasa di sampingnya, meskipun sebenarnya mereka baru saja menghabiskan malam bersama. Eugene langsung mencengkeram erat selimut sambil menggerakkan bola matanya ke sana kemari, mencari pakaiannya yang sudah entah berada di mana.

Seakan bisa membaca pikiran Eugene, Airlangga menepikan laptop dari atas pangkuannya, kemudian berjalan menuju pintu yang ketika dibuka langsung menampilkan lorong pendek yang ujungnya berisi lemari-lemari pakaian. Tidak butuh waktu lama bagi Airlangga untuk berpindah dari kamar menuju walk in closet itu, kemudian kembali tiba di sisi Eugene. Dalam genggaman pria itu, terdapat pakaian yang dengan jelas bukan milik Eugene.

"Pakai dulu pakaian ini," kata Airlangga sambil mengulurkan pakaian yang digenggam tangan lebarnya. "Pakaianmu sudah dalam proses pengeringan."

Eugene menganggukkan kepala singkat sambil menerima pakaian yang diberikan Airlangga. Atasannya itu langsung berjalan keluar kamar setelah meraih laptop yang sempat ditepikannya tadi. Gerakan kecil itu membuat Eugene kembali menggelengkan kepala. Pantas saja atasannya itu bisa sukses seperti sekarang, ternyata ada pengorbanan besar di baliknya. Of course manner maketh man, dilihat jelas dari Airlangga yang keluar bukan hanya untuk bekerja, tapi karena tahu jika Eugene butuh privasi untuk mengenakan pakaiannya.

Tidak berniat mengulur waktu lebih lama lagi, Eugene langsung menaikkan selimutnya lebih tinggi lagi untuk menutupi bagian atas tubuhnya, kemudian menggunakan kaus kebesaran yang tadi diberikan Airlangga. Kaus tebal dan besar itu sangat nyaman. Namun, karena tidak menemukan pakaian dalamnya, Eugene pada akhirnya memutuskan untuk mengenakan celana boxer yang diberikan oleh Airlangga di baliknya. Tidak mungkin ia tidak mengenakan celana dalam di rumah seorang pria, dirinya belum senekat itu.

Selang beberapa menit setelah Eugene merapikan dirinya dengan membasuh wajah, berkumur, dan menyisir rapi rambutnya, ketukan pintu kamar Airlangga terdengar jelas. Eugene langsung berjalan cepat membuka pintu kamar Airlangga, tidak ingin membiarkan pria itu menunggu terlalu lama di rumahnya sendiri.

A Night Before You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang