A Night Before You [END]

d e l a p a n

Eugene langsung membuka pintu kamar hotel dengan penampilan berantakan setelah bangun tidur karena mendengar bunyi bel. Sama sekali tidak terpikir baginya untuk memeriksa terlebih dulu siapa yang ada di balik pintu itu. Selama ini, yang terpikirkan oleh Eugene, orang yang berani menekan bel kamarnya hanyalah orang yang ia kenal, seperti Parcella ataupun karyawan hotel yang hendak melakukan layanan kamar. Tunggu, Eugene lupa, kemungkinan bertambah satu orang lagi, yaitu Airlangga, mengingat pria itu baru saja keluar dari kamarnya beberapa jam yang lalu. Airlangga berniat memberikan Eugene waktu sendiri agar dapat tidur lebih lelap.

Seperti yang sudah Eugene duga, manners maketh man. Tidak ada hal lebih lanjut yang terjadi setelah ciuman Airlangga tadi malam. Pria itu masih dalam taraf sopan karena mengingat jelas Eugene yang masih demam dan tidak ingin memperparah sakit Eugene atau malah memanfaatkan keadaan Eugene yang masih setengah sadar.

Tindakan kecil itu membuat hati Eugene menghangat karena merasa cukup dihargai sebagai seorang wanita dan pasangan.

Iya, pasangan. Secara tidak langsung, Eugene sudah menyetujui ajakan Airlangga untuk mencoba menjalani hubungan lebih lanjut dengan pria itu. Bukan kekasih sebenarnya, tapi teman dekat. Mereka mencoba untuk meningkatkan komitmen mereka satu tingkat di atas rekan kerja, atasan dan bawahan lebih tepatnya.

Ketika pintu berhasil dibuka Eugene dengan lebar, penyesalan langsung mengguyur tubuhnya secara tidak langsung. Ia mendapati Marco, putra semata wayang Airlangga, berdiri di hadapannya dengan kening berkerut. Anak remaja itu menatapnya dari atas ke bawah seperti tengah menilainya dalam diam. Mungkin Marco bingung, sesiang ini masih ada seorang wanita dewasa yang masih tampak kusut dengan muka bantal.

"Where's Daddy?" tanya Marco setelah berhasil menilai Eugene dalam diam. Alisnya yang tebal terlihat menukik tajam. Anak remaja itu juga berkacak pinggang di depan pintu.

"He's not here," jawab Eugene dengan bisikan kecil, ia merasa terintimidasi oleh tindakan Marco. "Since dawn, if you ask," lanjutnya lagi. Ketika jawaban itu keluar dari bibirnya, Eugene langsung mengutuk dirinya sendiri. Astaga, kenapa dirinya menciptakan masalah baru? Benar-benar too much information.

Untuk menyamarkan kebodohannya, Eugene segera bertanya dengan nada yang berusaha dibuat santai, "Haven't seen your dad, yet?"

Marco masih saja diam dan melemparkan tatapan penuh intimidasi pada Eugene. Anehnya, kenapa tatapan dari anak sekecil itu berhasil mengintimidasinya?

"So, you're the reason why my dad didn't come back to our room last night?" tanya Marco perlahan tapi pasti.

Eugene hanya diam. Ia bingung, jawaban apa yang sebaiknya ia berikan kepada anak seumuran Marco. Eugene takut jika perkataannya malah disalahartikan oleh Marco. Apakah sebaiknya Eugene jujur bahwa dirinya sakit tadi malam dan kebetulan diselamatkan ayahnya? Iya, sepertinya lebih baik seperti itu.

"Saya terjatuh ke dalam kolam renang tadi malam," Eugene menjawab dengan suara sedikit sengau karena demam dan flu. Baru kali ini dirinya merasa beruntung terlihat sakit. Biasanya, ketika dirinya benar-benar jatuh sakit, penampilannya masih terlihat baik-baik saja sehingga banyak orang tidak percaya dan malah mengira dirinya berbohong. "Dan kebetulan ayahmu ada di sana dan menyelamatkan saya," lanjut Eugene.

Kening Marco berkerut semakin dalam, menunjukkan bahwa ada hal aneh dalam perkataan Eugene yang tidak bisa diterimanya begitu saja. "Lalu," Marco menggantungkan kalimatnya, seperti sedang memikirkan kata yang tepat sebelum dilontarkan, "bagaimana ayah saya bisa kebetulan ada di sana? Dan bagaimana orang dewasa sepertimu bisa jatuh ke dalam kolam renang? Ceroboh sekali, seperti anak kecil."

Kalimat terakhir dari Marco kembali menohok hatinya seperti sebelum-sebelumnya, sayangnya kali ini lebih dalam. Dirinya juga sangat malu karena bisa-bisanya ia terjatuh ke dalam kolam renang. "Jujur, saya juga tidak tahu," jawab Eugene pasrah.