Wattpad Original
There is 1 more free part

t u j u h

19.7K 1.9K 50
                                    

Kelopak mata yang terasa berat untuk dibuka tidak menghalangi niat Eugene untuk mencari sosok Airlangga yang sangat ingin dilihatnya saat ini. Ia takut, jika dirinya akan mati sebelum melihat secercah bayangan pria itu. Dari kejadian ini, ia merasa amat menyesal karena tidak hidup dengan prinsip you only live once, tapi malah hidup dengan prinsip tidak ingin menikahi seorang duda dan bahkan menjaga keperawanannya hingga akhirnya diserahkan juga pada pria yang membuatnya melanggar prinsip sebanyak dua kali. Ia merasa sangat tidak berguna memegang prinsip itu erat-erat, jika pada akhirnya harus mati tanpa menikmati hidupnya dengan baik.

Betapa bersyukurnya Eugene ketika Airlangga ada tepat di depannya meskipun samar saat ia berhasil membuka kelopak matanya dengan susah payah. Eugene tidak peduli, apakah itu Airlangga yang nyata atau hanya halusinasinya semata, karena ia terlalu mengharapkan kehadiran pria itu. Seakan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Eugene menarik Airlangga dengan segenap tenaga yang tersisa. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin untuk menyalurkan perasaannya. Ia ingin memberi tahu pria itu bahwa dirinya sangat menyukainya, terlepas dari segala prinsip hidup yang dipegang Eugene. Persetan dengan prinsip-prinsip itu, lagi pula Eugene sudah melanggarnya.

Hangatnya tubuh Airlangga di atas tubuhnya terasa sangat nyata. Hal sesederhana itu membuat Eugene merasa sedikit hidup. Bahkan, wajah Airlangga yang tadinya samar perlahan terlihat semakin jelas, membuat Eugene segera mengalungkan kedua lengannya pada leher kokoh Airlangga. Eugene juga mengambil keputusan impulsif dengan mengecup bibir Airlangga lembut sebelum kesadarannya kembali hilang.

Tidak apa, paling tidak, dirinya sudah bisa menyampaikan perasaannya pada Airlangga secara samar.

***

Kedua lengan ramping Eugene yang tadinya terkalung di leher Airlangga perlahan terlepas, begitu juga dengan kecupan Eugene pada bibirnya. Airlangga menahan tubuhnya dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain berusaha membaringkan Eugene kembali ke atas kasur dengan lembut dan penuh perhatian, seakan-akan tubuh Eugene adalah porselen yang dapat dengan mudahnya pecah.

Setelahnya, Airlangga meraih telepon hotel di samping tempat tidur Eugene. Ia meminta tolong resepsionis menghubungi rumah sakit terdekat yang dapat mengutus dokternya ke hotel saat ini juga untuk melakukan pemeriksaan pada Eugene. Lama tidak pulang ke Indonesia, membuatnya tidak lagi menyimpan nomor telepon relasi penting yang biasa dimilikinya, selain keluarga. Airlangga juga tidak yakin, setelah dua belas tahun lamanya, nomor telepon relasi yang sampai sekarang masih disimpannya masih dapat dihubungi atau tidak. Jujur saja, Airlangga tidak mengira situasi seperti ini akan terjadi, membuatnya tiba-tiba menyesal karena sudah memutuskan banyak sekali hubungan dengan relasi pentingnya dulu.

Tidak ingin terlalu berlarut-larut dalam masa lalu, Airlangga mengembalikan fokusnya pada Eugene. Melihat dada Eugene bergerak teratur, yang secara tidak langsung menandakan wanita itu masih bernapas, membuat Airlangga dapat menghirup udara dengan lebih leluasa. Ia duduk di tepi kasur sambil merapikan anak rambut Eugene yang dengan sembarang menutupi wajah cantik itu karena basah. Pada akhirnya, jari tangan Airlangga berhenti pada bibir pucat Eugene, membawanya kembali pada ingatan saat dirinya mendapat kecupan singkat sebelum Eugene jatuh tertidur. Tindakan kecil Eugene berhasil membuatnya terkekeh singkat. Mendadak ia penasaran dengan apa yang sempat dipikirkan Eugene sebelum jatuh tertidur hingga mengalungkan tangan pada lehernya dan bahkan mengecupnya singkat?

Airlangga juga merasa takjub, ia tidak pernah menyangka wanita di hadapannya ini berhasil membuatnya kacau. Terbukti dari dirinya yang lupa menaikkan suhu kamar hotel yang amat dingin bagi Eugene yang baru saja tercebur ke dalam kolam renang. Ia baru sadar setelah menyentuh pipi dan telapak tangan Eugene yang sangat dingin. Ia juga lupa mengabari Marco bahwa dirinya tidak kembali ke kamar mereka karena sibuk mengurus Eugene semalaman. Dirinya, sebagai seorang ayah tunggal, baru sadar melupakan putra semata wayangnya setelah menerima telepon dari Marco yang menanyakan keberadaannya. Ia bahkan tidak sadar jika ponsel di dalam saku celananya sudah basah kuyup, untungnya masih hidup dan berdering. Apa yang sudah dilakukan Eugene hingga pria sekaku dan seteratur dirinya bisa menjadi kacau hanya dalam waktu semalam?

A Night Before You [END]Where stories live. Discover now