9. Berantem

474 81 3
                                    

---- Zona Baper ----
Harap waspada⛔

Sepeninggalan dari cafe, Alice terus berjalan sambil menikmati pemandangan malam sekitarnya. Ia berharap dengan cara itu awan panas yang mengelilingi otaknya bisa hilang.

Kalau dipikir-pikir malam ini terasa menyenangkan sekaligus mengesalkan. Saat di rumah tadi ia begitu bahagia karena diajak jalan-jalan bersama sang kakak, namun nyatanya hal itu terjadi sangat singkat ditambah endingnya ia ditinggalkan.

Ia tidak menyalahkan Jey yang ingin mengantar pulang Jane, ia hanya menyayangkan sebab ia bukanlah prioritas untuk sang kakak. Mau bagaimana pun rasa suka Jey pada Jane masih tersisa, dan ia paham semua itu.

'ARGHH!'

Alice mengacak rambutnya kesal. Ia berhenti sejenak untuk menenangkan diri. Ia pun duduk di kursi jalan yang disediakan pemerintah untuk masyarakat.

Cewek itu menatap gedung megah di seberang sana yang menjulang tinggi seolah bisa mencapai langit.

"Gue mirip kayak gedung tinggi itu. Gue yakin deh tuh gedung percaya diri bisa menggapai langit, tapi nyatanya enggak. Sejengkal pun mustahil untuk si gedung berada di sisi langit."

Baiklah, sepertinya ia semakin melantur tidak jelas. Sekali lagi Alice mengacak rambutnya kesal. Kemudian ia memilih menelungkupkan kepala di sela tangan yang sudah bertumpu pada paha.

Biarkan ia menangis sendiri sebentar saja. Karena ia tidak terbiasa menangis di depan orang lain.

'Brak! Brak!'

Beberapa menit berlalu, tiba-tiba cewek itu mendengar suara keributan samar yang tak jauh dari tempatnya duduk. Ia pun langsung mendongak, Alice usap bekas air matanya kemudian menolehkan pandangan ke sekeliling untuk mencari sumber suara.

Dan benar saja, di depan sana ada seseorang yang sedang main jotos-jotosan dengan beberapa orang berbadan besar. Alice semakin menyipitkan matanya. Kala si cowok nyaris tersungkur akibat pukulan mendadak dari salah satu lawan, tanpa pikir panjang ia berlari untuk membantunya.

'Bruk!'

Alice berhasil menumbangkan satu. Cewek itu melirik ke si cowok yang terkejut, tapi kondisi sekarang tidak memungkinkan mereka untuk saling melemparkan pertanyaan.

Alhasil keduanya bersikap siap melawan. Pria berotot besar berjumlah 3 langsung menyerang Alice dan cowok itu secara bersamaan.

"Satu lawan satu napa!" Alice berteriak sambil melepaskan pukulan dan tendangan.

Dari kecil hingga sekarang ia sudah mempelajari beladiri karate hingga bisa mendapatkan sabuk hitam. Jadi, ia tidak merasa kesusahan melawan meski lawannya bertubuh 2 kali lipat lebih besar darinya.

Apalagi lawannya melawan secara asal penting kena. Alice bisa memastikan kemenangan untuk dirinya dan orang asing itu.

'Bruk!'

'Syut!'

'Sret!'

'Brak!'

"Pergi gak lo! Atau gue bikin lo nyesel!" Alice mantap sangar ke 3 orang yang sudah tergeletak tak berdaya dengan luka-luka berdarah di sekitar wajah.

Karena takut dan tidak lagi bisa melawan, mereka langsung lari terbirit-birit.

Akhirnya di tempat itu hanya tersisa mereka berdua.

"Lo gapapa?" tanya Alice kemudian. Lukanya dibanding luka cowok itu tentu lebih parah luka si cowok. Sepertinya pertarungan barusan bukan pertarungan yang pertama.

"Gapapa, thanks udah nolongin," balasnya yang langsung berlalu pergi menuju motor yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berkelahi.

Alice menaikkan sebelah alisnya, berakhir gitu aja nih? Tuh cowok memang sudah bilang terimakasih, tapi Alice penasaran akan sesuatu.

I'm Just WalkWhere stories live. Discover now