17. Prophecy

3.2K 398 5
                                    

She ain't no angel
Who lives on the hills
Her deal with the devil is payin' her bills
Act like a soulmate but I feel the taint
There's something about her
Ice of the rain, promise of Heaven

She ain't no angelWho lives on the hillsHer deal with the devil is payin' her billsAct like a soulmate but I feel the taintThere's something about herIce of the rain, promise of Heaven

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




"Ramalan itu tidak menyebutkan tentang seorang putra, tapi seorang wanita. Seorang wanita yang memegang takdir dunia, yang berarti pertumpahan darah di kekaisaran ini."

Rudolph de Valter, pemimpin kekaisaran Herian. Duduk di belakang mejanya, tanpa jubah, tanpa mahkota. Genggaman tangannya pada cawan kian mengetat seakan ingin menyalurkan rasa resah di dadanya. "Katakan padaku, Frinyr. Apa yang telah aku lakukan adalah hal yang benar?"

Bawahan di sampingnya berbicara dengan kepala tertunduk, "Pencapaian yang besar juga memerlukan pengorbanan yang besar." Ia mengisi kembali cawan kaisar Rudolph yang hampir habis. "Itu hanya nasib beberapa orang yang tidak terlalu baik sehingga terseret dalam posisi tidak menguntungkan." Berbanding terbalik dengan kaisar yang tengah gusar, Frinyr masih menjaga ketenangannya.

"Ya. Itu adalah mereka yang kurang beruntung." Rudolph merilekskan punggungnya. Namun tidak serta merta kegelisahannya berkurang. "Ah wanita itu! Amaryllis dan anaknya.. Leila, bagaimana kabar mereka?"

"Lady– maksud hamba, pendosa itu, Amaryllis menenggak racun. Ia tidak bisa hidup lama meski berhasil selamat dari penyergapan. Dan anak itu," Frinyr menjeda, "kereta budak yang mengantarnya terbalik sebelum sampai ke Dendilor."

Rudolph mendesah lega. Yah mereka telah mati. "Kekaisaran ini akan jatuh oleh seorang wanita?" gumamnya. "Hah! Kita hanya perlu menemukan wanita ini sebelum kekacauan terjadi."

Di tempat lain..

"Ampun! Kasihanilah hamba.. AAAAARRRGGGH!!"

Dalam ruangan yang remang, terdengar rintihan yang memilukan. Belati perak itu berkilau dalam kegelapan.

"Ampun?" Pemuda itu bertanya dengan nada santai, "Memangnya apa yang aku lakukan?" Senyum tipis bertengger di bibirnya berbanding terbalik dengan tatapan dingin yang ia pancarkan. Ujung mata pisau menembus ke lapisan bawah kuku menciptakan jerit yang amat pilu.

"Tidak tahu! Aku tidak tahu apa pun!" wanita itu berkata di sela-sela rintihannya.

"Hm?" Satu alis pemuda itu terangkat. "Kau tahu ini tidak akan berakhir baik jika kau terus menerus mengecewakanku," katanya dengan tenang sembari menekan pisaunya ke jari yang lain.

Jeritan sekali lagi terdengar.

"Hh wajah ini benar-benar cantik." Ia menjelajahi lekuk wajah wanita itu dengan pisaunya yang bernoda darah, "tetapi kecantikan tidak akan bertahan selamanya," imbuhnya.

Pemuda itu menyeringai membuat siapapun yang melihatnya akan bergidik ngeri. "Bagaimana jika aku menguliti wajah ini selagi masih cantik?"

Wanita itu menggeleng dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajahnya.

Lullaby of the MoonWhere stories live. Discover now