25. Flummox

1.9K 228 15
                                    

Pria itu duduk di tepi ranjang Lilian. Melihat simbol di kening wanita itu membuat tinjunya mengepal menahan amarah.

"Lagi-lagi aku gagal melindungimu," ucapnya sembari mengelus wajah Lilian yang tertidur pulas. Lord Ghadhanfar yang terkenal dengan julukannya yang perkasa, namun ia selalu gagal melindungi orang yang ia sayangi. "Lagi dan lagi, sebanyak apapun kesempatan yang datang.. aku tidak bisa memperbaiki apapun."

Pria itu menunduk mengecup kedua tangan Lilian yang didenggamnya, dengan suara tercekat ia berkata, "Aku benar-benar mengecewakan."

Semua pertahanannya runtuh. Ia yang biasanya tangguh kinu tertunduk dengan bahu bergetar, "Maafkan aku, Leila."

〰️➰〰️

Lilian menatap gadis kecil dengan kuncir dua yang duduk di atas ayunan. Di pangkuannya terdapat buku sains yang sangat tebal, cukup untuk melempar orang sampai pingsan. Buku yang sepertinya kurang cocok untuk dibaca anak yang mungkin belum masuk sekolah dasar.

Jarak mereka terpaut sekitar lima meter. Tapi dikarenakan keadaan taman yang sepi, Lilian dapat mendengar dengan jelas meski bocah itu hanya bergumam. "Wah kerdil satu ini membaca dengan lancar, kupikir hanya tertarik melihat gambar warna warni," celetuk Lilian. Tapi apa anak ini mengerti apa yang ia baca?

Lilian berdiri dengan tangan bersilang di depan dada. Gaun hitam panjang dan ekspresi dinginnya yang mencibir tampak kontras dengan gadis kecil yang mengenakan dress merah muda di depannya. Pemandangan ini seperti seorang penyihir yang ingin menculik tuan putri kecil.

Sedikit mendongak, Lilian melirik matahari yang berada tepat di atas kepalanya. Sinar terik seperti ini seharusnya dapat membuat orang lain merasa tidak nyaman. Gadis di depannya sama sekali tidak terusik, anak seusia ini memang keras kepala.

Ia sendiri tidak merasakan apapun —yang merupakan sebuah keanehan, seharusnya Lilian telah pingsan atau setidaknya menderita sakit kepala berat. Ah berdiri mematung seperti ini saja sudah aneh, mana mungkin ia memilih berdiri di sini daripada tidur siang yang nyaman.

"Sepertinya ini adalah mimpi."

Hanya itu jawaban yang logis. Untuk membuktikannya Lilian mengangkat lengan gaunnya sampai sedikit di atas siku. Ia tidak bisa merasakan hawa panas, semilir angin, atau sensasi apapun. Inderanya tumpul. Lalu ia bergerak meraba, menyentil, hingga mencubit lengannya yang juga tidak menghasilkan apa-apa.

Sepertinya memang benar bahwa ia berada di dalam mimpi. Lilian mengembangkan senyum apatis. Mimpi atau tidak ia akan bisa memastikannya sebentar lagi.

Seekor tupai melompat dari dahan ke dahan. Pipinya yang mengembung menandakan bahwa ia menyimpan banyak persediaan makanan. Ia melompat dengan lincah, namun pada akhirnya tupai kecil itu terpeleset jatuh.

Lilian hanya menatap datar pada tupai yang sedikit lagi menimpa batu besar. Kejadian selanjutnya, tupai yang hampir menyentuh batu berubah menjadi seekor kodok besar yang menguak dengan leher mengembang.

Tidak hanya satu keanehan. Di samping Lilian kini ada tiga ekor kura-kura yang berlari secepat anjing. Di atas langit terdapat gajah yang terbang menggunakan telinganya yang besar melewati Lilian sehingga sempat membuat bayangan gelap. Di belakang gajah, ada paus biru yang meluncur di atas pelangi.

Inilah mimpi. Hanya inti dari mimpi yang akan terasa sedikit realitas, sisanya hanya lintasan konyol yang tidak akan diingat ketika membuka mata.

Tapi ada kalanya perasaan yang terasa terlalu nyata di mana ia bisa merasakan dinginnya hujan, rasa lapar, kesedihan, bahkan ketakutan sehingga ia kesulitan untuk bangun karena tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.

Lullaby of the MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang