"Senang melihatmu kembali setelah sekian lama."
Permaisuri menyerahkan pinggan berisi manisan buah. Semburat lega dapat dilihat pada raut wajahnya.
Lilian menjumput satu manisan lemon. "Aku tidak menduga akan ada orang yang merindukanku," ucapnya jenaka.
Permaisuri terkekeh. "Bagaimana tidak. Pesta delegasi sebentar lagi, aku tidak bisa mengganti penanggung jawabnya pada saat-saat terakhir."
Ah iya, pesta delegasi. Lilian hampir lupa jika permaisuri tidak membahasnya. "Itu seharusnya lusa ya..?"
Tapi karena pertempuran belum lama ini seharusnya tidak pantas untuk mengadakan pesta dalam skala besar. Istana tidak punya pilihan lain selain menunda pelaksanaannya.
"Sepuluh hari lagi," balas permaisuri. "Kita seharusnya cukup berkabung pada saat itu."
Lilian dengan tenang mengaduk tehnya. "Ngomong-ngomong soal delegasi. Tidak ada salahnya menyetujui tawaran Valyria."
Permaisuri terkesiap meletakkan cangkirnya di atas meja. "Jadi kau setuju untuk berurusan dengan Valyria?" Ia kira Liyana tidak akan mau berhubungan dengan Valyria setelah lari dari pertunangannya.
"Istana tidak berhak terlibat langsung dengan politik kontingen lain tanpa perjanjian yang kuat. Menyetujui permintaan pangeran kecil itu bisa saja menyeret Herian ke dalam konflik," jelas permaisuri meminta pengertian.
"Itulah sebabnya aku mendekati pangeran kecil itu sesuai harapan Yang Mulia permaisuri," ucap Lilian melanjutkan. Memang bukan rencananya, tapi itu memang sesuai ekspektasi permaisuri dan Lilian tentu saja tidak akan membuang kesempatan agar istana berhutang padanya.
Meski bersikap santai, Lilian tidak ingin kurang ajar dengan sang ibu negara. Jika tidak ia akan memutar matanya dengan bosan sejak satu jam yang lalu.
"Benar. Istana tidak ada urusannya jika si pangeran ada di naunganmu."
Jika dipikir-pikir rencana permaisuri ini membuatnya sebagai kambing hitam. Namun apakah Lilian orang yang terima begitu saja saat dimanfaatkan?
Lilian menyeringai di balik cangkirnya. "Orichalcum, kristal sihir, dan batu energi adalah harta yang berharga bagi kekaisaran. Apa keuntungan yang aku dapat dalam kesepakatan ini sebagai seorang perantara?"
Permaisuri duduk dengan tegak menyandarkan kedua tangannya pada lengan kursi. "Tentu saja kami tidak akan merugikanmu." Jari-jari permaisuri mengetuk lengan kursi seirama dengan detik jarum jam. "Apa yang kau inginkan? Kekaisaran tentu tidak akan pelit untuk memberi sebagian kecil batu magis, tentu jika kau mau."
Semoga senyum Lilian tidak terlihat mengejek di mata permaisuri. Karena sungguh di benak Lilian -gadis itu tengah tertawa kencang. "Akan kugunakan untuk apa batu magis itu? Sebagai hiasan?" tanya Lilian dengan tenang. "Kita semua tahu bahwa benda magis tidak berguna di tanganku."
Permaisuri terdiam menatap Lilian dengan pandangan yang sedikit menyipit, sementara gadis itu tersenyum pura-pura tidak menyadari. "Lantas apa yang kau inginkan?" Tanya beliau.
Suasana sedikit tegang. Tapi ini bukan waktunya untuk lunak.
"Beri aku sesuatu yang tidak begitu berarti bagi kekaisaran, sesuatu yang tidak menguntungkan atau hal yang tidak dapat kalian kendalikan," kata Lilian.
Kerutan dalam tampak di antara alis permaisuri. "Dan apakah itu?" tanya beliau.
Jika dipikirkan, gadis ini selalu meminta hal yang tak lazim. Sesuatu yang orang lain tidak inginkan atau yang orang tak berani untuk dambakan. Setiap kali Liyana selesai membantu istana, gadis itu tidak meminta emas melainkan hal-hal seperti toko kecil di sudut pasar, kastil tua di tengah hutan, kain kasmir, akses ke perpustakaan kota, pembebasan pertunangan, menikah dengan duke.. Dan tidak ada dari hal tersebut yang merugikan istana ataupun menelan banyak biaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lullaby of the Moon
FantasyFollow sebelum baca ( ˘ ³˘)♥ [WARNING : Bikin pusing + menguras kesabaran nungguin author] Semua orang berbicara tentang lady Liyana, primadona baru kekaisaran Herian. Gadis yang biasanya diabaikan tiba-tiba mekar dan mengunci mata semua orang. Ia c...