29. Reunion

1.7K 187 91
                                    

Jangan lupa vote ⭐ sebelum baca, ntar kelupaan (ʃƪ^3^)

--------------

Frynir mengerutkan kening menatap gadis di depannya. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Memang ia terlihat sedang apa? Bertamasya? Lilian tidak habis pikir kenapa pihak lain menanyakan pertanyaan yang bisa ia lihat sendiri jawabannya.

Frynir melepas jubah luarnya lalu melemparkannya pada Lilian. "Pergilah," titahnya.

Tentu Lilian akan dengan senang hati menyingkir dari tempat berbahaya ini. Apalagi dengan kontrol Valac yang berangsur-angsur memudar hanya membuatnya ingin pulang dan membuang artefak iblis ini ke tempat sampah. Namun kata-kata Marquis selanjutnya membuat iris Lilian membeku. "Duchess seharusnya tidak berada di sini. Dengan berkeliaran seperti ini, kau mencoreng nama baik rumah Duke dan juga nama baik rumah Marquis."

Lilian menatap jubah hitam di tangannya dengan dingin. Gerakan Marquis yang sekilas mengecek penampilannya tidak luput dari pandangan Lilian. Para bangsawan di ibukota sangat memperhatikan penampilan, itu adalah bagian dari etika dan norma. Tapi sungguh? Di saat genting seperti ini dia lebih khawatir akan wajah dan martabat?

Setidaknya sebelum ini Lilian bisa berpikir bahwa orang yang disebut 'ayah' ini akan sedikit peduli dengan keselamatannya. Hah! Apa yang ia harapkan.

Lilian tahu betul bahwa Marquis tidak pernah memiliki kasih sayang terhadap Liyana. Interaksi mereka selama dua tahun ini sangat jelas membuktikannya. Marquis membesarkan Liyana semata-mata hanya karena Liyana adalah keturunannya, tidak lebih.

Genggaman Lilian pada pedang di tangannya kian mengetat hingga buku-bukunya tampak memutih. Valac yang saat ini dalam wujud pedang panjang dapat dengan jelas merasakan kemarahan Lilian yang meluap. Hubungan kontrak mereka hanya membuat Valac dapat membaca bagian terluar dari pikiran Lilian, ini pertama kalinya ia dapat merasakan langsung emosi gadis ini. Seiring dengan amarahnya yang melimpah, energi spiritual yang tidak pernah terdeteksi sedikit pun tiba-tiba muncul yang membuat Valac terheran-heran.

Tapi kemudian energi itu lenyap seketika seakan tidak pernah ada sebelumnya. Jika ia tidak mengingat identitasnya sendiri, Valac akan ragu bahwa ia telah salah menerka sebelumnya.

'Jangan lupa bahwa aku baru saja menyelamatkan lehermu, ayah.' Rasanya Lilian ingin sekali memuntahkan kata-kata ini pada Marquis, namun ia dengan cepat meredam emosinya. Menjawab perkataan orang tua hanya akan membuat masalah yang tidak perlu, jadi Lilian hanya diam memastikan tidak ada hal lain sebelum ia benar-benar angkat kaki dari tempat ini.

Krak!

Bunyi retakan sontak membuat Frynir dan Lilian mengalihkan perhatian mereka pada barrier yang melindungi kota. Retakan kecil mulai terlihat di beberapa sisi kemudian membuat garis yang lebih besar. Lilian adalah orang awam perihal sihir dan supranatural, tapi ia tahu betul bahwa ini bukan pertanda baik.

"Oh, sialan!"

Di tengah kota, tepatnya di atas menara di alun-alun kota. Seorang pria berdiri di atas atap mengamati sekelilingnya. Rambut putihnya berkibar tertiup angin. Seberkas senyum berkilat dalam netranya yang pucat saat mengamati selubung mantra yang mulai rusak sedikit demi sedikit.

Setelah memastikan semua berjalan dengan lancar ia pun menghilang seakan tersapu oleh angin malam.

Frynir melihat ke bawah pada kaisar Rudolph dan para kesatria yang tengah bertarung melawan monster. Mayat-mayat dari monster yang terkoyak berserakan di tanah. Beberapa monster yang tersisa masih mengamuk, namun dapat terlihat bahwa mereka mulai kehilangan stamina.

Lullaby of the MoonWhere stories live. Discover now