Prolog

80 21 2
                                    

"Lo pada niat tobat apa comeback, babi?" Vivi bertanya dengan lelah. Sahabat-sahabat gilanya memang tidak pernah bisa diajak mengobrol dengan serius.

"Tobat, kok, tobat," Rara menjawab santai.

Bugh!

Lemparan bantal yang tepat sasaran. "Lo bilang tobat, tapi kemarin jalan sama Jefri, kambing!"

Rara menatap Vivi cemberut.

"Alin tobat Alin tobat!" seru Aylin dengan senyum cerahnya.

"Halah! Ngapain kemarin ladenin Bagas kalau tobat?"

Aylin hanya cengengesan. "Peace! Gue nggak ada apa-apa, kok."

"Gak bener lo semua! Gue doang emang yang bener."

Hoo, perkataan Zyana membuat ketiganya menatap horor.

"Ngomong sekali lagi, Rop?" Aylin berkacak pinggang, matanya menyorot Zyana tajam.

"Gue paling bener di antara kalian." Tentu Zyana mengulanginya dengan sangat santai.

"Oke, gue ulang, nih, kejadian seminggu ini-"

"Kelamaan! Tiga hari aja!" potong Vivi.

Rara mengangguk. Ia membenarkan posisi duduknya. "Hari Jum'at pagi jalan sama Vero, siangnya jalan sama Romeo, sore janjian sama Danu, malem nge-date sama Bayu. Lanjut hari Sabtu siang ditembak Dewa, tapi lo gantungin, sorenya jalan sama Sani, malem uwu-uwuan sama Niko. Tadi pagi lo joging sama Axel, siangnya lo ditembak Fajar, tapi lo gantungin juga. Sore baru ngumpul ama kita. Nanti malem lo udah janjian sama Ares. Itu lo bilang tobat?"

"Ropeah gila!" Aylin mengurut keningnya, tak percaya dengan sahabatnya yang makin menggila setelah menjadi sad girl. "Tobat, Rop, tobat. Abis sadgirl bukannya udahan malah makin ganas."

"Gue bukan sadgirl!" elak Zyana kesal.

"Terus kemarin apa? Nangis kejer tujuh hari tujuh malem berasa yasinan tau nggak?" balas Aylin meledek.

Vivi menepuk bahu Zyana pelan. "Terima nasib kalau pernah jadi sadgirl."

"Udah, Zy. Rara lebih sad, kok-"

"Nggak usah dibilang juga semuanya tau kalau itu, mah, Ra." Zyana memotong dengan nada menyebalkan.

Tuk!

Rara melempar pulpen ke arah Zyana dengan kesal. "Niat dibelain juga malah bales nyolot!"

"Makanya jangan belain spesies macam Zyana!" Vivi tertawa puas.

"Ih, kalau mau tobat, tuh, ya ... kayaknya horor." Zyana bergidik sendiri.

Aylin menyipitkan matanya. "Lo ngebayangin apa, Rop?"

Rara dan Vivi ikut menatap Zyana. Meskipun dapat dipastikan bahwa yang dibayangkan Zyana bukanlah hal yang benar, tapi tetap saja mereka penasaran.

"Bayangkan ...." Zyana menjeda ucapannya.

"Saat kalian pulang, di depan rumah kalian ada bendera kuning-"

"Amit-amit!" ucap Vivi setelah menoyor kepala Aylin.

"Bendera kuning apaan, tuh? Keluarga gue nggak ikut partai kuning."

"Ikutnya merah, ya, Ra?" Zyana menggoda dengan menaikturunkan alisnya.

"Ih, ogah!"

Keempatnya langsung tertawa bersama. Tak ingin melanjutkan pembahasan soal bendera, mereka memilih untuk meminta Zyana melanjutkan ucapannya.

"Entar hidup gue sepi, penuh kegabutan, terus gue jadi kaum mageran. Males ngapa-ngapain, sampai males cinta-cintaan, duh entar gue jadi perawan tua, dong?" Zyana berkata dengan dramatis.

"Emang lo masih perawan?" tanya Vivi iseng.

"Gue liat pas itu lo abis dari hotel bareng Reza," ucap Aylin menambahkan.

"Bukannya pas Zyana VC sama Rara, ada suara ambigu, ya? Zyana bilang lagi nganu?" Rara ikut-ikutan menyudutkan Zyana.

"TEROS AJA TEROS! LANJUTIN LAGI! APA LAGI? APA? FITNAH LEBIH KEJAM DARI NGEPET, INGET!"

Ketiga sahabat Zyana tertawa puas setelah berhasil membuat Zyana kesal. Pasalnya, Zyana sendiri sering membuat mereka emosi dan saat Zyana tau, ia malah semakin mengompor-ngompori. Kurang akhlak emang.

"Gue nggak bilang tobat, tapi gue udahan." Zyana yang pertama kali mengeluarkan jawaban.

"Maksud lo gimana?" tanya Vivi tak paham.

"Gue nggak bilang tobat, karena gue nggak niat nyari target lagi, nggak niat jadiin anak orang target lagi. Cuma kalau mereka ngedeket ya gue kasih respon biasa gitu. Gue usahain mereka nggak baper. Cukup sampai sini aja gue nyakitin anak orang, hehe."

Rara mengangguk setuju. "Rara sama kayak Zyana mungkin."

"Kalian serius mau udahan?" tanya Aylin tak yakin pada sahabat-sahabatnya.

Zyana dan Rara langsung bertatapan. Keduanya tersenyum bersama lalu tertawa.

"YA ENGGAKLAH!" ucap keduanya bersamaan lalu tertawa kencang.

Vivi mengelus dadanya sabar. Untung mereka sedang berada di rumah pohon, jadi hanya berempat. Kalau saja ramai, Vivi tak yakin mereka tak diusir karena berisik.

"Dahlah, emang pucek semua lo pada."

***

FUCKGIRL COMEBACK 2Where stories live. Discover now