6. Rencana Raffa

40 10 2
                                    

Zyana menuruni tangga dengan santai. Mulutnya bersiul menggoda Vivi yang melirik malas ke arahnya. Zyana terkekeh, gadis itu menyusul Vivi yang sudah duduk manis di sebelah meja makan.

"Kiw! Kiw! Jomblo aja, Neng. Main, yuk, sama Abang!" Zyana memainkan alisnya semakin gencar menggoda Vivi.

Vivi melempar tisu yang telah ia gunakan untuk membersihkan mulutnya. "Jijik, bego!"

Bukannya marah, Zyana malah terbahak mendengar ucapan Vivi. Ia membuka kulkas dan mengambil satu susu kotak berwarna pink lalu duduk di sebelah Vivi. "Pipii Sayang ...."

Tidak ada jawaban suara, melainkan lirikan sinis.

"Ah elah, jangan ngambek-ngambek sama gue, entar lo sendiri yang kangen berat pas gue tinggalin," celetuk Zyana pede.

"Nggak usah pede. Lo mau ngilang juga nggak bakal gue inget lo," sarkas Vivi memalingkan wajahnya.

Zyana tertawa kecil lalu menyedot susu kotaknya. Ia sama sekali tak tersinggung dengan sikap Vivi, karena ia paham kalau Vivi hanyalah iri, hn ... lebih tepatnya, sih, salah paham. "Lo tau nggak Raffa lagi belajar apa aja?"

"Bukan urusan gue," ketus Vivi. Ia masih kesal perihal Raffa yang tak memberitahunya apa pun. Bukannya ia merasa harus mengetahui semua hal tentang Raffa, tapi tetap saja ia merasa panas saat Zyana lebih tahu soal adiknya ketimbang dirinya yang notabenenya kakak kandung Raffa.

"Dia lagi ngambis, belajar buat mempersiapkan diri ngajuin lomba, belajar buat dapetin rangking pertama, hn ... yang paling penting, sih, belajar biar bisa bahagiain lo." Zyana menjelaskan dengan santai. Gadis itu tersenyum kecil saat mengingat apa yang Raffa inginkan.

Vivi mengernyitkan keningnya saat mendengar kalimat terakhir Zyana.

"Dia ... baik tau. Raffa sayang banget sama lo, yang jelas lebih sayang lo daripada gue. Lo tau sendiri gue dari dulu pengen punya adek, apalagi adek cowok, makanya pas ketemu Raffa, gue semangat banget. Gue sayang ke dia, ya, menurut gue masih batas wajar, kok. Toh, dia tetep prioritasin elo, lo aja yang nggak sadar. Eh, tepatnya emang dia diem-diem aja, sih, nggak mau ketauan," terang Zyana lalu tertawa.

"Lo ngomongin apaan, sih?"

Ingatkan Zyana untuk tidak membunuh sahabat satunya ini. Sungguh, ia kesal karena Vivi sering lemot di saat-saat ia sedang serius. Kan jiwa-jiwa ingin menenggelamkan Vivi semakin berkobar gitu.

Zyana tersenyum masam. "Lola."

"Ck, makanya yang jelas!"

"Lo sedih nggak pisah sama Raffa? Meskipun cuma pisah rumah dan tetep bisa ketemu?"

Vivi mendelik. "Sedihlah, bego! Pake nanya."

Sabar, Zyana, sabar. Kelar ngejelasin tinggal lo tendang entar. Gadis itu mengusap dadanya meredam emosi. "Raffa juga gitu."

Sebelum Vivi bertanya maksudnya apa, Zyana sudah terlebih dahulu berbicara.

"Raffa nggak tega liat lo harus serumah berdua sama bokap lo, apalagi kalau sama sepupu lo." Zyana menatap Vivi yang terdiam. "Dia mau ngincer beberapa olimpiade karena kalau menang, duitnya bisa ditabung. Raffa ngambis segitunya juga karena dia ngincer beasiswa ke luar negeri."

"Lo bilang dia sedih pisah sama gue, terus kenapa malah mau ke luar negeri, njing?!" tanya Vivi ngegas.

Zyana memelototi Vivi kesal. "Gue belum selesai ngejelasin, bangke! Diem dulu, babi!"

"Lo-nya nggak jelas, anjing! Kalau cuma nenangin gue secara formalitas mending nggak usah. Gue tau Raffa lebih suka punya Kakak kayak lo yang serba bisa, jadi bisa diandelin. Nggak kayak gue-"

"Lo dengerin gue dulu bisa nggak, sih, anjing?!" sentak Zyana yang emosi karena penjelasannya dipotong Vivi.

Vivi menatap Zyana remeh lalu berdiri.

Zyana yang melihat Vivi akan pergi pun langsung berkata, "Raffa mau ambil akselerasi di SMA, ngejar kuliah di luar negeri karena lebih gampang buat masuk perkejaan yang dia incer. Kuliah pun dia mau ambil akselerasi. Dia pengen cepet kerja! Cepet dapet duit, minimal dia bisa biayain lo sama dia tempat tinggal. Raffa ngelakuin semuanya demi lo! Dia nggak pernah bisa tenang selama lo masih tinggal sama bokap dan setan-setan di sekitarnya. Gitu lo masih ngeraguin kalau Raffa nggak sayang sama lo? Masih ngeraguin kalau Raffa lupa kakak kandungnya? Gue di sini cuma bantuin dia doang, itu pun sebatas ngasih semangat sama ngajarin yang dia nggak paham, karena gue cuma bisa ngasih bantuan itu. Bisa lo marah ke Raffa sekarang? Hak lo, sih, kalau sampe lo marah ke Raffa, tapi kalau sampe Raffa sakit gara-gara kepikiran sama lo, gue hantam kepala lo pake truk."

Hening. Zyana mengatur napasnya yang tersengal karena menjelaskan dengan emosi. Vivi sendiri terdiam karena masih mencerna apa yang diucapkan Zyana. Gadis itu masih tak percaya apa yang Zyana katakan.

"Lo nggak bercanda, 'kan, Zy?"

Mata Zyana melotot kesal. "Mentang-mentang gue selalu bercanda, apa-apa dikira bercanda. Gue juga bisa serius kali!"

"Kak Vi ...."

Kedua gadis itu menoleh ke arah Raffa yang baru saja turun. Laki-laki itu menatap Kakaknya cemas.

"Kakak marah sama aku?" tanya Raffa pelan.

Vivi diam, tapi matanya menyorot penuh rasa bersalah.

"Minta maaf, bego! Gengsi jangan digedein!" sinis Zyana setelah menepuk pundak Vivi kencang.

"Sakit, goblok!" maki Vivi sambil mengusap pundaknya.

"Serahlah, gue capek."

Zyana langsung bangkit dari duduknya lalu mengambil dua susu kotak dan menuju ruang tengah. Gadis itu membaringkan tubuhnya di sofa lalu menyalakan televisi. Mulutnya tak berhenti menyedot susu kotak di tangannya, tak lagi menghiraukan pasangan Kakak Adik yang masih saling bertatapan di dapur.

"Maaf," sesal Vivi.

"Eh? Kakak nggak salah apa-apa kok minta maaf? Harusnya aku yang minta maaf karena nggak jujur ke Kakak, jadinya Kakak mikir yang enggak-enggak, deh."

Vivi meringis mengingat pemikirannya sebelumnya. "Lo nggak perlu ngelakuin itu buat gue-"

"Nggak pa-pa, loh. Toh untung juga buat Raffa. Raffa jadi makin pinter karena terus-terusan belajar materi baru, Raffa juga bisa lebih unggul dibanding temen-temen Raffa yang lain," potong Raffa dengan cengiran polosnya.

"Huft ... jangan capek-capek, jangan berlebihan juga, lo harus nikmatin masa remaja lo-"

"Asal jangan nikmatin kek Vivi aja, Raf!"

Vivi menggeram kesal. "MAKSUD LO APA, NJENG?!"

"NGE-PAKGIRL, APA LAGI?" balas Zyana yang ikut berteriak.

Raffa mengangguk setuju. "Iya juga, Kakak nikmatin masa remaja Kakak buat seneng-seneng terus nambah doi di mana-mana."

"Heh! Kok lo setuju sama Zyana, sih?! Kakak lo itu gue, Raf, gue! Kenapa malah nistain gue, sih?" omel Vivi kesal.

Raffa tertawa melihat wajah kesal Vivi. "Canda, Kak, tapi perkataan aku bener, 'kan?" tanyanya jail.

"ZYANA JANGAN AJARIN ADEK GUE JADI SESAT, NJING!"

Vivi tambah emosi saat Zyana membalasnya dengan tawa kencang.

***

FUCKGIRL COMEBACK 2Where stories live. Discover now