|17| Gagal Kencan

740 106 4
                                    

.
.
.

|17|

Gagal Kencan

"Filmnya serem abis! Gila!" komentar Rara begitu kami keluar dari studio bioskop. Ia membuka dompet untuk mengambil ponsel. "Mau kemana, nih? Makan?"

"Gue makan di Retro aja. Ikut sekalian, yuk?"

"Umm... nggak dulu. Kebetulan abis ini gue mau ketemuan sama anaknya teman mama."

Praktis, aku menoleh kearahnya, "Bentar... lo jadi dijodohin?"

"Nggak! Tadi gue iyain, biar mama nggak bolak-balik ngenalin gue ke temen-temennya terus," katanya disertai dengan dengkusan kecil.

Aku balas tertawa. Begini nasib wanita akhir dua puluhan. Beruntung mama tidak berambisi untuk menjodoh-jodohkanku. Yah, meski Mbak Sita kadang menunjukkan foto beberapa kenalannya, tapi tak satu pun yang membuat hatiku tergerak.

"Lo nggak ada niat blind-date gitu? Sayang tahu nggak ada yang bisa dipamerin kalau lagi dandan cakep gini," ia menyubit pipiku, membuatku berseru dan langsung menepuk tangannya.

"Sialan!" semprotku. "Gue dandan buat diri gue sendiri kali, bukan buat orang lain."

"Iya, iya, kan, lo jomblo."

"Kayak lo nggak jomblo aja!"

Rara sontak tertawa. Tak bisa membalasnya karena faktanya memang benar adanya.

Kami berbelok ke stan gelato. Rara memilih rasa tiramisu lebih dulu, sementara aku hazelnut. Sambil menunggu, kami menyingkir dari konter. Memilih tempat duduk yang paling dekat dengan pintu. Tempat paling jelas untuk melihat orang-orang berlalu-lalang, masuk dan keluar.

Untuk sesaat Rara memandangku, lebih tepatnya ke arah topi fedora yang kini kupakai.

"Tumben pakai topi?"

"Kenapa? Aneh, ya?"

"Nggak, kok. Bagus. Gue jarang aja lihat lo beli aksesoris begituan."

Kusentuh topiku sekilas.

"Gue nggak beli. Ini... ehmm..." kalau dibilang hadiah sepertinya sangat berlebihan, "... pemberian orang."

"Oh? Dari siapa?"

Kurapatkan bibir enggan menjawab. Beruntung, di saat bersamaan si penjaga konter menghampiri sambil membawa dua gelas gelato, kemudian menyajikannya di meja depan kami. Aku langsung mengangguk dan berterima kasih. Setelah mbak-mbak itu berbalik, Rara segera menyendok bagian atas dan mengecapnya dengan penuh penghayatan.

"Enak banget," komentarnya. Rasa tiramisu sepertinya berhasil mengalihkan perhatian Rara dari topik pembicaraan kami tadi.

"Eh, ceritain lah gimana orangnya? Kalian udah pernah ketemu?" aku bertanya penasaran tentang sosok yang akan dijodohkan dengan Rara.

"Pernah sekali. Sempat ngobrol juga dan cukup nyambung. Not bad, sih," terangnya. Tangannya menepis udara.

"Ntarlah kalau ada waktu gue kenalin. Lagian gue nggak mau banyak berharap. Let it flow aja."

Matchmaking! [Ganti Judul]Where stories live. Discover now