21. Perpisahan

807 98 0
                                    

"Perhatian yang kamu berikan terhadapnya sungguh membuat sudut hatiku terasa nyeri."

—Love Math—

***

Tahun ini, acara pelepasan siswa-siswi kelas dua belas berlangsung meriah. Diadakan di aula sekolah dan dihadiri oleh seluruh kedua orang tua dari siswa penghujung itu.

Yasmin dan Dira sudah bersiap-siap. Mereka mengenakan kebaya yang memiliki model sama, tapi berbeda warna. Jika Dira menjatuhkan pilihannya pada hijau botol, maka Yasmin berusaha tampil percaya diri dengan warna andalannya, merah muda.

Setelah melewati beberapa rangkaian acara yang cukup menguras tenaga, Yasmin dan Dira menghampiri kedua orang tua mereka yang tengah berdiri di pojok ruangan. Andra yang menyadari kehadiran keduanya langsung menyambut dengan antusias. "Wah, cantik sekali putri-putri kita," pujinya membuat sepasang sahabat itu tersenyum malu.

"Iya dong. Siapa dulu ibu mereka?" timpal Pira dengan ekspresi jemawa. Membuat beberapa orang di sana tertawa kecil menanggapinya.

Yasmin celingak-celinguk mencari keberadaan Dimas. Sedari tadi matanya tak menangkap keberadaan pemuda itu. "Bang Dimas ke mana?" tanyanya pada Dira dengan berbisik.

Dira mengangkat kedua bahunya. "Mana aku tau. Kan sedari tadi aku bareng terus sama kamu. Ntar aku tanya sama bunda dulu." Kemudian tatapan gadis itu mengarah pada sang bunda. "Bun, Bang Dimas kok gak ada?"

"Oh, itu tadi Bang Dimas pamit katanya ada temennya yang masuk Rumah Sakit. Jadinya dia gak bisa ikut ke sini."

Yasmin dan Dira kompak saling berpandangan. Keduanya memikirkan hal yang sama. Mereka menerka bahwa teman Dimas yang dimaksud oleh  bunda adalah Aisyah.

Yasmin segera mengecek ponselnya untuk melihat ruang pesan Aisyah. Ia menahan napas saat menemukan status Aisyah yang dikirimkan beberapa menit lalu persis dengan status gadis itu tempo hari. Timbul rasa khawatir pada hati Yasmin mengingat keadaan Aisyah. Ia pun berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk menyusul Dimas menjenguk Aisyah dengan alasan ada urusan. Bahkan saking paniknya, Yasmin sampai tak sempat mengajak Dira untuk ikut bersamanya.

Sesampainya di Rumah Sakit Sejahtera, tempat di mana Aisyah dulu dirawat, Yasmin bergegas menuju resepsionis. Mengabaikan tatapan aneh orang-orang yang melihatnya dengan penampilan mencolok, Yasmin bergerak menuju ruang perawatan Aisyah. Tangan gadis itu baru saja hendak mengetuk pintu, sebelum sebuah suara dari dalam kamar menginterupsi niatnya.

Yasmin sadar menguping itu tidaklah sopan. Namun, salahkan rasa penasarannya yang terlalu tinggi akan percakapan dua insan yang tengah berada di dalam.

Sementara itu, Aisyah yang kini sedang berbaring di atas ranjang memperhatikan Dimas yang baru saja mendudukkan diri pada kursi di sebelah tempat tidur. Pemuda itu menggantikan peran Mbok Ani yang barusan pamit pergi ke kamar kecil.

"Mas ...," panggil Aisyah lirih.

Dimas terlihat sigap bergerak. "Butuh sesuatu?"

Aisyah menggeleng dengan senyum teduh yang terukir. "Makasih ya, Mas. Kamu udah mau peduli sama aku," ucapnya mengundang helaan napas Dimas.

"It's okay. Ini udah kewajiban aku kok."

Hening kembali melingkupi keduanya. Tiba-tiba Aisyah jadi teringat akan sesuatu. Dia kembali menatap lurus ke arah Dimas yang tampak melamun.

"Mas, bukannya hari ini adik kamu lagi ada acara kelulusan ya?" Aisyah mengetahui itu karena tadi ia sempat melihat story whatsapp milik Dira yang memamerkan swafoto bersama sahabatnya dengan memakai riasan. Kedua gadis yang ia temui beberapa hari lalu itu tampak cantik dengan baju kebaya yang langsung diyakini oleh Aisyah sebagai pakaian acara kelulusan mereka.

Dimas mengangguk lantas merespons, "Iya."

"Terus kenapa kamu masih ada di sini? Adik kamu pasti lagi nungguin kedatangan kamu."

Gelengan Dimas langsung dihadiahkan untuk Aisyah. "Gak perlulah aku ke sana. Udah ada bunda sama ayah kok yang hadir."

Aisyah berdecak menghadapi sikap keras kepala Dimas. "Tapi beda, Mas. Mereka pasti pengen foto bareng sama kamu juga," ujarnya dengan nada membujuk. Gadis itu merasa perlu meyakini Dimas agar bisa berkumpul keluarganya.

"Tapi aku gak bisa tinggalin kamu gitu aja, Syah."

Ada rasa hangat perlahan menyelinap masuk ke dalam hati Aisyah saat mendengar ucapan Dimas yang diiringi dengan nada khawatir itu. Cukup berlebihan memang. Tapi selama hidupnya ia sangat jarang menerima perlakuan seperti itu. Bahkan dari orang yang membuatnya terlahir ke dunia ini.

Aisyah memang senang dengan keberadaan Dimas di sampingnya. Tapi ia juga tidak ingin egois untuk tetap menahan pemuda itu. Lagipula .... Aisyah jadi teringat kepada seseorang.

"Mas, ada yang nungguin kamu di sana."

Dimas berdecak, "Aku gak sepenting itu sampek harus ditungguin, Syah."

"Ada Dimaaaaas!" pekiknya gemas.

Pemuda itu tampak menghela napas. Tak ingin meladeni celotehan Aisyah, Dimas menyandarkan punggungnya di kursi yang ia duduki seraya meyilangkan lengan di depan dada.

Melihat sikap diam Dimas, Aisyah kembali memutar otak. Entah kenapa gadis itu yakin sekali jika ada seseorang yang menunggu Dimas. Bukan Dira, tapi sosok yang tidak ia ketahui masih setia menguping di balik pintu sana.

Yasmin. Gadis itu mendengar semuanya. Kekhawatiran Dimas terhadap Aisyah, hingga keengganannya untuk mengikuti acara kelulusannya dan Dira. Padahal selain kedua orang tuanya, Yasmin juga mengingnkan kehadiran Dimas. Tetapi mendapati sikap kekeh pemuda itu menolak bujukan Aisyah, Yasmin sudah bisa menyimpulkan bahwa ia memang tak sepenting itu.

Mendesah, Yasmin merasa harus pergi dari tempat itu. Keberadaannya di sini hanya akan berpotensi menyakiti hatinya. Tapi belum sampai tubuh Yasmin berbalik, suara dari dalam sana mengurungkan niatnya. Ia pun kembali merapatkan telinganya ke dekat pintu.

"Kamu pernah jatuh cinta gak sih, Mas?"

Yasmin masih menunggu suara lain dari dalam sana. Tapi beberapa detik berlalu, jawaban yang ia tunggu tak kunjung terdengar.

"Ngapain tanya gitu?"

Aisyah langsung mengeluarkan cengiran saat mendapati respons jutek Dimas. Pemuda itu pasti terusik dengan pertanyaan yang ia lontarkan. Apalagi pertanyaan itu berkenaan dengan perasaan.

"Biasa aja kali ekspresinya, Mas!" ujarnya seraya mengibaskan sebelah tangan. "Aku kan cuma penasaran. Lagian kamu tuh selain cuek, orangnya gak pekaan ya!" Dimas mengerutkan dahi semakin bingung menghadapi sikap Aisyah yang sedari tadi menyudutkannya itu. Bukannya berterima kasih karena sudah mau menemani, justru yang didapatkannya hanya beragam tuduhan. Bahkan, gadis itu tadi sudah berani mengusirnya walaupun dengan cara yang halus.

"Kamu tuh sadar gak sih kalo lagi ditaksir, Mas?"

Bukan hanya Dimas yang memelotot, tapi juga Yasmin yang masih setia dengan kegiatan mengupingnya. Mendengar ucapan Aisyah, hatinya menjadi ketar-ketir. Jangan-jangan gadis itu menganggap bahwa keceplosan Dira waktu itu adalah benar?

Aduh, Yasmin memejamkan mata resah. Dia tidak ingin Dimas mengetahui perasaannya secepat ini. Apalagi dari mulut orang lain. Tetapi, respons Dimas selanjutnya membuat Yasmin harus melupakan perasaan khawatirnya. Karena apa yang dikatakan oleh pemuda itu kemudian sukses membuatnya terpaku. 

***

Senin, 21 Juni 2021

__________________

Kira-kira Bang Dimas ngomong apa ya sampek membuat Yasmin jadi terpaku gitu?

Love Math✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang