16. Markas Resvagos

1.3K 405 159
                                    

vote komen duluuu

<<<

"Kenapa Bang?" tanya Nasya pada Devan yang baru saja selesai menerima telfon. Devan meletakkan HPnya di saku lalu menatap Nasya yang ada di kirinya.

"Di suruh ke markas, jadi kita makannya nanti ya, ke markas dulu. Darurat katanya," ujar Devan menjelaskan apa yang penelfon itu katakan padanya tadi.

"Yah, lo emang ngapa di markas? Kan mereka bisa tanpa lo," kata Nasya tidak terima dengan keputusan itu.

Mereka janjinya tadi keluar untuk makan nasi goreng bareng, udah lama gak makan, terus di jalan ada yang nelpon, lah kok jadi ke markas sih, kan janjinya sama Nasya dulu tadi.

"Gue juga gak tau, katanya darurat. Tapi gue gak tau juga kenapa," ucap Devan menaikkan bahunya acuh. Devan melajukan mobilnya menuju maskar Resvagos membuat Nasya berecak sebal.

Devan menghentikan mobilnya di markas utama Resvagos, gudang tua yang mereka sulap menjadi markas.

Devan mengambil jaket kebanggaan Resvagos, lambang sayap burung elang serta tengkorak bermahkota di ujung kanan dan punggung belakang yang ada di jok belakang.

Nasya memandang Devan bingung, "Kenapa harus pake jaket?" tanya Nasya.

Devan yang sedang memakai jaket itu menoleh pada Nasya. "Kalau gak pake jaket gak boleh masuk," ujar Devan seraya memakain jaketnya hingga benar benar rapi.

"Lah, jadi gue gak boleh masuk dong?" tanya Nasya polos sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Lo kan bukan anggota," jawab Devan santai sambil keluar dari mobilnya.

"Jadi kalau yang anggota gak pake jaket gak boleh masuk? Ketat bener peraturannya, parah parah, kalau misalnya lupa gimana? Terus kalau misalnya ke-"

"Udah ngomelnya?" tanya Devan yang sudah membuka pintu mobil untuk Nasya keluar.

"Tapi kan kalau lu-"

"Udah ah, gak guna juga kan buat lo?" Ucapan Devan barusan membuat Nasya mengangguk. "Iya juga sih."

"Udah ayo masuk." Devan menarik halus tangan Nasya yang masih bergulat dengan fikirannya sendiri, masih mikir gimana kalau anggotanya gak bawa jaket karna lupa terus gak boleh masuk, terus mau ambil tapi rumahnya jauh? Gimana ya?

"Udah gak usah dipikirkan lagi." Devan mengusap muka Nasya, tau aja ni Devan Nasya lagi mikirin itu. Ya taulah, dari mukanya aja jelas.

"Hai boos," sapa seorang yang berjaga di luar dan mereka saling melakukan tos ala cowok. Devan menepuk pundak orang itu dua kali.

"Siapa tu bos? Pacar lo? Cantik bener," ucap orang itu sambil tersenyum menggoda ke arah Nasya. Nasya hanya bergidik ngeri memandang orang itu.

"GUE ITU ADEKNYA DEVAN, BUKAN PACARNYA, UDAH JELAS DEVAN ITU JOMBLO SAMPAI MATI, MASA LO GAK TAU SIH." Pingin Nasya berkoar-koar kaya gitu. Tapi dia harus jaim dong.

Devan hanya tersenyum sambil menaikkan sebelah alisnya. "Aman?"

Cowok itu mengacungkan jempolnya ke depan muka Devan. "Aman booos, gue yang jaga gitu loh."

"Mana kawan lo? Kok sendiri?" Devan mengedarkan pandangan ke semua penjuru halaman markas utama Resvagos ini. Tidak ada satupun orang di sini.

"Katanya buat mie gorang di dalam, tapi gak balek-balek tu anak," ucapnya yang sepertinya sudah curhat ini mah, malahan bahu Devan jadi sasaran amukannya.

Devan terkekeh. "Udah sabar aja. Gue masuk dulu." Devan kembali menepuk pundak cowok itu dua kali dan berjalan masuk sambil menggenggam tangan Nasya, takut adeknya diganggu buaya di dalam. Bukan ganas, tapi mengerikan tu buayanya.

GALVINASYA [END]Where stories live. Discover now