21. Jalan Dengan Devan

1.2K 290 143
                                    

vote komeeennyaaa mbaak

<<<

"Ya, halo," ucap Devan mengangkat telfonnya dan memelankan acara mengunyahnya. Ia meletakkan sendokya ke atas piring lalu mendengarkan apa yang akan penelfon ini katakan.

"Van, ke markas deh," kata orang di seberang sana, itu suara Reskar.

"Kenapa?" tanya Devan tak mengerti, ini sudah sore, biasanya dia kesana setelah pulang sekolah bersama teman-temannya.

"Ada yang mau ketemu lo ni," kata Reskar dengan nada becanda.

"Siapa?" tanya Devan sedikit penasaran dengan siapa yang ingin bertemu dengannya. Biasa lah, orang penting pasti ada yang nyariin, tapi Devan penasaran dengan yang satu itu.

"Makanya sini dulu, lo penasaran kan? Nanti dia pulang, cepat deh." Reskar langsung menutup telfonnya secara sepihak. Devan berdecak sebal, siapa yang mencarinya? Kenapa dia jadi penasaran gini?

"Kenapa bang?" tanya Nasya menatap abangnya yang tidak nyaman itu.

"Gue mau ke markas, lo ikut?" tanya Devan memakan makannya dengan cepat sambil melihat ke arah Nasya.

"Ikut lah, sekalian aja, soalnya kawan lo seru semua," kata Nasya agak senang dan memakan makanannya agar cepat.

Devan tersenyum melihat adiknya itu, masih aja kekanak-kanakan, lihat saja, makan aja belepotan. Lihat saja itu, Devan langsung membersihkan mulut adeknya itu dengan tisu yang ada di atas meja.

Mereka sekarang sedang berada di cafe untuk makan. Nasya mengajak Devan untuk berjalan-jalan sore sambil membeli novel dan karna lapar, jadi Nasya minta ke cafe untuk makan. Novel juga belum kebeli.

"Udah siap belum?" tanya Devan pada Nasya yang sudah meletak sendoknya di atas piring dengan rapi dan bersih.

"Kalau beli eskrim boleh?" tanya Nasya dengan sedikit hati-hati, takut abangnya ini ngamuk di tempat yang tidak pas.

Devan terdiam lalu menatap Nasya. Nasya dulu pernah sakit karna memakan eskrim terlalu banyak waktu itu. Jadi dia tidak pernah membelikan Nasya benda itu lagi, dia tidak ingin melihat Nasya sakit lagi.

Nasya melihat abangnya yang hanya diam, dia menurunkan bahunya. "Gak boleh ya? Yaudah gapapa," cicitnya lalu mengambil HPnya di atas meja dan berdiri.

Karna tidak tega melihat raut muka Nasya yang menggemaskan itu akhirnya Devan ikut berdiri. "Yok, beli eskrim buat adek cantik gue."

Mendengar itu Nasya langsung bersemangat, biasanya dia diam-diam membeli eskrim di
kantin karna bila ketahuan abangnya bisa ngamok, tapi sekarang sudah jarang.

"Yes, yok. Makasih abang ganteng gue." Nasya mengecup singkat pipi abangnya membuat Devan tersenyum, Nasya masih boneka kecil baginya.

Jika orang tidak mengetahui hubungan mereka yang sebenarnya, maka orang akan menganggap bahwa mereka adalah sepasang kekasih, seperti yang teman-teman Devan bilang. Sangat cocok sekali, cantik dan ganteng. Couple banget.

Nasya memakan eskrim itu dengan lahap, sudah lama dia tidak memakan eskrim vanilla kegemarannya. Setelah selesai mambayar, mereka memutuskan untuk segera ke Gramedia.

Kan janjinya beliin Nasya novel hari ini, masa itu yang ketinggalan, kan gak banget deh, Nasya gak setuju.

Dan isi Gramedia itu Nasya udah ingat semua, di mana letak letaknya, di mana buku yang ia incar, pasti lima menit ngambil terus banyar udah beres deh.

Devan menghentikan mobilnya tepad di depan Gramedia dan menyuruh Nasya cepat mengambil novel yang ia incar sejak lama itu. Nasya sangat bahagia jika dibelikan novel seperti ini.

GALVINASYA [END]Where stories live. Discover now