EPILOG : TITANIUM

57.3K 4.5K 504
                                    

Seorang gadis kecil menangis di taman sendiri sepulang sekolah karena mainannya dicuri oleh teman sekelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seorang gadis kecil menangis di taman sendiri sepulang sekolah karena mainannya dicuri oleh teman sekelasnya.

"Mereka jahat, hiks!"

Mainannya masih baru. Hadiah ulang tahun dari ayah tercintanya. Gadis itu sedih karena tidak bisa menjaganya dengan baik.

Lalu datang seorang laki-laki yang usianya mungkin tidak jauh dari gadis yang sedang menangis itu. "Cengeng, udah nggak usah nangis. Makin jelek!"

Justru tangis gadis itu makin kencang. "Kamu kenapa si, selalu bilang aku jelek."

Sepasang anak kecil itu bertetangga. Mereka mengenal satu sama lain cukup baik. Meski setiap harinya, bocah laki-laki itu akan terus mengejek dan menghina gadis kecil dihadapannya.

"Aku benci kamu," ucap gadis itu sudah lelah terus-terusan dihina. Gadis kecil itu berlari meninggalkan taman dan juga bocah laki-laki yang mengernyit heran.

"Biasanya juga nggak masalah dibilang jelek," ungkapnya santai seraya mengedikkan bahunya.

Bocah laki-laki itu kembali ke rumah besarnya yang tak jauh dari taman. Rumah bocah laki-laki itu berbeda dari yang lainnya. Di daerah itu, rumahnya yang paling mewah dan terletak di paling ujung dekat hutan.

Pagar besinya menjulang tinggi, mengelilingi rumah megahnya. Penjagaan yang ketat dan tak sembarang orang yang bisa lolos dari pria-pria bertubuh kekar yang selalu mengawasi didekat gerbang.

Tapi meski begitu, rumah bocah laki-laki itu adalah surga dunia bagi siapapun yang berkunjung ke sana. Karena jauh dari lalu lintas kendaraan, suasananya jadi lebih tenang dengan banyak tanaman yang menyejukkan mata.

Bocah laki-laki itu juga sering diajak memanah ke hutan oleh ayahnya. Dan itu hal yang paling menyenangkan menurutnya.

"Abis darimana, sayang?" Bundanya yang cantik jelita itu menegur dari arah dapur.

"Ke taman bentar," jujurnya. Walaupun wataknya keras dan tidak suka menghargai orang lain, bahkan suka melontarkan kata-kata menyakitkan, tapi jika pada bundanya ia tidak bisa berbohong ataupun melawan. Ia patuh dan sayang.

"Jangan nakal sama anak tetangga, kasian dia sampai nangis terus gara-gara kamu ejek."

Bocah laki-laki itu berdecih tak suka. "Dasar tukang ngadu."

"Bunda nggak pernah ngajarin kaya gitu, sayang. Lain kali jangan begitu."

"Iya, iya." Menjawab dengan malas.

"Ayah nggak kerja, Bun?" Mata bocah laki-laki itu tak sengaja menangkap sosok pria dewasa dengan wajah yang begitu tampan tengah menerima telepon di samping rumah.

"Pulang cepet. Kamu mandi sana, nanti kita makan bareng sama ayah kamu juga."

"Siap, bunda."

Wanita itu menyelesaikan masakannya segera dan membersihkan diri ke kamar. Dia juga belum mandi nyatanya.

TITANIUM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang