#3 - Hukuman

27 8 2
                                    

"Walau aku telah berusaha mengerti, kau takkan pernah menganggapku berarti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Walau aku telah berusaha mengerti, kau takkan pernah menganggapku berarti."

--000--

Perpaduan antara bisingnya suara alarm dan sinar matahari yang masuk ke dalam kamar berhasil membuat Kanina terbangun. Setelah beberapa hari meliburkan diri, akhirnya Kanina memutuskan untuk kembali bersekolah. Bukan karena surat peringatan yang diberi Nathan beberapa hari yang lalu, bukan juga karena ia takut dihukum Bu Novi, tetapi karena ia tak tahan berdiam diri di rumah. Kesedihan dan kepahitan mendominasi hari-harinya, membuatnya tak ingin hidup dalam kejamnya dunia.

Kanina berdecak kesal ketika ia menatap pemandangan tak sedap yang mengganggu kesehatan matanya. Hendra—ayahnya—tampak tertidur di sofa dengan posisi tengkurap, sedangkan ibunya sudah berangkat kerja sejak pukul 06.30 pagi. Ia sangat benci dengan aroma alkohol yang menusuk hidungnya. Begitu menyengat. Bertengkar dengan sang istri sejak beberapa tahun yang lalu membuat sifat buruknya yang telah tertanam lama semakin menjadi-jadi. Mabuk-mabukan telah menjadi kebiasaan ayahnya ketika ingin melepas penat dan menghilangkan rasa stres akibat pikiran berat.

"Ayah, Nina mau minta uang buat jajan."
     
Kanina menepuk bahu ayahnya berulang kali, namun tidak ada jawaban. "Ayah?"
     
"Ayahhhhhhh!!!"
    
"Sepertinya gue harus beli toa. Dasar tukang mabuk,” umpat Kanina dalam batinnya.
   
Ayahnya yang satu ini memang sulit dibangunkan. Dengan terpaksa, Kanina mengambil selembar uang lima puluh ribuan yang berada di saku celana milik ayahnya. Ia tahu jika uang itu bukan milik ayahnya sendiri. Ia pun tahu jika ayahnya kerap meminjam uang ke orang lain untuk bertahan hidup, namun Kanina tidak peduli. Setelah itu ia berangkat ke sekolah tanpa pamit pada ayahnya yang masih bermain dengan dunia mimpi.

***

Setelah memarkirkan motornya, Kanina berjalan menuju kelas dengan hati yang berantakan. Beruntung, jam dinding yang terpampang di koridor belum menunjukkan pukul tujuh. Beruntungnya lagi, ini adalah hari Sabtu dimana hanya ada 3 pelajaran sehingga ia bisa pulang ke rumah lebih cepat. Namun tempat tujuan Kanina ketika pulang sekolah bukan rumah, melainkan pergi bersama Sean, seseorang yang ia anggap lebih mengerti keadaannya daripada Nathan.
     
"Ngapain lo lewat disini?"
     
Seperti yang Kanina duga sebelumnya, ia pasti dihampiri oleh Grace, perempuan kelas XII IPS 3 yang tak pernah Kanina harapkan kehadirannya. Seseorang yang paling menyebalkan sedunia ini memang suka membuat masalah dengan Kanina. Seseorang yang menjadi alasan mengapa ia tak ingin masuk ke sekolah. Keduanya tak pernah akur sejak hari pertama duduk di bangku SMA. Kanina menebak, pasti gadis ini akan mencari perhatian yang membuat dirinya dipermalukan di depan umum.
     
"Heh! Lo punya utang sama Tasya, ya? Lunasin dong. Apa jangan-jangan lo meliburkan diri biar lo bisa lari dari tanggung jawab?!" bentak Grace. Dia menutup jalan untuk menghalangi langkah Kanina yang hendak masuk ke kelas.
     
"Terus urusannya sama lo apaan? Kayak orang nggak punya kerjaan aja," lawan Kanina lebih ketus.
     
Pasti Tasya kemarin curhat ke Grace kalau gue punya utang ke dia. Ini anak dikit-dikit lapor aja. Nyesel gue. kata Kanina dalam hati.
     
"Ya iyalah. Tasya, kan, teman gue. Masalah buat lo?"
     
"Iya, dan lo anggap Tasya teman kalau lagi butuh doang.”
     
"Enak aja kalau ngomong. Sudah burik, miskin, bukannya sadar diri malah makin berani sama gue!"
     
"Biarin miskin yang penting nggak munafik daripada lo cantik tapi pelakor."
     
"Sialan lo. Gue doain biar lo kena karma!
     
"Lo yang kena karma, sukanya ikut campur urusan gue!"
     
"Dasar miskin!!!"
     
"Dasar murahan!!!"
     
"PLAK!"
     
Tangan Grace dengan cepat melayang ke arah pipinya, namun ia masih terdiam dan tidak menyentuh pipi yang terasa sakit. Grace tertawa, mengira bahwa Kanina tak berkutik menghadapinya.
     
"Gimana perasaan lo? Sakit? Mau nangis? Mau lapor sama orang tua?!" bentak Grace sambil tersenyum sinis.
     
Kanina tidak mengucap sepatah kata pun. Ia memandangi Grace dengan tatapan datar. Ia sedang menyusun taktik untuk membalas perilaku Grace yang melebihi batas.
     
"Kok diam aja sih? Lo takut sama gue?! Dasar cemen lo."
     
Semua murid yang menyaksikan aksi keduanya bersorak ria, namun tak ada seorang pun yang berani menghentikan pertengkaran di pagi yang cerah ini. Grace merasa dirinya telah menang, sementara itu Kanina masih saja membeku. Apa mungkin Kanina sudah kehabisan cara untuk melawan Grace?
     
"Nathan, lo sekarang dimana? Katanya lo janji nggak bakal biarin gue sendirian. Tapi mana buktinya? Apa jangan-jangan lo sengaja jauhin gue? Apa ini salah gue yang terlalu percaya sama manusia kayak lo?"
     
Akhirnya Kanina menemukan ide. Dia menjelma menjadi gadis yang sedang berbunga-bunga saat bertemu sang kekasih. Ya, kini Kanina senyum-senyum sendiri menatap ke depan, membuat Grace merasa penasaran apa yang dilihat Kanina sebenarnya.
     
"SEAN!" teriak Kanina sambil melambaikan tangan yang membuat Grace menoleh ke belakang siapa sosok yang disapa Kanina, padahal Sean belum tiba di sekolah.
     
"BUGH!” 
     
Kanina menendang kaki Grace sekuat tenaga, lalu mendorong tubuh Grace hingga gadis itu terjatuh dan meringis kesakitan.
     
"Awww, sakit! Heh, yang ngajari lo kayak gitu siapa sih? Nggak ada sopan santunnya ya sama gue."
     
“Lo siapanya gue? Cewek pelakor kayak lo memang pantes dibikin malu."
     
Tidak berhenti sampai disitu, Kanina mengambil botol minum yang berada di dalam tas, lalu membuang air tepat sasaran hingga membasahi seragam dan wajah Grace.
     
"Rasain tuh, dasar anak lemah! Lain kali jangan tebar pesona mulu!" sindir Kanina pedas lalu menertawakan Grace yang masih tersungkur.
     
Tidak. Benar-benar tidak bisa diterima. Grace tak mau jika dirinya menjadi tontonan gratis anak-anak lain yang menertawakannya. Tampaknya mereka kini beralih mendukung Kanina. Sial. Hanya satu kata yang terucap dari benak Grace ketika ia dipermalukan.
     
Dengan sisa kekuatan yang ia miliki, Grace maju dan menarik rambut Kanina hingga acak-acakan. Begitu juga sebaliknya. Keduanya sering disebut tom dan jerry di sekolah ini lantaran selalu ribut setiap bertemu.
     
"BRUK!!!"
     
Kanina mendorong tubuh Grace untuk kedua kalinya. Grace menangis sejadi-jadinya. Gadis itu memang punya seribu cara dalam berakting yang membuat Kanina dirugikan sekaligus menjadi bahan santapan guru-guru yang menyaksikan pertengkaran keduanya.
     
"Kanina! Sini kamu! Keterlaluan kamu ya!" teriak Bu Novi dari kejauhan menyaksikan ia berkelahi dengan Grace, lalu beliau segera membubarkan kerumunan karena bel masuk sekolah sudah berbunyi.

Nathan & Kanina [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang