Chapter 9

398 23 5
                                    

Johan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Dia berbaring telentang, merentangkan kedua tangannya. Aku hanya berdiri di samping spring bed yang seharusnya bisa ditiduri dua orang itu sambil menatapnya. Dia memejamkan mata.

"Udah, jangan dipikirin. Sini, rebahan di samping aku," ujar Johan dengan mata yang masih mengatup. Seolah-olah dia sadar dengan keberadaan dan apa yang aku pikirkan.

Aku duduk di sudut spring bed dengan sprei berwarna putih itu.

Aku jadi terbayang saat tadi kami telah selesai sarapan dan kembali jalan ke hotel. Wira berjalan di depanku bergandengan dengan pacarnya yang bernama Teten itu. Aku bersama Johan mengekor mereka dari belakang.

Mereka tampak mesra sambil sesekali bercanda selama perjalanan. Seolah-olah tidak ada kami berdua yang memperhatikan mereka di belakang.

Sesekali Wira mengacak rambut Teten yang menjuntai panjang yang diwarnai ombre itu. Teten tampak kesal jika Wira melakukan itu. Tapi bukan kesal dalam artian dia begitu marah, tapi kesal dalam artian sedikit manja. Aku tak paham bagaimana mendeskripsikan tingkah Teten, karena hatiku benar-benar panas.

Aku cemburu? Ah, bagaimana aku bisa cemburu? Wira bukan siapa-siapa bagiku. Akupun mengenalnya hanya beberapa waktu terakhir. Lagi pula dengan jelas dia mengatakan jika dia straight. Bukan gay. Bagaimana mungkin aku bisa menaruh perasaan padanya.

Sedangkan Jo? Jo berjalan santai di sampingku. Dia tidak merasa terganggu dengan tingkah dua sejoli di depan kami. Bahkan rasanya, dia juga mengabaikan ku. Seakan dia hanya berjalan sendiri tanpa kehadiranku. Dia juga hanya diam selama perjalan, tidak mengatakan apapun.

Saat sampai d hotel, Wira mengajakku ke kamar. Tentunya bertiga dengan pacarnya itu. Dan pastinya aku menolak. Bagaimana mungkin aku jadi orang ketiga diantara dua orang yang memiliki hubungan spesial. Di dalam kamar hotel pula.

"Lanjut aja. Aku ke kamar Johan aja," tolakku.

"Baiklah. Tapi baju kamu masih tertinggal di kamarku. Kalau kamu mau ambil, langsung ke kamar aja yah," jawab Wira. Lagi-lagi dengan senyumnya yang membuatku gila.

Teten juga tersenyum padaku. Senyumnya manis sekali. Senyuman khas perempuan Indonesia.

"Ok", jawabku sambil mengacungkan ibu jari.

Dia berjalan ke kamarnya bersama kekasihnya itu. Aku memandangi punggungnya yang kokoh sampai menghilang melalui pintu kamar.

"Dih, ngelamun mulu." Tiba-tiba suara Johan membuyarkan bayanganku tentang kejadian tadi.

"Kamu cemburu?" Tanya Johan.

"Cemburu untuk apa?" Jawabku.

"Wira dan pacarnya. Kamu cemburu kan?"

"Ya, kagak lah. Ngapain cemburu." Belaku.

"Ini yang dulu juga aku rasakan," gumam Johan yang terdengar jelas di telingaku.

"Apa?" Tanyaku berpura memastikan apa yang diucapkan Johan.

Tapi Johan bergeming. Dia tidak menjawab. Diam. Matanya masih tertutup seperti tadi.

"Sini, rebahan." Akhirnya dia bersuara setelah terdiam beberapa saat. Matanya terbuka dan menepuk kasur dibagian selebihnya. Seolah memberi isyarat agar aku tidur di sebelahnya.

"Mau mandi dulu," jawabku sambil berdiri. Mengambil handuk di lemari dan berjalan ke kamar mandi.

Setelah membuka semua pakaianku, lebih tepatnya pakaian Wira yang dipinjamkan padaku, aku menghidupkan shower. Aku mulai membasahi badanku di bawah shower.

Muse: Design, Love & CatwalkWhere stories live. Discover now