Chapter 7

828 40 9
                                    

Aku sudah berada di hotel tempat berlangsungnya show. Setengah jam lagi acara akan di mulai. Aku berada di backstage. Saat mengintip ke luar, aku melihat para tamu undangan sudah mulai ramai. Tidak berapa kursi yang kosong. Show ini adalah event tahunan. Setiap tahun selalu ramai didatangi para pencinta fashion. Aku melihat di kursi depan, ibu-ibu pejabat sudah berdatangan. Beberapa diantaranya clientku. Beberapanya lagi para sosialita tak pernah absesn tiap tahunnya.

Dibackstage, para model sudah selesai make up. Beberapa diantaranya sudah mengenakan pakaian para designer. Para designer juga terlihat sibuk dibelakang panggung. Aku tampil pada ururtan dua terakhir. Jadi aku cukup santai. Aku membawa semua karyawanku untuk membantuku dibelakang panggung. Satu orang menghandle satu model.

Beberapa orang model, aku mengenalnya. Mereka sering tampil menggunakan bajuku. Begitupun designer yg sedari tadi mondar-mandir dibelakang panggung. Aku mengenal mereka semua. Tapi tak semuanya yang dekat denganku. Beberapa orang hanya sebatas saling mengenal.

Aku melihat Johan sedang sibuk. Wajahnya tampak serius. Dia selalu serius dengan pekerjaannya. Dia sosok yang berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Karena itulah karirnya terus melesat.  Semenjak kejadian malam itu, kejadian di mobil itu, dia tak lagi menghubungiku. Akupun tak berniat untuk menghubunginya. Aku masih memandang Johan dari kejauhan, sampai seseorang mengagetkanku.

"Kamu yakin tidak memiliki hubungan dengan Johan?" Tanya lelaki tinggi yang sebulan ini sering chat denganku. Wira. Dia tampak makin manis malam ini. Dia kini berbalut jas coklat yang pas dibadanya. Dia mengancingkan jasnya. Tapi, dia tak menggunakan kemeja atau apapun sebagai dalaman. Tentunya mempertontonkan otot dadanya. Dan dia berdiri tepat disampingku. Pasti saja pandanganku yang sedari tadi ke Johan, kini berpaling ke makhluk indah di depanku.

"Kamu tertangkap basah memperhatikannya dari tadi. Aku pikir, pasti ada yang spesial dari hubungan kalian." Tanyanya lagi

Aku menggeleng. "Kami hanya berteman."
"Tapi dia memanggilmu honey." Dia membahas lagi kejadian di cafe itu. Padahal telah kujelaskan bahwa itu hanya panggilan biasa. Tidak ada maksud apa-apa. Aku mengatakan bahwa Johan memang terbiasa memanggil orang seperti itu, jika memang telah dekat dengannya. Tapi kali ini dia menanyakan itu lagi.

"Bukankah sudah kujelaskan sebelumnya." Jawabku.

"Hmm.. baiklah. Siapa yang akan menolongku nanti saat berganti pakaian milikmu, Dam?"

"Ednan."

"Asistenmu itu?"

"Yap."

"Aku mau kamu yang meonlongku langsung. Dan tak ada penolakan, Dam." Ujanyar sambil berlalu. Dia menuju barisan tampilnya. Acara sudah di mulai. Dia bersiap-siap untuk naik ke atas panggung. Tapi sebelum naik ke panggung, dia kembali melihatku dan mengedipkan matanya. Entah apa maksudnya, tapi yang pasti aku tersenyum dibuatnya.  Tapi, saat aku memalingkan wajahku, seseorang melihatku dengan wajah datar. Tanpa ekspresi. Aku tak tahu, entah wajah marah atau apa. Dan dia berlalu. Yah, dia Johan.

Setelah beberapa designer tampil, kini giliranku. Semua model telah turun dan langsung berganti baju. Kami tak punya banyak waktu untuk mengganti baju. Cuma ada waktu tiga sampai lima menit untuk berganti pakaian dari baju designer sebelumnya ke bajuku. Dan seperti biasanya, keadaan dibelakang panggung lebih heboh daripada di depan panggung. Para model ini telah terbiasa untuk melepaskan pakaiannya dibelakang panggung. Mereka tak sungkan bila hanya berpakaian dalam saja. Dan itu sudah jadi hal biasa bagiku. Tapi, kali ini dadaku benar-benar dibuat berdetak kencang saat Wira yang hanya bercelana dalam berdiri di depanku.

"Mana bajuku?" Tanyanya.
Untung saja aku benar-benar sadar jika aku berada di belakang panggung. Jika tidak, bisa saja langsung aku memeluk tubuh indah itu. Tadi aku hanya melihat otot dada itu dan kini dia menampilkan perutnya yang berkotak enam itu.  Dan, dia hanya bercelana dalam.

Muse: Design, Love & CatwalkWhere stories live. Discover now